Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Maunya kreatif

Pameran seni keramik kreatif di balai seni rupa jakarta, diikuti 20 seniman & menampilkan 70 karya. dimaksudkan untuk memelihara kesenian keramik, hanya saja karya-karyanya rata-rata di bawah nilai.(sr)

25 Agustus 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

YANG benar-benar mampu melepaskan ikatan dari keramik tradisional, ternyata hanya Hildawati Sidharta -- dosen seni keramik Lembaga Pendidikn Kesenian Jakarta. Itu yang pertama bisa dilihat dari Pameran Seni Keramik Kreatif, di Balai Seni Rupa. Jakarta 30 Juli sampai dengan 18 Agustus. Pameran yang diikuti sekitar 20 senirupawan dari Jakarta, Bandung dan Yogya ini mengetengahkan lebih 70 karya. Karya-karya Hilda (pernah berpameran tunggal di Taman Ismail Marzuki) tak lagi mengingatkan bentuk-bentuk keramik tradisi: jambangan, piring, mangkuk, guci ataupun patung kecil. Yang dipamerkannya kali ini adalah karyanya yang berupa bakaran tiga lempeng tanah liat dipasang berjajar dalam satu pigura. "Seni lukis keramik" ini memanfaatkan warna yang muncul dari tanah liat yang dibakar itu sebagai bidang dan warna. Nilainya tak lagi terletak pada teknik pembuatan, bentuk dan lain-lain, tapi terutama pada kreativitasnya. Yang lain-lain masih saja membuat bentuk jambangan, piring, guci atau patung figuratif. Tentu saja tak lagi dimaksudkan sebagai alat rumah tangga misalnya, tapi dibuat terutama untuk hiasan. Pelepasan fungsi pakai itu diusahakan misalnya dengan sedikit melekukkan bagian mulut jambangan (Lekukan karya Hanif Situmorang) atau memasang duri-duri pada tubuh jambangan (jambangan Agus Ramadhi). Masih terikat pada bentuk keramik tradisional atau tidak, karya-karya ini memang tak dibuat sebagai benda pakai. Dan itulah memang yang dicari oleh Balai Seni Rupa Jakarta untuk disuguhkan. Menurut Sudarmadji, Direktur BSRJ, gagasan mengadakan pameran keramik kreatif ini karena melihat barang-barang keramik pakai sekarang sudah didesak oleh hasil industri plastik -- yang memang lebih praktis. Cuma, memang pernahkah kita menghasilkan keramik-keramik yang bermutu tinggi? Koleksi Museum Pusat Jakarta, sebagian besar adalah keramik Cina atau Jepang. Menurut Abu Ridho, 52 tahun, kurator keramik di museum tersebut, koleksi keramik Cina di situ termasuk yang terbesar di dunia. "Dan uniknya," kata Abu, "itu semua tidak kita beli atau kita barter dari Cina. Itu semua kita temukan dalam penggalianpenggalian sengaja atau tidak sengaja di Indonesia sendiri." Namun bicara tentang keramik tradisiona, memang tak bisa lepas dari "faktor alam," kata Abu. Yang dimali sud ialah bahwa di Cina dulu memang ada satu bukit yang langsung menghasiikan tanah liat bermutu tinggi sebagai bahan baku keramik. Dengan itu para pengrajin Cina tak perlu susah-payah mencampur-campur bahan. Faktor itu, siapa tahu, yang menyebabkan kita tak mewarisi karya keramik yang bagus. "Soalnya keramik sama sekali tergantung pembakarannya," lanjut Abu. "Biar disain bagus, kalau bahan baku kurang baik, bisa pecah kalau dibakar. Dan sekali pecah dalam pembakaran, sia-sia." Ditanya tentang bagaimana menilai keramik tradisional, jawab Abu: "Telgantung pada keunikan, kehalusan pengerjaan, proporsi bentuk, hiasan dan warna." Dengan berpegang pada kriteria tersebut Abu menjelaskan bahwa keramik Cina memang didukung bentuk dan warna yang indah serta seni lukisan jempol. Kriteria yang disebut Abu agaknya universil. Dengan maksud menghasilkan karya keramik pakai ataupun keramik kreatif, toh keramik tergantung pada cara-cara pengerjaan. Dan di situlah agaknya kekurangan besar keramikus kreatif kita. Dengan hanya mengambil bentuk-dasar keramik pakai lalu menambah ini-itu, memang membuat orang segan menggunakan keramik itu untuk keperluan praktis. Tapi tak berarti ia bermutu. Apalai bertahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus