Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Zaini Sehari-hari

Tulisan ajip rosidi, ketua dewan kesenian jakarta tentang almarhum pelukis zaini. ditulis dalam rangka pameran besar lukisan zaini di tim.

22 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAMERAN besar lukisan Zaini yang sedang berlangsung di Taman Ismail Marzuki, 13 - 31 Oktober, tidak melulu berarti sebuah pameran karya - melainkan juga kenangan pribadi. Beberapa tulisan telah dibuat sehubungan dengan karya dan pribadi pelukis yang meninggal ini (dan Sinar Harapan bahkan telah menerbitkan tulisan-tulisan itu berujud sebuah brosur yang disebarkan sehubungan dengan Pameran). Hanya sebagai kelengkapan potret, berikut ini sebuat lagi tulisan dari Ajip Rosidi, salah-seorang ketua Dewan Kesenian Jakarta dan rekan sekerjanya di Taman Ismail Marzuki, khusus segi yang ringan-ringan saja: ZAINI (1924-1977) tidak pernah mengeluh. Prinsip hidupnya adalah menerima apa adanya dengan hati yang tabah. Pabila ia melihat hidangan makan siang (kami makan siang bersama-sama di kantor Dewan Kesenian Jakarta) yang amat sangat sederhana, maka ia berkata: "Wah, istimewa hari ini!" Tetapi karena menu makanan selalu sederhana setiap hari, maka Zaini selalu berkata: "Wah, istimewa hari ini!" Dengan ucapan itu maka ia mendapat tambahan lauk pauk dan dapat menikmati makanan apa adanya dengan enak. Zaini sendiri makan tidak banyak. Hanya pada acara-acara tertentu saja dia makan banyak. Dalam bulan puasa H. 1397 yang lalu, beberapa orang seniman mengadu argumentasi karena perbedaan faham, Zaini datang menengahi, "Kenapa sih?" Maka masing-masing pihak mengemukakan pendapatnya sendiri-sendiri. Lalu Zaini pun memberi fatwa: "Itu namanya iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in. Kepala sama berbulu, pendapat berlain-lain." Anggota Dewan Pekerja Harian DKJ yang lain, Alam Surawijaya, sebaliknya dari Zaini. Alam selalu sakitan dan selalu mengeluh. Segala apa pun menyebabkannya mengeluh. Bahkan berita yang menyenangkan hatinya pun misalnya tentang menerima honorarium dari film disampaikannya dengan mengeluh. Alam mengusulkan agar rapat pleno DKJ bulan September diadakan sambil berbuka puasa. Dan ia pula yang mengusulkan berbagai macam makanan yang enak-enak. Tapi ketika tiba waktunya, Alam sendiri makan hanya sedikit sekali. Saya tanya mengapa dia makan sedikit. Dan dia menjawab, "Saya memang makan hanya sedikit, bung. Bukan hanya sekarang, sahur pun saya makan sedikit." "Lalu mengapa bung minta berbagai macam makanan yang enak-enak?" tanya saya. "Itulah. Saya suka kepingin makan makanan yang enak. Tapi saya takut kalau makan terlalu banyak. Saya darah tinggi, bung. Tapi kalau makan sedikit sebetulnya saya takut juga, karena saya maag." Lalu Zaini menengahi: "Kalau begitu bung Alam ini namanya hayya 'alassholah hayya 'alal-falah. Begitu salah begini salah. Hidup salah mati pun salah." Apabila ia sedang merasa kesal kepada seseorang, maka Zaini tidak mau menyebut nama orang itu. Apabila hendak membicarakan orang itu, maka dia hanya menyebut "Si Upik itu" (kalau orangnya wanita), atau "Si Buyung itu" (kalau orangnya laki-laki). Tapi kalau kesalnya kepada orang itu sudah tidak ketulungan, maka Zaini menyebutnya "Si Buyung ngengngong." Tak seorang pun di antara kami ternyata yang tahu apa arti "buyung ngeng ngong" itu, tapi tak seorang pun di antara kami pernah menanyakan artinya kepada Zaini. Biasanya kami segera tahu siapa orang yang dimaksudnya. Apabila sedang rapat atau sedang sidang, Zaini jarang sekali angkat bicara. Biasanya dia mendengarkan sambil tak henti-hentinya membuat sketsa dengan potlot atau bollpoin yang ada di tangannya. Kadang-kadang membuat sketsa orang yang sedan bicara, atau yang duduk berhadapan dengan dia. Tapi apabila ada pembicara yang nawur, atau pembicaraan menyimpang dari garis yang benar, maka dia segera mengangkat kepala dan memberi komentar: "Bagus itu. Bagus itu," dengan nada yang khas. Kami sudah tahu, apabila Zaini berbicara seperti itu, artinya dia mengejek pembicara itu. Maka meledaklah tawa kami. Tapi apabila orang yang berbicara itu seorang tamu dari luar, maka kami harus bisa menahan tawa kami, supaya orang yang bersangkutan tidak tersinggung. Zaini senantiasa bersikap ambil gampang dan dia hidup dengan mudah. Tak ada yang dapat membikin hatinya susah. Dia hidup tidak rewel. Dan ternyata ia pun mati tidak dengan susah. Orang Islam mengenal sebuah do'a, yang meminta kepada Allah swt. agar apabila dijemput Ajal, tidak usah lamalama mengalami sakratul Maut. Saya tidak tahu apakah Zaini mengenal do'a itu. Tetapi ia barangkali sama sekali tidak mengalami sakratul Maut, ketika terjatuh selagi lari-lari pagi pada hari Minggu tanggal 25 September 1977.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus