SETIAP menjelang lebaran, orang Indonesia sebenarnya mendengar
atau pernah mendengar sebuah lagu. Yakni Hari Lebaran. Lagu ini
amat populer terutama di tahun 60-an. Direkam pertama kalinya
tahun 1954, lewat suara Didi alias Mas -- Yos, pemilik
perusahaan rekaman Irama.
Mungkin sedikit sekali yang tahu, lagu yang juga dibawakan
Rachmat Kartolo itu dikarang oleh komponis kakap: almarhum
Ismail Marzuki. "Lagu Lebaran itu saya yang minta, terutama
karena waktu itu belum ada sama sekali lagu bertema lebaran,"
kata Mas Yos, yang kini berusia 48 tahun tapi tetap empuk
suaranya.
Trem Diganti Kereta
Menurut Mas Yos, Almarhum menulis lagu itu dalam tempo yang
cepat sekali. Adapun kenapa ia yang terpilih sebagai penyanyinya
itu, lantaran Almarhum menganggap Mas Yos cocok membawakan lagu
jenaka. Ia jugalah yang dipilih Ismail Marzuki untuk
menyanyikan lagu Lenggang Jakarta yang tak kalah pamornya saat
itu. Sedang untuk lagu-lagu romantis, Almarhum memang selalu
mencari Sam Saimun atau Bing Slamet -- keduanya juga sudah
almarhum kini.
Hari Lebaran sebenarnya bukan lagu jenaka. Syairnya dengan
sederhana berusaha menggambarkan suasana kerakyatan. Di samping
itu ia berhasil memotret keadaan tahun 50-an itu: masih terasa
keakraban, spontanitas, bahkan hubungan yang jujur antara rakyat
dan pemimpin. Juga cara hidup kota yang terasa ironis dan
karikatural.
Rekaman pertama dilaksanakan di Studio RRI Jakarta. Diiringi
kelompok musik Lima Seirama pimpinan A. Usman (suami penyanyi
Fetty Fatimah). Utjin memainkan akordeon yang merupakan
instrumen paling penting dalam rekaman itu. Master kaset
kemudian dikirimkan ke Philips negeri Belanda untuk diproses
dalam bentuk piringan hitam. Omzet waktu itu sekitar 10 ribu.
"Boleh dikata waktu itu laku keras," kata Mas Yos mengenang.
Sepuluh tahun kemudian, Hari Lebaran diproduksi kembali dalam
bentuk piringan hitam EP (bukan LP). Penyanyinya tetap Mas Yos,
tetapi musiknya ditangani Mus Mulim. Omzetnya juga sekitar 10
ribu. Duabelas tahun berlalu, di tahun 1976, untuk ketiga kali
dan untuk pertama kalinya Hari Lebaran direkam dalam kaset.
Wajah Elshinta -- puteri Mas Yos, muncul di sampul kaset.
Musiknya sudah berubah, tapi suara penyanyi kawakan ini masih
dapat dikenali para penggemarnya di tahun 50-an. "Semacam irama
hustle dipadukan dengan dangdut muncul dalam rekaman itu," kata
Mas Yos sendiri.
Lebih Seronok
"Kaset itu kelihatannya tidak sukses. Karena tidak dibarengi
distribusi yang kuat," kata Mas Yos terus terang. Ia lupa
menambahkan, disain sampulnya yang pakai ornamen batik tidak
menarik. Sedikit ada perubahan lirik dalam rekaman ini. Kata
'trem listrik' diganti dengan 'kereta listrik'. "Trem kan sudah
nggak ada sekarang," kata Mas Yos. Tambahan yang lain pada intro
lagu. Kali ini terdengar suara takbir, sehingga terasa suasana
relegi. Di samping itu muncul Trio Sita yang menggandeng suara
Mas Yos dengan koor yang lantang, sehingga lagu ini lebih ngepop
dan seronok.
Membandingkan Hari Lebaran dengan lagu-lagu yang sengaja dibuat
untuk menyongsong Idhul Fitri, kita terus terang belum mendapat
duanya. Lagu ini meskipun antik tapi sama sekali tidak
mengganggu. Malah karena keakraban dan kerakyatannya menimbulkan
rasa segar. Apalagi orang sering suka memainkan lagu sambil
mengganti syairnya, sehingga menjadi sindiran pada bagian-bagian
tertentu -- maka diam-diam ia bertahan.
Penyanyi cilik Chicha misalnya, belakangan ini menyodorkan kaset
'Bingkisan Lebaran' dengan lagu-lagu dari Nomo Koeswoyo. Tapi
selain memang dikhususkan buat anak-anak, lagu-lagu Chicha tidak
mencoba menggambarkan suasana dengan tepat. Hari Lebaran Ismail
Marzuki jadi terasa lebih berakar. Jelas ada sebuah kultur yang
berdiri di belakang lagu itu, kultur orang Betawi asli dan
perantau udik yang tersekap di ganggang sempit kota -- dan yang
sebenarbenarnya memiliki lebaran itu. Minal aidin.......
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini