Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Yang belum tergantikan

Lagu "hari lebaran" direkam tahun 1954 dengan penyanyi mas yos ciptaan ismail marzuki. lagi ini di produksi kembali sampai 3 kali, sampai kini belum ada duanya. (ms)

25 Agustus 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETIAP menjelang lebaran, orang Indonesia sebenarnya mendengar atau pernah mendengar sebuah lagu. Yakni Hari Lebaran. Lagu ini amat populer terutama di tahun 60-an. Direkam pertama kalinya tahun 1954, lewat suara Didi alias Mas -- Yos, pemilik perusahaan rekaman Irama. Mungkin sedikit sekali yang tahu, lagu yang juga dibawakan Rachmat Kartolo itu dikarang oleh komponis kakap: almarhum Ismail Marzuki. "Lagu Lebaran itu saya yang minta, terutama karena waktu itu belum ada sama sekali lagu bertema lebaran," kata Mas Yos, yang kini berusia 48 tahun tapi tetap empuk suaranya. Trem Diganti Kereta Menurut Mas Yos, Almarhum menulis lagu itu dalam tempo yang cepat sekali. Adapun kenapa ia yang terpilih sebagai penyanyinya itu, lantaran Almarhum menganggap Mas Yos cocok membawakan lagu jenaka. Ia jugalah yang dipilih Ismail Marzuki untuk menyanyikan lagu Lenggang Jakarta yang tak kalah pamornya saat itu. Sedang untuk lagu-lagu romantis, Almarhum memang selalu mencari Sam Saimun atau Bing Slamet -- keduanya juga sudah almarhum kini. Hari Lebaran sebenarnya bukan lagu jenaka. Syairnya dengan sederhana berusaha menggambarkan suasana kerakyatan. Di samping itu ia berhasil memotret keadaan tahun 50-an itu: masih terasa keakraban, spontanitas, bahkan hubungan yang jujur antara rakyat dan pemimpin. Juga cara hidup kota yang terasa ironis dan karikatural. Rekaman pertama dilaksanakan di Studio RRI Jakarta. Diiringi kelompok musik Lima Seirama pimpinan A. Usman (suami penyanyi Fetty Fatimah). Utjin memainkan akordeon yang merupakan instrumen paling penting dalam rekaman itu. Master kaset kemudian dikirimkan ke Philips negeri Belanda untuk diproses dalam bentuk piringan hitam. Omzet waktu itu sekitar 10 ribu. "Boleh dikata waktu itu laku keras," kata Mas Yos mengenang. Sepuluh tahun kemudian, Hari Lebaran diproduksi kembali dalam bentuk piringan hitam EP (bukan LP). Penyanyinya tetap Mas Yos, tetapi musiknya ditangani Mus Mulim. Omzetnya juga sekitar 10 ribu. Duabelas tahun berlalu, di tahun 1976, untuk ketiga kali dan untuk pertama kalinya Hari Lebaran direkam dalam kaset. Wajah Elshinta -- puteri Mas Yos, muncul di sampul kaset. Musiknya sudah berubah, tapi suara penyanyi kawakan ini masih dapat dikenali para penggemarnya di tahun 50-an. "Semacam irama hustle dipadukan dengan dangdut muncul dalam rekaman itu," kata Mas Yos sendiri. Lebih Seronok "Kaset itu kelihatannya tidak sukses. Karena tidak dibarengi distribusi yang kuat," kata Mas Yos terus terang. Ia lupa menambahkan, disain sampulnya yang pakai ornamen batik tidak menarik. Sedikit ada perubahan lirik dalam rekaman ini. Kata 'trem listrik' diganti dengan 'kereta listrik'. "Trem kan sudah nggak ada sekarang," kata Mas Yos. Tambahan yang lain pada intro lagu. Kali ini terdengar suara takbir, sehingga terasa suasana relegi. Di samping itu muncul Trio Sita yang menggandeng suara Mas Yos dengan koor yang lantang, sehingga lagu ini lebih ngepop dan seronok. Membandingkan Hari Lebaran dengan lagu-lagu yang sengaja dibuat untuk menyongsong Idhul Fitri, kita terus terang belum mendapat duanya. Lagu ini meskipun antik tapi sama sekali tidak mengganggu. Malah karena keakraban dan kerakyatannya menimbulkan rasa segar. Apalagi orang sering suka memainkan lagu sambil mengganti syairnya, sehingga menjadi sindiran pada bagian-bagian tertentu -- maka diam-diam ia bertahan. Penyanyi cilik Chicha misalnya, belakangan ini menyodorkan kaset 'Bingkisan Lebaran' dengan lagu-lagu dari Nomo Koeswoyo. Tapi selain memang dikhususkan buat anak-anak, lagu-lagu Chicha tidak mencoba menggambarkan suasana dengan tepat. Hari Lebaran Ismail Marzuki jadi terasa lebih berakar. Jelas ada sebuah kultur yang berdiri di belakang lagu itu, kultur orang Betawi asli dan perantau udik yang tersekap di ganggang sempit kota -- dan yang sebenarbenarnya memiliki lebaran itu. Minal aidin.......

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus