Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Yudas dan Episode Cinta Getrudis

Sudah enam tahun Getrudis mendengar pertanyaan yang sama. Ibu dari tiga anak itu hanya diam dan selalu menjawab hal yang sama.

7 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi: Tempo/Alvin Siregar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SELESAI merayakan ibadat suci Jumat Agung, hati Getrudis kembali membeku. Ia seperti seorang yang menerima pukulan secara tiba-tiba. Kaku dan tak berdaya. Suasana hening untuk merenungi penderitaan dan wafatnya Kristus tiba-tiba dihantui oleh pertanyaan yang selama ini sudah tak asing lagi baginya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Ibu, kapan Ayah pulang?” begitulah pertanyaan yang sering kali diucapkan oleh putri bungsunya, Encun. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pekerjaan Ayah belum selesai, Sayang!” begitulah jawaban Getrudis. Tak ada jawaban lain tentang kepergian Hanes, suaminya yang tak kunjung pulang itu. Sudah lama Getrudis tidak mengetahui keberadaan Hanes, begitu pun Hanes tak pernah mengirim pesan tentang keberadaannya saat ini. 

Alasan atas kepergian yang tak kunjung pulang itu pun sama sekali tidak diketahui dengan baik. Namun, hati Getrudis tetap kuat menghadapi semua peristiwa itu. Setiap hari ia terus bekerja sekuat tenaga untuk membiayai kehidupan keluarga kecilnya. 

Sudah enam tahun Getrudis mendengar pertanyaan yang sama. Ibu dari tiga anak itu hanya diam dan selalu menjawab hal yang sama. Semakin ia mencari jawaban atau alasan tentang kepergian Hanes, semakin tambah rasa benci dan dendam dalam hatinya. 

Setiap hari ia terus menampilkan wajah yang cerah di depan anaknya. Ia tak ingin kesedihan yang ia alami akan dirasakan oleh mereka. Ia ingin mereka dapat bertumbuh dan berkembang tanpa dibalut beban dan kebencian. Ia berjanji akan memberikan jawaban yang sebenarnya tentang suaminya itu setelah anak bungsunya bertumbuh menjadi dewasa. 

Untuk saat ini, ia tidak memberanikan diri untuk mengatakan yang sebenarnya. Suatu saat nanti anak-anaknya akan mengerti bahwa tidak selamanya cinta itu membuat setiap orang bahagia, tetapi sering kali cinta itu menjadi luka. Cinta hadir tanpa janji dan ketika ia pulang pasti meninggalkan luka. 

Getrudis ingin penderitaan itu cukup dia rasakan sendiri. Ia ingin buah hatinya bertumbuh menjadi anak yang baik. Diajari dan dilatih menjadi anak yang jujur. Agar kelak hidup mereka akan menjadi lebih baik dibanding kehidupan yang sedang ia alami saat ini. 

Lika-liku kehidupan Getrudis cukup rumit. Hanya sedikit orang mengalami hal yang sama dengannya. Beginilah episode tentang cinta Getrudis.

Cerita tentang cinta Getrudis dimulai saat ia menikah dengan Timotius di Makassar belasan tahun silam. Dulu, Getrudis merantau ke Makassar di usia yang masih sangat muda. Setelah lama bekerja di sebuah minimarket, Getrudis jatuh cinta kepada Timotius, dan sejak saat itulah mereka memutuskan untuk menikah. 

Setelah menikah, kehidupan Getrudis dan suaminya cukup bahagia. Saat kelahiran Tito, anak pertamanya, suasana itu tak kunjung pudar dan ketika Tito berumur tiga tahun, Getrudis kembali menerima anugerah dari Tuhan. Ia melahirkan anak kedua bagi Timotius dan mereka memberi nama Arin. 

Saat Arin berumur tiga bulan, Timotius tiba-tiba meninggal. Menurut dokter, Timotius mengalami serangan jantung. Melihat kejadian itu, Getrudis sangat terpukul. Hatinya hancur. Kebahagiaan yang ia dapatkan bersama Timotius diakhiri dengan kematian. 

Kematian Timotius saat itu sangat berat bagi Getrudis. Sejak saat itu, Getrudis mengalami trauma. Beberapa waktu kemudian, ia pun memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya di Manggarai. Ia berjanji untuk tetap menjaga dan memelihara kedua buah hatinya dengan baik. Ia percaya Timotius tetap hidup dalam tubuh anak-anaknya. Ia terus berkomitmen agar selalu menghidupkan janji pernikahan mereka dengan cara merawat kedua anaknya dengan baik.

Setelah kepulangannya dari tanah rantau, di kampung halamannya, Getrudis terus bekerja untuk memenuhi kebutuhan setiap hari. Sebagai seorang janda, ia sering kali mengerjakan pekerjaan seperti laki-laki yang sedikit berat. Tanpa takut dan malu, ia mengerjakan semuanya itu dengan cinta. 

Orang-orang yang berada di sekitarnya merasa bangga melihat dirinya yang sangat rajin itu. Mereka juga sangat kagum terhadap sikap Getrudis yang sangat bertanggung jawab dalam hal apa pun. Setiap hari Getrudis juga sangat aktif mengikuti organisasi di kampungnya dan ia terlibat aktif dalam semua kegiatan rohani di gereja.

Keluarga besarnya sering kali memintanya untuk menikah lagi. Tetapi jawaban Getrudis tidak jelas. Apakah ia mau atau tidak. Bagi Getrudis, yang lebih penting dalam hidupnya untuk saat ini adalah merawat dan menyekolahkan kedua anaknya. Saat uang hasil tabungan mulai banyak, Getrudis bermimpi untuk membuka toko kecil yang menjual kebutuhan utama masyarakat di kampungnya. Alhasil, melalui doa dan usahanya, mimpi untuk membuka toko itu pun terwujud.

Setiap tahun penghasilan dari toko kecilnya terus bertambah dan hal itu membuat ia bisa membangun sebuah rumah baru yang sedikit nyaman. Ia tidak ingin dirinya dan anak-anaknya hanya bergantung pada kedua orang tuanya, meskipun mereka memaksa dia untuk tinggal bersama. Namun Getrudis ingin menjadi seorang yang mandiri. Ia menjadikan dirinya dua jiwa, meskipun dalam satu badan. Menjadi ibu sekaligus ayah untuk kedua anaknya.

Kehidupan menjadi seorang janda memang sering kali menghadapi tantangan. Ia sering kali dituduh menggoda suami para ibu muda sekampungnya. Mendengar itu, Getrudis hanya diam. Ia sama sekali tidak menghiraukan itu. Ia tetap menampilkan diri sebagai orang yang bekerja keras. 

Ketika Tito dan Arin mulai mengenyam pendidikan di sekolah dasar, bisnis Getrudis terus meningkat. Toko yang dulunya kecil diperbesar lagi. Getrudis merasakan semua itu sebagai sebuah capaian yang luar biasa. Rasa duka atas kematian suaminya perlahan memudar. Ia percaya segala kesuksesan berkat doa almarhum suaminya. 

Menjadi seorang janda yang sukses tentu banyak memikat hati para lelaki. Banyak lelaki melamar Gertrudis untuk menikah lagi. Namun hati Getrudis masih bimbang. Ia takut semua peristiwa yang telah menimpa dirinya akan terjadi lagi. Hanya karena paksaan dari keluarganya, Getrudis menerima lamaran seorang lelaki yang mengaku dirinya seorang duda. Lelaki itu adalah Hanes. 

Di saat Getrudis memulai kehidupan barunya dengan Hanes, ia masih berjanji tidak akan meninggalkan kedua buah hatinya. Ke mana pun ia pergi, kedua anaknya tetap bersamanya. Keputusan itu pun diterima oleh Hanes.  

Memulai membangun rumah tangga yang baru seperti sesuatu yang baru bagi Getrudis. Hal itu terjadi karena Getrudis sama sekali belum mengenal sifat dan tingkah laku Hanes. Berbeda dengan saat ia menikah dengan Timotius dulu, sifat dan tingkah laku Timotius pun dimengerti semua oleh Getrudis. Karena ia dan Timotius berpacaran kurang-lebih tiga tahun lamanya.

Setelah mereka hidup bersama, setiap hari Getrudis selalu taat kepada sang suami. Ketika Hanes meminta untuk membeli sebuah sepeda motor baru, Getrudis mengiyakan permintaan itu. Ia percaya semua itu akan membantu bisnis dan kehidupan rumah tangga mereka. 

Waktu terus berjalan, Getrudis kembali mengandung. Berita itu pun membuat kedua orang tua Getrudis sangat bahagia. Sudah lama mereka merindukan seorang cucu baru untuk mewarnai kehidupan mereka setiap hari. Sebelum Getrudis melahirkan, ia mendadak diam setelah Hanes mengakui dirinya yang sebenarnya.

“Getrudis, mudah-mudahan engkau akan memaafkan aku!”

“Salahmu apa?” tanya Getrudis dengan suara yang sedikit bingung. Ia tahu selama ini Hanes telah menjadi seorang suami yang baik, meskipun ia sering kali meninggalkan Getrudis untuk menjenguk ayah dan ibunya.

“Aku Getrudis...” Hanes tidak bisa melanjutkan kata-katanya.

Getrudis mendekat dan memeluk Hanes.

“Ceritakan semuanya kepadaku,” bisik Getrudis dengan pelan di telinga Hanes.

Hanes tetap saja diam.

“Ayolah, Sayang, ceritakan semuanya kepadaku,” suara Getrudis sedikit manja dan ia melanjutkan, “Jika kedua orang tuamu sakit, ajak mereka untuk tinggal bersama kita. Rumah kita kan masih luas. Masih ada dua kamar yang kosong.”

Getrudis kaget suara tangisan Hanes menjadi-jadi. Tito dan Arin dengan cepat menghampiri sumber suara itu.

“Ayah kenapa, Bu?”

“Dia baik-baik saja, Sayang. Silakan lanjut belajar kalian.”

“Baik, Bu,” jawab Tito dan ia melanjutkan, “Jika terjadi apa-apa dengan Papa, harus ceritakan kepada kami, Bu!”

“Oke, Sayang.”

“Selama ini aku telah berbohong kepadamu,” tiba-tiba Hanes melanjutkan lagi.

“Semua manusia memiliki masalah Hanes. Tidak ada yang luput dari semua itu. Semua masalah menjadi pelajaran bagi kita untuk tetap berjalan melewatinya. Tidak ada manusia hidup tanpa ada masalah. Lihat saja aku, dulu selalu menghadapi berbagai masalah dan berbagai tantangan. Aku telah melewati itu semua dan telah memetik hasil dari semua perjuanganku itu.”

“Aku masih mempunyai istri dan anak!”

“Haaaaaaaaa….!” Getrudis kaget dan ia pun serentak diam. Air matanya mendadak mengalir. Beberapa saat kemudian, ia jatuh pingsan.

Hanes panik kemudian memanggil Tito untuk membawakan air.

“Apa yang terjadi dengan Ibu?”

Hanes hanya diam.

Setelah beberapa jam kemudian, Getrudis kembali sadar. Tito dan Arin langsung mendekatinya.

“Ada masalah apa, Bu?”

Getrudis hanya diam dan suara tangisannya terus menjadi-jadi. Ia menyadari penderitaan yang dia hadapi dulu akan segera dimulai kembali. Peristiwa kematian suami pertama Getrudis telah membawa luka baginya dan kebohongan yang dilakukan Hanes terhadap dirinya menjadi penderitaan baru baginya saat ini.

Getrudis berusaha untuk menenangkan diri. Ia menerima semua itu sebagai bagian dari hidupnya. Kebohongan Hanes menjadi awal penderitaan baru baginya. Setelah ia melahirkan anak perempuan bagi Hanes, kehidupannya sangat jauh berbeda. Bisnisnya menurun. Semangatnya untuk bekerja perlahan memudar. 

Kedua orang tuanya tetap memberikan kekuatan bagi dirinya. Mereka selalu menemani kehidupan Getrudis dan memintanya untuk menerima semua masalah itu sebagai takdir dalam kehidupannya. 

Encun, anak bungsunya, selalu ia rawat dengan cinta yang besar sama seperti ia merawat Tito dan Arin. Ketika Hanes tak kembali lagi dalam kehidupan mereka, ia tetap berusaha dan bekerja seperti seorang janda yang telah dilaluinya.

***

SETIAP hari Getrudis terus memikirkan pertanyaan dari anak bungsunya, Encun, yang sama sekali tidak mengenal wajah ayahnya.

“Ibu, kapan Ayah pulang?” 

“Ayah sudah mati!” Getrudis berani menjawabnya pada suatu kesempatan.

“Kapan ia mati?” 

“Hanes telah mati sejak ia meninggalkan kita!”

“Ia belum mati, Encun!” sambar Tito dan ia melanjutkan, “Ia seperti Yudas Iskariot yang telah menjual dan mengkhianati Yesus!”

Encun diam dan matanya memandang ibunya yang serentak diam.

“Bu, benarkah Ayah seperti Yudas si pengkhianat itu?”

Getrudis diam. Suara tangisannya terus menjadi-jadi.   


Maumere 2024

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Kirimkan cerita pendek Anda ke [email protected] dan cc ke [email protected]. Lengkapi dengan biodata singkat, foto diri, alamat lengkap, dan nomor rekening. Cerita belum pernah dimuat di manapun, termasuk media sosial. Waktu tunggu penerbitan enam pekan.

Safry Dosom

Safry Dosom

Nama pena Saverinus Dosom. Lahir di Raca-Manggarai Barat pada 24 september 2001. Sekarang, ia masih menekuni filsafat di Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero-Maumere

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus