Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Wajah-Wajah Muda

Pelukis-pelukis muda dari kelompok Pasar Seni Ancol, memamerkan karya mereka di Balai Budaya, Jakarta. Biar di segi pertukangan mereka belum mulus, tapi semuanya punya ide yang perlu dipikirkan.(sr)

23 April 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

5 pemuda yang boleh dianggap dari kelompok Pasar Seni Ancol Jakarta, muncul di Balai Btdaya, didampingi seorang cewek. Usia rata-rata sepadan: lahir sekitar tahun 50-an. Mereka: Dodog Soeseno, Johnie Bogie, Santu Wirono, Sudargono dan Sudarjono bersaudara, plus Idoet Tedjokoesoemo, berpameran secara spontan 8 - 13 April. Kecuali Sudarjono, Idoet dan Santu, selebihnya terlibat demam surealistis seorang Salvador Dali. Ini gqala yang menarik. Dengan teknik realis yang dipadu dengan imajinasi yang mengatasi kenyataan dan di bawah kesadaran, Dali telah melahirkan kesenian yang rapi, butek, dalam dan menakutkan. Terbayang kekerasan, kekejaman, perjuangan aman berikut manusianya, yang kadangkala fantastis. Dan kalau ini tibatiba menjadi demam bersama, pastilah telah ada hal-hal tertentu pada anakanakmuda tersebut. Kesadaran Ego Meskipun segi "pertukangan" para pelukis itu belum mulus, bahkan sering menjadi beban, mereka mengajak kita berfikir. Mengapa ide tiba-tiba menjadi begitu dominan dalam setiap lukisan. Semuanya berusaha untuk mengutarasesuatu, untuk mengemukakan dunia masing-masing. Kesadaran ego kadangkala sedemikian kerasnya, sehingga segisegi teknik artistik banyak kali terabaikan. Kita seperti mendengar orang bicara dengan kalimat-kalimat aneh, tetapi menjadi tidak penting karena tidak diucapkan dengan tepat. Tidak disampaikan dengan teknik yang sudah jadi. Rangsangan yang hendak mereka sampaikan begitu beragam. Tapi tidak sempat mencakar, pada satu titik yang penting. Dodog Soeseno adalah contoh untuk itu. Ia memamerkan 19 buah karya. Tidak sedikit ide yang mau dia sampaikan, tetapi tidak tergarap dengan tuntas. Anak muda ini mau menceritakan pengalaman batinnya tetapi kanvas yang dipakainya tidak sempat menjadi dalam sehingga membuat kita hanya terbusai oleh fantasi yang tak meyakinkan. Ia kehilangan dimensi. Sedikit lebih baik pada Sudargono dan Johnie Bogie. Di samping mencoba memamerkan perjalanan batin, ia tak lupa mengatasi pelaksanaan teknik itu. Kadangkala mereka mencoba memangkas luapan-luapan hati mereka dengan seleksi. Karenanya kita sempat melihat bunga mawar Johnie (Bunga) yang menyalak, tetapi mengutarakan sesuatu. Juga fantasi-fantasi Sudargono yang dikerjakan dengan rajin (Potret Didi Dalam Mimpi, Pelangi Di Atas Parang Tntis, Hans). Sudarjono, yang melukis bunga dan pemandangan di sekitar Pasar Seni Ancol, lebih sederhana dalam pameran ini. Pohon Depan Rumah misalnya adalah sebuah karya yang manis dan tidak hanya merupakan studi melukis keluar: sebuah pohon yang hampir roboh di depan rumah dengan bunga-bunga yang meriah. Ia sempat merekam suasana. Kanvas-kanvasnya yang lain menunjukkan kelincahan goresan. Berbeda dengan adiknya, ia barangkali akan mengikuti jejak ayah mereka - pelukis Sudarso untuk terjun ke lukisan pemandangan, alam serta manusia. P. W.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus