Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

<font face=arial size=1 color=brown><B>Brigjen Polisi Sutjiptadi: </B></font><BR>Tak Ada Perintah Mengerem Penyidikan

17 Desember 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Santap malam itu berlangsung singkat. Tapi Sutjiptadi, 55 tahun, enggan segera beranjak dari meja makan. Jenderal polisi berbintang satu ini masih semangat bicara tentang pentingnya konservasi hutan bagi anak-cucu. Setelah berpindah tempat ke ruang tamu rumahnya, ia masih menyinggung pula dampak pemanasan global dan pentingnya penegakan hukum lingkungan di Indonesia sambil memutarkan dua film.

Sutjiptadi tak cuma bicara. Sejak dilantik menjadi Kapolda Riau pada Januari 2007, ia tak berhenti memberantas praktek pembalakan liar yang berlangsung menahun di bumi lancang kuning itu. Hasilnya luar biasa. Dalam tempo delapan bulan, polisi sudah menetapkan ratusan tersangka. Di antara mereka ada beberapa cukong dan pejabat Dinas Kehutanan setempat.

Salah satu temuan operasi yang paling spektakuler adalah "bukit kayu" sepanjang 15 kilometer di Kabupaten Indragiri Hilir. Lokasinya jauh dari jalan umum dan hanya bisa dilihat dari udara. Maka, Kapolri Jenderal Polisi Sutanto dan Jaksa Agung Hendarman Supandji harus menggunakan helikopter untuk memeriksa kayu bernilai puluhan miliar rupiah itu, Agustus lalu.

Aksi Sutjiptadi tak hanya membuat gerah cukong kayu di Riau, tapi juga menyengat Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban. Maklum, penelusuran polisi mengantar ke pangkal perkara: izin Menteri Kehutanan. Sebaliknya, Kaban menuduh operasi itu dilakukan serampangan dan tanpa koordinasi dengannya. Akibatnya, perusahaan kayu legal jadi korban, dan ribuan karyawan terancam menganggur. Selain mengadu ke Presiden Yudhoyono, Kaban juga meminta Kapolri Sutanto mengevaluasi Sutjiptadi.

Tak cuma bersinggungan dengan sesama pejabat pemerintah, ketegasan Sutjiptadi kerap membuatnya menuai bujukan maupun ancaman. Beberapa kali stafnya mengembalikan koper berisi uang ke pengirimnya. Lain waktu datang teror terhadap diri dan keluarganya yang membuatnya mendapat pengawalan ketat.

"Saya cuma pengen jadi polisi jujur. Orang jujur itu tidurnya enak," begitu katanya tentang sikap tegas tanpa komprominya. Kepada Nugroho Dewanto, Widiarsi Agustina, dan Martha Warta Silaban dari Tempo, Sutjiptadi menjawab sejumlah pertanyaan.

Apa yang melatarbelakangi tindakan Anda memberantas pembalakan liar?

Sewaktu saya dipindah ke Riau, kawasan ini sedang dirundung banyak bencana: banjir, kabut asap, dan tanah longsor. Kami juga menerima laporan masyarakat tentang parahnya kerusakan lingkungan. Banyak media juga menyebut kerusakan hutan Riau nomor satu di dunia. Padahal, sebagai polisi, kami harus bisa menyelamatkan keka-yaan negara, antara lain hutan, tambang, dan ikan.

Apakah ada arahan dari atasan?

Kapolri secara khusus memang meminta kami serius memberantas illegal logging dengan menangkap para cukong. Menteri Kehutanan juga mulanya begitu. Menurut dia, keberhasilan polisi menangani illegal logging bukan karena banyaknya truk yang ditangkap, tapi bagaimana polisi bisa menangkap para cukong. Kalimat itulah yang memacu kami.

Lalu, apa yang Anda lakukan?

Ini bukan pekerjaan gampang. Pemberantasan pembalakan liar tak bisa jalan jika tidak ada kerja sama dengan instansi lain. Kami butuh data dan pemahaman khusus tentang lingkungan. Karena itu, saya berkonsultasi dengan ahli kehutanan, antara lain dengan adik saya sendiri yang bekerja di Dinas Kehutanan. Juga teman SMA saya yang kini guru besar kehutanan Universitas Gadjah Mada, Profesor Suhardi.

Apa yang Anda pelajari?

Semua saya pelajari. Mengapa banyak kayu haram lolos dari pengawasan Dinas Kehutanan dan polisi? Padahal, selain menebangnya bersuara, pengangkutannya pun melalui jalan raya. Yang menjadi masalah justru perusahaan yang punya izin tebang. Soalnya, ketika dokumen mereka diteliti, banyak yang tak sesuai dengan prosedur. Apalagi kami menemukan banyak penebangan yang dilakukan tak cocok dengan ketentuan dokumen resminya.

Dari mana Anda menerima informasi?

Kami menerima banyak laporan pelanggaran. Misalnya adanya amdal fiktif, teknik penebangan yang salah, hingga kawasan gambut dan hutan lindung yang harusnya tak disentuh justru menjadi sasaran. Juga mengapa masih ada kepala daerah yang mengeluarkan izin penebangan, padahal kewenangan itu sudah dicabut sejak 2002.

Tim Anda saat itu sudah terjun ke hutan?

Belum. Tim kami baru bergerak setelah pelatihan selesai. Waktu itu saya baru masuk Riau dan sedang membenahi internal organisasi. Beberapa pejabat kami geser. Baru setelah itu, kami membentuk tim khusus. Sengaja tiga tim agar mereka tetap independen dan saling mengontrol. Tim itu juga didukung Mabes Polri.

Seberapa penting pelatihan itu bagi para polisi?

Begini, kemampuan polisi menangani kasus lingkungan sangatlah minim. Khusus pembalakan liar, misalnya, mereka hanya tahu bahwa kayu itu harus punya dokumen. Pengangkutannya juga tak boleh melebihi muatan. Soal barang yang dibawa menyalahi dokumen, itu tidak menjadi perhatian. Nah, kalau hanya memeriksa muatan, ngecek ada-tidaknya dokumen, enggak usah polisi, hansip juga bisa. Sebagai penegak hukum, polisi tak boleh bekerja asal-asalan. Akibatnya, mereka bisa melanggar hukum. Karena itu, sebelum polisi bertindak, saya minta mereka belajar dulu.

Berapa lama?

Setiap hari selama hampir dua bulan di rumah dinas saya. Biasanya setelah makan malam hingga larut malam, bahkan sampai subuh. Pesertanya 45 orang, level letnan dan kapten. Agar pemahaman lebih komprehensif, kami hadirkan ahli kehutanan dari UGM dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Selain materi tentang hutan, kami juga brainstorming tentang kesulitan yang ditemui selama menangani kasus pembalakan liar. Kenapa banyak kasus pembalakan yang akhirnya lepas ketika sampai pengadilan. Kami juga membikin pola dan mendiskusikan bagaimana caranya kami bisa masuk hutan. Soalnya, meski menurut Instruksi Presiden Tahun 2005 polisi dibolehkan masuk hutan, kami tak mau gegabah.

Mulai kapan tim khusus Anda diterjunkan ke lapangan?

Maret 2007. Sebelumnya kami menggelar operasi penangkapan di jalanan. Dari operasi itu, kami menemukan banyak kayu tak bersurat. Ada juga yang dokumennya lengkap tapi barangnya tak cocok dengan dokumen. Kami akhirnya meminta mereka membawa kami ke hutan dan mengecek lokasi penebangan. Mulailah kami masuk hutan dan melihat blok tebangan.

Apa saja temuan tim di lapangan?

Selain menemukan kayu tak berdokumen, kami menemukan indikasi penyimpangan izin oleh sejumlah perusahaan, terutama di kawasan hutan tanaman industri. Kasus yang sering terjadi adalah izin kayu chip dipakai untuk kayu alam.

Misalnya, kayu chip seharusnya berdiameter maksimal 30 sentimeter, panjang tak lebih dari 130 sentimeter. Tapi yang kami temukan, diameternya lebih dari 30 sentimeter. Panjangnya lebih dari 130 sentimeter. Kayu itu dibawa puluhan truk hanya dilengkapi izin kayu chip. Setelah ditelusuri, ternyata ditujukan ke sejumlah perusahaan pengolahan bubur kertas. Kami menyita puluhan ribu kubik. Kalau dijejer, panjangnya 15 kilometer.

Artinya, ada penyalahgunaan izin?

Ya. Seharusnya pemberian izin HTI diberikan di lokasi yang rusak atau berupa lahan semak belukar. Begitu pula di kawasan lahan gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter. Kawasan ini dilindungi dengan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Faktanya, lokasi HTI itu berada di kawasan hutan lindung dan hutan alam. Akibatnya, mereka malah merusak hutan lindung dan hutan alam serta menebangi pohon yang sudah berumur tua yang kemudian dijual.

Bagaimana dengan izin yang dikeluarkan bupati?

Seharusnya kewenangan itu sudah dicabut sejak 2002. Jadi, perusahaan harus mendapatkan izin dari Menteri Kehutanan serta mendapat persetujuan DPR dan penelitian lembaga independen. Jika tidak, bisa melanggar UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, terutama soal perubahan fungsi kawasan hutan.

Dari hasil penyelidikan Anda, siapa saja yang terlibat?

Karena ini kejahatan korporasi, tersangkanya banyak dan hampir di semua lini. Pemegang izin legal, oknum instansi kehutanan, semua berpeluang terlibat. Jadi, kalau tindakan polisi dianggap mencari-cari kesalahan pemegang izin dan pejabat kehutanan, itu sangat tidak tepat.

Maksudnya?

Karena muaranya soal izin, kami terpaksa meminta keterangan si pemberi izin dan yang mengeluarkan keputusan. Tak ada niat politis. Kami murni melakukan tugas.

Apa kesalahan perusahaan pemegang izin itu?

Ibarat pengendara motor, meski punya SIM, kalau menabrak marka, ya, tetap ditilang. Kendati punya izin, kalau menebang kayu bukan di areanya, bukan jenis pohon yang diatur dalam ketentuan, ya, tetap kita sidik.

Penebangan liar kan bisa juga dilakukan warga biasa.

Warga biasa tak mungkin melakukan sebesar itu. Medannya sulit untuk memperoleh kayu bagus. Hanya bisa dilakukan menggunakan peralatan lengkap. Dan peralatan itu harganya mahal. Kami menemukan 126 unit ekskavator di tengah hutan. Hanya perusahaan bermodal luar biasa besar yang sanggup melakukan itu. Kecil kemungkinan mereka berdiri sendiri tanpa ada kerja sama dengan pemegang izin sah atau pejabat berwenang. Janganlah masyarakat kecil yang selalu dikambinghitamkan.

Berapa taksiran kerugian negara akibat pembalakan liar itu?

Triliunan rupiah. Itu belum termasuk kerugian ekologis yang harus ditanggung pemerintah dan rakyat akibat bencana lingkungan seperti banjir, tanah longsor, dan asap.

Semua cukong sekarang sudah terjaring?

Sudah. Kami sudah melakukan penahanan, beberapa juga sudah mulai kami cekal.

Nama-nama tersangka sudah ditetapkan?

Ada di sini semua (menunjuk tumpukan berkas-Red.). Tapi kita semua kan harus menghormati asas praduga tak bersalah. Proses penyidikan terus berlangsung. Saya sudah memprediksi, proses ini akan panjang.

Modus pembalakan liar semakin canggih?

Begitulah. Kejahatan korporasi biasanya amat rapi. Polisi pun, kalau enggak menguasai tekniknya, juga menganggap benar.

Anda sadar ketika memulai aksi ini akan berhadapan dengan para pengusaha besar?

Sadar, sesadar-sadarnya. Menurut saya, di era reformasi seperti sekarang ini, sudah saatnya kita berani berbuat dan mengatakan apa adanya. Jika benar katakan benar, salah katakan salah.

Bagaimana polisi bisa bersikap tegas, sementara gaji masih di bawah standar.

Mereka mendapat tunjangan operasional dan kompensasi dari hasil lelang kayu yang kita temukan.

Melihat berbagai fasilitas operasi yang diperlukan, dari mana polisi mendapat dukungan dana?

Dari anggaran yang ada. Ya, dicukup-cukupin. Selain itu, banyak kejuangan yang kami lakukan. Melihat kerugian negara yang besar, kami memilih terus. Kadang-kadang terpikir, kok nekat juga. Misalnya helikopter pernah terdampar dua malam di tengah hutan, menunggu suku cadang. Padahal di situ daerah gajah.

Bagaimana Anda menjamin integritas anak buah?

Saya minta mereka, dengan keyakinan masing-masing, bersumpah di depan Merah Putih untuk mengatakan benar adalah benar. Soalnya, apa yang kami lakukan sekarang ini berkaitan dengan kelangsungan hidup anak-cucu. Apalagi, dalam lima tahun ini, kami ditantang untuk membangun kepercayaan rakyat terhadap polisi. Ini program Kapolri. Untuk membangun trust, nomor satu adalah kejujuran.

Kejuangan itu sungguh berat ya.

Sebenarnya iya. Tapi semua itu tergantung panutan. Panutan saya adalah Kapolri. Beliau sudah membuktikan. Salah satu di antaranya dengan melawan perjudian. Dan beliau berhasil. Sekarang saya diberi kepercayaan mengurusi daerah yang hutannya kebobolan. Ini menjadi prioritas dan kami bertekad membongkar jaringan pembalakan liar. Saya sendiri berprinsip, di mana kita bertugas, kita harus berbuat yang positif.

Mengapa tindakan memberantas pembalakan liar ini sempat dibawa ke tim Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan?

Tim dari Menteri Koordinator bertujuan memperlancar penyidikan. Menteri Koordinator juga menilai pekerjaan kami. Dan ternyata, saya diperintah jalan terus. Kalau saya salah, mungkin proses ini dihentikan.

Langkah polisi meminta keterangan Menteri Kehutanan dianggap menyinggungnya?

Saya tidak merasa menyinggung. Apa yang saya lakukan hanya untuk mengungkap fakta hukum dan fakta lapangan.

Menteri Kehutanan bahkan minta Kapolri mengevaluasi Anda.

Ya, beliau ingin supaya ada evaluasi atas pekerjaan saya. Mungkin, sebagai Kapolda, saya perlu diganti. Saya katakan saja bahwa polisi tak bisa mengganti kepala pasar. Tolong jabarkan sendiri maksudnya.

Anda pernah ditegur Kapolri?

Kapolri hanya menegaskan, yang penting fakta hukum dan fakta lapangannya jelas. Yang penting kepada Kapolri itu tidak berbohong dan tidak mengada-ada. Semua ada faktanya.

Jadi, Anda direm pun tidak, ya?

Tidak ada perintah mengerem penyidikan. Memang, supaya tak terlihat bertengkar, kami diminta tak usah banyak bicara, tapi jalan terus saja.

Anda terlihat bangga sekali terhadap Kapolri.

Yang membikin saya semangat kan panutan saya, Kapolri. Beliau itu orangnya konsekuen. Sekali mengatakan jalan, ya, jalan terus. Sekali mengatakan iya, betul-betul iya. Beliau tak pernah mencabut omongan.

Meskipun tekanan ke Kapolri cukup tinggi.

Ha-ha-ha, saya tidak tahu. Tapi se-andainya Kapolri bukan Pak Sutanto, saya juga mikir dua kali. Karena, tanpa back-up dari atasan, saya juga akan sia-sia. Bukan karena takut dicopot.

Tapi keseriusan polisi masih harus diuji.

Sesuai dengan UUD 1945, negara kita itu negara hukum. Semua warga negara sama kedudukan dan harus patuh pada hukum. Mulai dari rakyat sampai pemimpin, termasuk juga polisi. Kalau kami salah, kami juga dipidana, kok. Masalahnya sekarang kita mau konsekuen melaksanakan atau enggak. Menurut saya, di era reformasi seperti ini, kita harus apa adanya.

Bagaimana tanggapan masyarakat Riau terhadap tindakan Anda?

Tanyakan saja sama mereka. Jangan tanya saya. Pokoknya, saya bekerja, itu saja. Hanya memang saya menerima segunung surat dukungan. Kalau mau baca, silakan.

Ada enggak yang menghalangi tindakan Anda?

Paling opini di surat kabar lokal yang mengatakan saya begini, begitu. Tapi saya jalan terus. Kami bekerja berdasar fakta dan bukti lapangan saja. Saya tidak merekayasa. Ada berita acara, bukti laboratorium, dan bukti pelanggaran. Semua saya dokumentasikan dan saya filmkan.

Pembuatan film itu atas perintah Kapolri atau inisiatif Anda sendiri?

Inisiatif saya. Selama ini, polisi dituduh tidak memperhatikan lingkungan. Nah, inilah bukti kami telah berbuat untuk lingkungan. Selain itu, film-film itu juga untuk keperluan di persidangan nanti. Melengkapi sejumlah bukti yang kami ajukan, pemeriksaan, foto, bukti laboratorium. Saya berharap, film ini juga bisa menjadi pembelajaran bagi internal polisi bagaimana kami harus menyelamatkan lingkungan.

Apakah sekarang pembalakan liar benar-benar berhenti di Riau?

Masih ada, tapi kecil-kecil. Kalau saya katakan tak ada sama sekali, rasanya hiperbolik. Yang jelas, sekarang tak ada lagi truk yang membawa kayu ilegal. Truk yang hilir-mudik isinya kayu akasia. Enggak apa-apa karena sesuai dengan dokumen. Kami juga masih melakukan pemeriksaan, jangan-jangan di luar akasia, ternyata ditemukan log seperti kemarin-kemarin.

Bagaimana dengan rencana memeriksa Gubernur Riau?

Saya dengan Gubernur itu baik. Kami sering bertemu, berdiskusi, dan berkoordinasi. Tapi hukum tetap hukum.

Ada yang bilang, Anda hanya mengurus pembalakan liar, padahal masih banyak persoalan lain yang harus ditangani polisi di Riau?

Sebenarnya banyak yang kami lakukan, tidak sekadar pembalakan liar. Secara simultan, kami juga membongkar jaringan ekstasi, perjudian, dan berbagai penyelundupan, dari barang bekas, komputer, hard disk, sampai minyak sawit. Hanya yang paling besar memang soal pembalakan liar, sesuai dengan situasi wilayahnya.

Sutjiptadi

Pangkat: Brigadir Jenderal Polisi

Tanggal Lahir: 2 Desember 1952

Pendidikan:

  • Fakutas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 1972
  • Akabri Bagian Kepolisian, lulus 1975
  • Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, lulus 1989

Karier:

  • Kapolwil Bojonegoro, Jawa Timur, 2000-2002
  • Inspektorat Polda Jawa Timur, 2002-2003
  • Kepala Biro Bangpers Desumdaman Mabes Polri, 2003-2006
  • Kapolda Riau, 2006-sekarang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus