5 pemuda yang boleh dianggap dari kelompok Pasar Seni Ancol
Jakarta, muncul di Balai Btdaya, didampingi seorang cewek. Usia
rata-rata sepadan: lahir sekitar tahun 50-an. Mereka: Dodog
Soeseno, Johnie Bogie, Santu Wirono, Sudargono dan Sudarjono
bersaudara, plus Idoet Tedjokoesoemo, berpameran secara spontan
8 - 13 April.
Kecuali Sudarjono, Idoet dan Santu, selebihnya terlibat demam
surealistis seorang Salvador Dali. Ini gqala yang menarik.
Dengan teknik realis yang dipadu dengan imajinasi yang mengatasi
kenyataan dan di bawah kesadaran, Dali telah melahirkan kesenian
yang rapi, butek, dalam dan menakutkan. Terbayang kekerasan,
kekejaman, perjuangan aman berikut manusianya, yang kadangkala
fantastis. Dan kalau ini tibatiba menjadi demam bersama,
pastilah telah ada hal-hal tertentu pada anakanakmuda tersebut.
Kesadaran Ego
Meskipun segi "pertukangan" para pelukis itu belum mulus, bahkan
sering menjadi beban, mereka mengajak kita berfikir. Mengapa ide
tiba-tiba menjadi begitu dominan dalam setiap lukisan. Semuanya
berusaha untuk mengutarasesuatu, untuk mengemukakan dunia
masing-masing. Kesadaran ego kadangkala sedemikian kerasnya,
sehingga segisegi teknik artistik banyak kali terabaikan. Kita
seperti mendengar orang bicara dengan kalimat-kalimat aneh,
tetapi menjadi tidak penting karena tidak diucapkan dengan
tepat. Tidak disampaikan dengan teknik yang sudah jadi.
Rangsangan yang hendak mereka sampaikan begitu beragam. Tapi
tidak sempat mencakar, pada satu titik yang penting.
Dodog Soeseno adalah contoh untuk itu. Ia memamerkan 19 buah
karya. Tidak sedikit ide yang mau dia sampaikan, tetapi tidak
tergarap dengan tuntas. Anak muda ini mau menceritakan
pengalaman batinnya tetapi kanvas yang dipakainya tidak sempat
menjadi dalam sehingga membuat kita hanya terbusai oleh fantasi
yang tak meyakinkan. Ia kehilangan dimensi.
Sedikit lebih baik pada Sudargono dan Johnie Bogie. Di samping
mencoba memamerkan perjalanan batin, ia tak lupa mengatasi
pelaksanaan teknik itu. Kadangkala mereka mencoba memangkas
luapan-luapan hati mereka dengan seleksi. Karenanya kita sempat
melihat bunga mawar Johnie (Bunga) yang menyalak, tetapi
mengutarakan sesuatu. Juga fantasi-fantasi Sudargono yang
dikerjakan dengan rajin (Potret Didi Dalam Mimpi, Pelangi Di
Atas Parang Tntis, Hans).
Sudarjono, yang melukis bunga dan pemandangan di sekitar Pasar
Seni Ancol, lebih sederhana dalam pameran ini. Pohon Depan Rumah
misalnya adalah sebuah karya yang manis dan tidak hanya
merupakan studi melukis keluar: sebuah pohon yang hampir roboh
di depan rumah dengan bunga-bunga yang meriah. Ia sempat merekam
suasana. Kanvas-kanvasnya yang lain menunjukkan kelincahan
goresan. Berbeda dengan adiknya, ia barangkali akan mengikuti
jejak ayah mereka - pelukis Sudarso untuk terjun ke lukisan
pemandangan, alam serta manusia.
P. W.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini