Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Yang bikin salju

Yulie taymor, gadis amerika, belajar wayang kulit di wonogiri, mementaskan pertunjukan teater topeng ditim. wawancara tempo dengannya tentang mengapa ia tertarik pada boneka dan wayang dan drama. (ter)

29 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JULIE TAYMOR masih muda. Gadis Amerika ini - belajar teater sejak usia 11 tahun--keturunan Yahudi Rusia yang lahir di Israel. Di Indonesia, setelah bekerja sama dengan Rendra dalam Kisah Suku Naga ia belajar wayang kulit di Wonogiri dengan Ki Oemartopo. Ia juga punya pengalaman mendisain topeng untuk The British Theatre Group, The Oberlin Group, American Society for Eastern dan sebagainya. Juga pernah belajar dan main dalam beberapa grup di Amerika seperti Boston Children's Theater, The Open Theater, The New Village Theater. Di bawah ini rekaman wawancaranya dengan reporter Said Muchsin: T: Mengapa justru tertarik boneka dan wayang? J: Wayang dan topeng bisa masuk dalam fantasi yang luas. Apalagi wayang bagi saya punya kelehihan dibanding teater biasa. Saya ini kan orang asing. Saya melihat wayang sebagai orang asing dan berusaha meresapkannya. T: Mengapa justru menggunakan blencong dan bukan lampu listrik di belakang layar? J: Blencong (lampu minyak untuk pergelaran wayang) punya efek lebih bagus. Cobalah lihat dengan blencong yang memungkinkan bayangan dan dimensi, penonton bisa mengembara jauh dalam penghayatan, kan'? T: Sudah banyak tahu tentang wayang? J: Belum. Tapi justru dalam pementasan ini saya harus membuat dasarnya . Di Amerika sudah tentu tak dapat kita temukan mitologi wayang. tapi saya membacanya dari buku-buku. Dalam babak pertama saya tampilkan mitologi Eskimo yang juga saya peroleh dari buku-buku. Lalu saya kembangkan. T: Dalam pementasan ini anda juga menampilkan komik. J: Memang. Dan untuk menampilkannya harus ada tragik. Unsur komik saja tentu tak cukup. Maka saya masukkan pula unsur lawak. Ingat, kalau kita ingin membuat komedi tanpa ada tragedi, itu bukan komedi namanya. T: Tapi juga ada sindiran, kritik terhadap situasi masa kini. J: Lho, kalau tak bikin kritik lalu untuk apa? Tanpa kritik penonton hanya akan tertawa kosong saja tanpa arti. Manusia itu kan punya 'kegilaan-kegilaan' yang benar-benar bisa bikin dia 'gila'. Anda lihat saja adegan Harry pada babak II dan III. Kalau memuji-muji, 'kan tidak mengenai sasaran? T: Bagaimana drama yang bagus menurut anda? J: Harus menarik, ceritanya bagus, mengandung kritik, ada filosofinya punya bentuk baik, punya nilai seni dan teknik pementasannya tak mengecewakan. T: Anda tahu atau barangkali gemar akting? J: Tidak. Kalau pun saya latihan atau bermain, hanya untuk disiplin tubuh. Saya tak tahu akting. T: Apa rencana anda sekarang? J: Belum tahu. Visa saya berlaku 3 tahun dan sekarang tinggal 1 tahun 4 bulan. Saya ada niat ke Jepang mempelajari topeng. Tapi kalau bisa, saya akan memperpanjang visa dulu. Kembali pada persoalan kita tadi: dalam kehidupan modern sekarang ini, orang bisa menjadi 'gila' dan tidak mengenal lagi dirinya sendiri. Di Yogya misalnya, banyak orang meninggalkan desanya. Akibatnya tak sedikit kebudayaan Jawa yang kini mulai luntur. Ini semua saya gambarkan- dalam pementasan saya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus