Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KETIKA pemerintah sedang mengejar pertumbuhan ekonomi, angka angka ini sama sekali tak menghibur. Tahun 2009 masih menyisakan sebulan, tapi sudah bisa dipastikan target pertumbuhan industri tak tercapai.
Ketika kegiatan ekonomi lesu, pemerintah sebetulnya berharap sektor industri masih mampu tumbuh 2,5 persen. Namun, hingga akhir September lalu, industri hanya tumbuh 1,72 persen. Menteri Perindustrian yang belum genap dua bulan menjabat, Mohamad Sulaiman Hidayat, pun "melempar handuk". Dia memangkas target itu menjadi hanya 1,8 persen.
Beberapa sektor industri malah menunjukkan angka lebih suram. Industri tekstil dan alas kaki, misalnya, malah minus 0,76 persen. Logam dasar besi dan baja menyusut minus 7,19 persen, industri alat angkut dan mesin minus 5,35 persen.
Pekerjaan yang harus dituntaskan Hidayat sudah berderet. Apalagi, Januari nanti, perdagangan bebas ASEAN + Cina sudah dimulai. Sebagai pengusaha sekaligus Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (jabatannya baru dilepas Januari nanti-Red.), Hidayat tentu sangat paham rupa rupa persoalan itu.
Kepada anak buahnya, dia juga sudah memberikan berbagai target dan indikator kinerja yang harus dikejar. "Saya bilang ke mereka, kalau indikator kinerja saya tidak jalan, saya akan digantung Presiden," kata Hidayat, terbahak. "Tapi, sebelum saya digantung, saya akan menggantung Anda dulu." Pekan lalu, Hidayat berbincang lancar dengan Tempo di kantornya.
Sejak 1997, pertumbuhan industri terus melambat dan kontribusi ke PDB turun. Apa masalahnya?
Saya harus mengakui, pertumbuhan industri terus turun. Kami juga sudah mengoreksi target pertumbuhan industri, dari 2,5 persen menjadi 1,8 persen. Kendalanya banyak. Selain krisis global, investasi di bidang industri memang belum menarik. Pertama, masalah kepastian usaha dan hukum. Investasi industri selalu berjangka menengah dan panjang. Di industri agro, masalahnya kepastian kepemilikan lahan. Kedua, soal insentif. Beberapa industri ingin mendapatkan insentif pajak produk mereka yang akan diekspor.
Indonesia dikhawatirkan sedang menuju deindustrialisasi. Apa yang akan dilakukan pemerintah?
Kami sudah punya roadmap untuk lima tahun ke depan. Mulai industri besar, seperti semen, petrokimia, pupuk, hingga industri yang banyak menyerap tenaga kerja, misalnya tekstil, garmen, dan furnitur. Satu per satu akan saya teliti masalahnya. Hampir semua asosiasi akan saya undang. Saya di sini tiap hari menerima sekitar lima asosiasi. Saya berjanji akan membantu penuh. Tugas saya melakukan reindustrialisasi.
Apa saja fokus kebijakannya?
Ketika diangkat sebagai Menteri Perindustrian, saya harus menandatangani beberapa indikator kunci untuk mengukur kinerja. Pertama, merevitalisasi semua pabrik gula. Kedua, revitalisasi pabrik pupuk. Ketiga, mengkaji kemungkinan meningkatkan produktivitas industri semen. Namun, setelah saya bertemu para industrialis semen, ternyata kapasitas produksi pabrik semen masih lebih dari cukup. Kapasitas produksi industri semen Indonesia sekarang sekitar 48 juta ton, sedangkan kebutuhan dalam negeri hanya 36 juta ton per tahun.
Tapi kenapa harga semen di beberapa daerah di Indonesia bagian timur begitu mahal?
Tingginya ongkos transportasi membuat harga semen luar biasa mahal, misalnya di Papua dan Maluku, bisa Rp 1 juta per sak. Untuk menekan biaya logistik, Semen Gresik akan membangun pelabuhan untuk kantong sak semen di Manokwari. Langkah berikutnya, membangun pabrik semen di sana. Saya sudah bertemu Managing Director Freeport McMoran, Richard C. Adkerson. Dia berjanji akan menanam investasi untuk membangun pabrik semen di Papua. Kapasitas produksinya 500 ribu ton per tahun. Sebagian semen itu untuk kepentingan dia, sebagian dilepas ke masyarakat.
Masalah utama industri pupuk adalah pasokan gas. Bagaimana solusinya?
Saya berkoordinasi dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara. Pupuk Kaltim bahkan siap berekspansi dengan investasi US$ 500 juta. Tapi semua rencana itu akan jalan kalau ada gas. Saya sudah bertemu Direktur Jenderal Minyak dan Gas, Evita Legowo, dan sudah mendapatkan komitmen pasokan gas jangka panjang.
Bagaimana dengan masalah kemacetan arus barang di pelabuhan?
Meski itu bukan bagian dari indikator kinerja, melancarkan arus barang termasuk program utama 100 hari Departemen Perindustrian. Dalam rapat koordinasi bidang ekonomi disepakati, selain akan dibersihkan dari pungutan liar, pelabuhan akan beroperasi 24 jam seperti di Singapura. Kalau tidak beroperasi penuh, antrean barang bakal mengular dan menimbulkan biaya tinggi. Rencana itu sudah disetujui dan ada kemungkinan akan berlaku mulai 1 Januari nanti. Perbankan juga harus mengikuti, beroperasi 24 jam.
Tahun ini target pertumbuhan industri gagal terpenuhi. Hingga akhir jabatan Anda, berapa target pertumbuhannya?
Saya diberi target, dalam lima tahun industri harus tumbuh minimum 6,5 persen.
Tapi, sebagian ekonom berpendapat, industri sebenarnya bisa tumbuh hingga 9 persen?
Ya, tapi target saya sekitar 6,8 persen. Untuk mengejar pertumbuhan ekonomi 7 persen, kabinet ini tidak bisa business as usual. Harus ada terobosan terobosan. Kalau hanya business as usual, target kita tak akan tercapai. Nanti saya malu dong, ha ha ha.
Tahun depan berapa targetnya?
Antara 2,5 persen dan 3 persen. Maka, semua komitmen itu, termasuk kerja sama pabrik baja Korea Selatan, Posco, dengan Krakatau Steel, akan terus dikejar. Saya tawarkan juga ke beberapa asosiasi supaya mereka mau berinvestasi di industri pengolahan. Misalnya di sektor hilir minyak kelapa sawit mentah.
Apa ada insentif untuk menarik investasi di sektor hilir ini?
Saya sudah berbicara dengan Menteri Keuangan. Semua akan mendapat insentif dan disinsentif. Saya akan mengusulkan tax holiday. Ini kan hanya soal bayar pajak di muka atau di belakang? Kalau mau narik investasi, ya jangan tagih pajak di muka. Nah, setelah berproduksi, atau sudah untung, silakan kalau mau menarik pajak.
Apa tax holiday bisa menarik investasi?
Anda tahu Pudong di Cina? Sepuluh tahun lalu, daerah itu masih padang rumput. Pemerintah Cina lalu menawarkan kepada para investor-salah satunya Henry Onggo (pemilik gedung Landmark dan bos Grup Ratu Sayang-Red.)-yang mau membangun properti di Pudong, tax holiday selama beberapa tahun, kemudahan perizinan, dan kredit murah. Investor baru mencicil pada tahun kelima. KiniPudong menjadi kota industri besar.
Seperti apa insentif untuk industri hilir minyak sawit?
Diharapkan, nanti ekspor minyak sawit tidak lagi dalam bentuk mentah, tapi produk turunannya. Nanti akan ada semacam kuota untuk memenuhi kebutuhan industri pengolahan dalam negeri. Saya akan minta Menteri Keuangan memberi insentif pajak untuk suplai minyak sawit ke industri pengolahan, dan memberi penalti untuk ekspor di luar kuota ekspornya.
Ada yang berminat?
Beberapa pekan lalu saya menyertai Presiden ke Malaysia. Di sana saya sempat berbicara dengan CEO Sime Darby (salah satu perusahaan minyak sawit terbesar di dunia-Red.), Ahmad Zubir bin Murshid. Dia punya kebun 300 ribu hektare di Indonesia. Saya bilang, dia tidak bisa lagi memperluas kebun, tapi kalau mau membangun industri pengolahan minyak sawit, semua fasilitas saya berikan. Dia mengatakan tertarik.
Apa sektor prioritas lainnya?
Industri gula akan melakukan ekspansi. Masalahnya, untuk memenuhi kebutuhan gula rafinasi, gula mentahnya hampir 90 persen masih diimpor. Target saya, harus ada investasi untuk memenuhi kebutuhan gula rafinasi itu, termasuk untuk produksi gula mentahnya. Prioritas kedua, industri pengolahan berbasis pertanian dan perikanan.
Tadi Anda bertemu delegasi pengusaha Cina. Apa yang dibicarakan?
Mereka asosiasi pengusaha alat berat. Anggotanya 3,2 juta industrialis. Saya tawari mereka berinvestasi di industri galangan kapal. Mereka setuju. Semua peluang itu saya ambil.
Apa revitalisasi industri gula hanya sebatas mengganti mesinnya?
Industri gula itu industri tua. Mesinnya rata rata sudah berumur lebih dari 25 tahun. Supaya efisien, mesin harus diganti. Juga ada 17 pabrik gula baru yang akan dibangun. Total kebutuhan investasinya Rp 10 triliun. Konsorsium bank yang dipimpin BRI sudah setuju memberikan kredit. Target pertumbuhan hingga 2014 adalah 7 persen.
Sebagian industri dicap tak pernah beranjak dari sekadar "tukang jahit".
Di sektor otomotif, memang disayangkan sebagian besar masih sekadar merakit. Cita cita saya, suatu waktu Indonesia punya mobil nasional. Saya berharap, dalam lima tahun ini, paling tidak bisa lahir embrio mobil nasional. Soal teknologi mungkin sebagian masih mengadopsi negara lain. Korea Selatan dan Malaysia dulu kan juga begitu? Saya sudah berbicara dengan Presiden, dan beliau mengatakan, "Silakan dicoba saja."
Seberapa besar ancaman produk Cina?
Kemarin Hartarto (mantan Menteri Perindustrian-Red.) meluncurkan bukunya. Dalam kesimpulannya dia mengatakan industri Indonesia harus mampu bersaing dengan negara lain karena potensinya besar. Tapi, khusus dengan Cina, jangan dulu. Produk industri Indonesia masih kalah bersaing melawan Cina. Prinsip industrialis Cina itu, kalau mau berkompetisi, produk mereka harus murah, tapi tetap menguntungkan.
Kok, harga produk Cina di Indonesia bisa lebih murah dibanding produk lokal?
Barang Cina bisa murah karena bunga kredit bank sangat rendah lantaran disubsidi bank sentral. Kedua, margin mereka kecil, karena yang dikejar skala penjualannya. Kalau Anda pasang margin 10 persen, mereka mungkin berani hanya 2 persen. Ketiga, ongkos buruh murah karena disubsidi pemerintah juga. Ditambah lagi, banyak produk Cina yang masuk Indonesia lewat jalur ilegal.
Bagaimana melawan produk Cina ini?
Anda lihat Pasar Tanah Abang, Jakarta. Sejak puluhan tahun lalu, pasar ini merupakan pusat grosir industri tekstil Indonesia, terutama dari Jawa Barat. Tapi, sekarang, 70 persen diisi produk Cina. Bahkan mukena pun dari Cina. Harga tekstil Cina ini lebih murah 20 persen, dan kualitas juga tidak jelek. Tak bisa disalahkan jika masyarakat memilih produk Cina. Satu satunya jalan, produk ilegal harus diberantas. Tapi, untuk yang lewat jalur resmi, tak ada cara lain kecuali produk kita harus lebih kompetitif.
Januari nanti perdagangan bebas ASEAN plus Cina dimulai. Apakah industri Indonesia siap?
Ada sepuluh sektor industri yang secara resmi menyatakan keberatan, di antaranya petrokimia, baja, tekstil, mainan anak, makanan, dan minuman. Mereka pesimistis siap bersaing jika diberlakukan tarif nol persen, terutama melawan produk Cina. Mereka anggap ini sangat serius, hidup mati mereka. Akan kami sampaikan keberatan mereka ke ASEAN. Jika kita minta perpanjangan waktu, biasanya negara ASEAN lain akan minta kompensasi. Kita juga akan bicara dengan Cina untuk menundanya.
Berapa lama penundaannya?
Industri minta ditunda hingga 2014, tapi saya rasa sulit. Kita juga perlu menyelesaikan pekerjaan rumah. Dari sisi regulasi, perlu dikaji apa aturan yang menyebabkan daya saing mereka rendah. Sebab, hanya Indonesia yang mengajukan keberatan. Berarti ada yang salah di dalam negeri.
PR kita termasuk pasokan listrik?
Ya. Meskipun tahun depan ada pasokan listrik baru, tetap belum akan menyelesaikan masalah listrik, terutama di luar Jawa. PLN juga perlu membuat strategi tarif baru. Di negara lain, industri diberi tarif yang kompetitif. Di Indonesia, tarif industri justru lebih tinggi daripada tarif rumah tangga. Di PLN, Anda tak mungkin mendapat tambahan daya kecuali mau bayar tarif multiguna yang harganya lebih tinggi 100 persen daripada tarif normal. Ada lagi tarif daya maksimum, artinya kalau menggunakannya saat beban puncak, Anda dikenakan penalti 100 persen. Sistem itu perlu dikaji lagi.
Mohamad Sulaiman Hidayat Lahir: Jombang, Jawa Timur, 2 Desember 1944 Pendidikan: S-1, Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, Bandung Pekerjaan:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo