Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Indonesia memiliki sengketa perbatasan dengan Vietnam dan Cina di Laut Natuna
Natuna menjadi perhatian dan diperebutkan karena kekayaan ikan, gas, dan minyaknya
Bakamla mengawal pengeboran minyak di Laut Natuna sejak Juli sampai selesai September lalu
LAUT Natuna Utara, yang oleh Cina disebut Laut Cina Selatan, kembali menjadi sorotan ketika pemerintah Cina dikabarkan memprotes pengeboran minyak dan gas di sana. Sebelumnya, daerah ini disorot karena maraknya pencurian ikan oleh nelayan Vietnam. Saat ini Indonesia memiliki klaim perbatasan perairan yang tumpang-tindih dengan Vietnam dan Cina di kawasan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Tentara Nasional Indonesia Aan Kurnia tak terlalu heran melihat Laut Natuna menjadi rebutan. "Di situ ada ikan, gas, minyak. Jadi rebutan," kata bekas Panglima Komando Armada Barat Angkatan Laut ini dalam wawancara dengan wartawan Tempo, Anton Aprianto, Abdul Manan, dan Riky Ferdianto, pada Selasa, 7 Desember lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam wawancara sekitar 1 jam di kantornya di Jakarta, Aan Kurnia menjelaskan pengamanan perairan Indonesia, tantangan lembaganya dengan armada yang belum ideal, dan apa saja usulnya untuk melindungi perbatasan perairan. Ihwal ramai-ramai di Natuna saat ini, ia menilai Indonesia sudah menang satu poin karena pengeboran bisa diselesaikan meski ada komplain dan manuver Cina.
Apa kejahatan yang kerap terjadi di perairan kita?
Awal Januari, Badan Keamanan Laut (Bakamla) menangkap kapal super-tanker MT Frea berbendera Panama dan MT Horse berbendera Iran. Anak buah kapalnya orang Cina. Kapal ini menjual bahan bakar secara ilegal. Ini di perairan Indonesia, bukan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), bukan di landas kontinen. Kalau di sini berlaku hukum nasional. Mereka tunduk pada undang-undang kita. Beda kalau di ZEE dan landas kontinen, seperti di Laut Natuna Utara yang sekarang lagi ramai itu.
Kapal ini membawa hampir 2 juta barel minyak mentah. Nilainya hampir Rp 2 triliun. Mereka juga membuang limbah dan membawa senjata pula. Kami proses. Namun, karena Bakamla yang menangkap dan undang-undangnya belum kuat bagi Bakamla sebagai penyidik, akhirnya jadi ramai. Yang seharusnya bisa selesai sebulan-dua bulan molor jadi enam-tujuh bulan. Saya menghadap Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Mahfud Md.) serta Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Luhut Binsar Pandjaitan), baru selesai.
Akhirnya diputus bersalah oleh pengadilan. Ada penalti ke pemerintah. Saya bisa mengamankan hampir Rp 2 triliun di awal 2021 ini. Pada Maret, saya bekerja sama dengan Badan Narkotika Nasional menyelamatkan narkotik hampir setengah ton di Kepulauan Seribu. Itu mendekati Rp 2 triliun nilainya. Berapa jiwa yang terkena dampak kalau beredar? Satu gram bisa untuk lima orang. Setengah ton bisa 2 juta orang.
Bagaimana kondisi keamanan perairan kita secara umum?
Indonesia memiliki 17.504 pulau. Kita punya perbatasan dengan 10 negara, dari yang paling barat India, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, hingga Timor-Leste. Dengan 10 negara itu belum selesai soal perbatasan lautnya. Kalau perbatasan darat cuma dengan tiga negara. Lalu mengapa Natuna yang ramai? Di situ ada ikan, gas, minyak. Jadi rebutan. Makanya orang-orang pada datang ke sana. Daerah lain ibaratnya tidak terlalu mengkilap. Meski belum selesai (soal perbatasannya), tidak terlalu jadi isu.
Natuna menjadi ramai karena potensi kekayaan alamnya?
Perairan Ambalat mengapa ramai? Di sana ada minyaknya. Kalau tidak ada apa-apanya, tidak ada ramai-ramai. Kita dengan India tidak pernah terdengar (bermasalah), kan? Karena tidak ada apa-apa. Mau ngambil ikan? Tidak ada ikan di sana. Ibaratnya pengambilan lahan akan ramai kalau di sana banyak buahnya. Natuna ini luar biasa.
Cina memprotes pengeboran kita di Natuna. Di mana lokasi persisnya?
Yang jelas itu di landas kontinen Indonesia. Cina berpatokan pada nine-dash line. Dasarnya adalah traditional fishing ground, berdasarkan tradisi nenek moyangnya mencari ikan. Itu kan ngawur. Tidak ada di aturan internasional, di Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS). Nine-dash line yang diklaim Cina itu berpotongan, tumpang-tindih, dengan lima negara.
Indonesia sudah menyatakan diri sebagai negara yang tidak menuntut klaim (non-claimant state) atas (Laut Cina Selatan). Kita tidak ada masalah dengan itu karena kita tidak mengakui. Kalau ditanya di mana koordinat nine-dash line itu, tidak ada. Nah, cuma, namanya ia (Cina) negara kuat, ya, ingin "sewenang-wenang". Makanya bukan hanya dengan Indonesia, dengan Filipina, Malaysia, Vietnam juga ramai. Tapi kita tidak kalah. Ramai diberitakan ia mengklaim dan protes. Pertama, yang harus kita lakukan, cuekin. Kedua, itu di landas kontinen kita. Kita berdaulat, punya hak untuk mengelola kekayaan di dasar laut, gasnya, minyaknya. Mengapa Cina memprotes? Karena ia tidak mengakui ZEE kita. Makanya ia mengklaim seperti itu. Silakan saja. Apakah hukum internasional ada sanksinya? Sanksinya, ya, dikucilkan dunia. Kalau mau bergaul, ikuti aturan internasional. Kalau tidak mengikuti, akan dikucilkan.
Kita tetap jalan, tidak usah dihiraukan. Kita sudah berhasil. Sejak Juli sampai akhir November kita sudah drilling dan sudah selesai. Jadi satu poin kita sudah menang, walaupun ia mengganggu. Jika (Cina) mengganggu secara fisik, misalnya kapalnya berhenti dan mengatakan "stop", "berhenti", baru kita bertindak. Ia tidak. Hanya membayang-bayangi. Ibarat rumah, ia bolak-balik di depan rumah kita. Tapi Bakamla dan Angkatan Laut selalu hadir di depan rumah kita. Yang penting jangan merusak rumah atau menyetop aktivitas. Sampai sekarang tidak sampai sejauh itu.
Beberapa negara, seperti Vietnam, menegaskan kedaulatan dengan mendukung nelayan tradisional mereka beroperasi di perbatasan. Bagaimana dengan kita?
Itu salah satu yang dilakukan kemarin. Bakamla punya strategi untuk mengatasi masalah di perbatasan, termasuk di Laut Natuna. Pertama, simbol-simbol negara harus hadir, yaitu Bakamla dan Angkatan Laut. Mengklaim wilayah tapi tidak pernah hadir percuma. Kita hadir. Kedua, kita harus melakukan pendudukan secara efektif (effective occupation). Bukan hanya simbol dan aparat yang hadir, tapi juga pelaku ekonomi. Nelayan harus hadir di situ, orang ESDM (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral) harus hadir mengeksplorasi minyak. Jangan hanya mengklaim wilayah dan terus menjaganya. Beraktivitas, dong, di situ. Manfaatkan landas kontinen, manfaatkan ZEE. Ini yang belum "mampu". ESDM sudah jalan. Yang lain belum. Dulu pemerintah sudah mencoba (mendatangkan nelayan dari Tegal, Jawa Tengah). Enggak sampai sebulan, mereka balik (ke kampung halaman).
Apa penyebab nelayan itu kembali?
Bukan jarak yang jauh. Ada masalah aturan juga. Laut di sana tidak terlalu dalam. Bagusnya pakai trawl. Tapi aturan kita kan melarang (trawl). Sedangkan nelayan Vietnam yang kita tangkap memakai trawl. Seharusnya aturan itu tidak di-gebyah uyah, disamaratakan di semua laut. Harus ada kebijakan khusus, dilihat kondisinya. Akhirnya nelayan di sana memakai pancing. Ya, enggak dapat banyak. Dapatnya cuma 30 kilogram, padahal (kandungan ikannya) berton-ton. Akhirnya pulang, lah, mereka. Makanya kita harus duduk bersama, berkoordinasi.
Lantas bagaimana peran nelayan seharusnya?
Simbol negara harus hadir, ekonomi harus jalan. Saya punya konsep bahwa nelayan itu semacam pembela negara. Dia tidak hanya mengambil ikan, tapi juga bagaimana agar dia bisa hadir di daerah kita. Contohnya di Vietnam dan Cina. Cina punya China Maritime Militia. Mereka bukan tentara, tapi nelayan yang juga dididik bela negara. Mereka tidak memikirkan keuntungan belaka. Mereka bisa datang dan berfungsi hingga mengganggu di daerah itu. Filipina, misalnya, didatangi berapa ratus nelayan Cina.
Dalam hal ini, Bakamla tidak bisa sendirian. Semua harus bersama-sama. Simbol negara hadir, pelaku ekonomi, juga akademikus. Kita punya fakultas biologi kelautan. Ayo, dong, mari sama-sama kita mainkan (peran). Saya sudah memainkan peran diplomasi dengan mengajak pasukan penjaga pantai ASEAN. Saya ajak yang terkait dengan nine-dash line untuk menyikapi ini.
Kita tidak ingin Laut Cina Selatan atau Laut Natuna Utara menjadi mandala perang atau daerah konflik. Kalau terjadi konflik, dampaknya ke kita juga. Strategi ini yang saya tawarkan. Ini harus kita mainkan secara paralel. Kalau hanya simbol negara, seperti Angkatan Laut dan Bakamla, menangkap pencuri ikan, tidak bakal jalan. Cina memainkan semua cara itu. Cina mengklaim dan datang bersama pasukan penjaga pantai dan nelayannya. Kita mengklaim doang, jadi tidak maksimal.
Kementerian Kelautan dan Perikanan menangkap kapal nelayan berbendera Vietnam di Laut Natuna Utara, 15 Mei 2021. Dok. KKP
Apakah pengiriman nelayan ke sana akan dilanjutkan?
Ini saya tawarkan lagi. Saya sudah sampaikan kepada Wakil Menteri Pertahanan mengenai konsep ini. Prinsipnya, dia mengapresiasi tapi butuh proses. Saya undang himpunan nelayan juga. Mereka mendukung dan setuju. Kalau perlu pemerintah menggaji nelayan itu. Artinya, nelayan dapat ikan atau tidak, yang penting nongkrong di sana.
Kalau kapal nelayan berkapasitas kecil apakah bisa ke perbatasan?
Kita bisa kirim yang gede-gede. Nelayan ada yang punya kapal sampai 100 gigaton.
Diplomasi mengenai Laut Natuna sudah sejauh mana?
Saya selalu melapor ke Ibu Menteri Luar Negeri (Retno Marsudi) kalau ada situasi di Natuna. Memang saya tidak ramai di media biar adem karena kita punya hubungan baik dengan Cina. Tapi kita tetap harus sama-sama menghormati. Dilihat dari segi lebih luas, kita tetap baik ke semua negara. Bagaimanapun Cina juga banyak membantu kita, seperti soal vaksin.
Apakah kasus dengan Cina ini semata dipicu pengeboran minyak?
Tidak juga. Coba lihat dua tahun lalu. Pertama, Cina mengumumkan Pulau Spratly dan Paracel menjadi Xisha dan Nansha, menjadi dua provinsi baru Cina. Kedua, parlemen Cina mengizinkan penggunaan senjata oleh pasukan penjaga pantainya. Terakhir, Cina mengeluarkan undang-undang yang menyatakan kapal yang melewati daerah klaim harus meminta izin. Tapi ia (Cina) kan (berselisih) tidak hanya dengan kita, tapi juga dengan banyak negara lain di ASEAN. Ada lima negara. Makanya kekuatan Amerika Serikat bermain di Laut Cina Selatan. Inggris dan Prancis juga ke sana.
Diplomasi seperti apa yang pas dalam menghadapi Cina?
Kita tetap bersahabat dengan semua negara. Intinya, boleh bersahabat, tapi tolong saling menghormati. Alhamdullilah ia (Cina) tidak mengganggu secara fisik. Bolak-balik saja. Kalau dari sisi etika, sopan enggak sih bolak-balik di depan rumah orang? Kan, tidak sopan. Tapi, selama (mereka) tidak mencuri, tidak masuk, bisa disampaikan, "Enggak sopan, lu". Pemerintah sudah memanggil dan menanyakan alasan kapalnya bolak-balik dan sudah dijawab. Jawaban mereka: ini kan laut bebas.
Dengan perkembangan saat ini, apakah ada potensi eskalasi?
Tidak. Saya juga menekankan ke semua anggota, tidak boleh ada eskalasi. Yang terberat kalau, misalnya, dalam komunikasi, kita akan mengajukan protes secara diplomatik. Saya akan melapor ke Menteri Koordinator Politik dan Menteri Luar Negeri. Menteri Luar Negeri akan pakai jalur kedutaan, pakai diplomasi lunak, tidak mau sampai ada insiden karena bisa rugi dua-duanya.
Apakah kita sudah pernah memprotes Cina juga?
Ada. Salah satunya saat kapalnya bolak-balik (di dekat lokasi pengeboran). Sudah kita protes.
Apakah ada arahan khusus dari pemerintah mengenai Natuna?
Ada. Intinya, hak berdaulat harus kita jaga, kita kelola. Sekarang sudah dilaksanakan. Drilling sudah selesai. Sudah menang kita.
Berapa banyak pengeboran minyak di Natuna sekarang?
Dulu banyak. Sekarang baru mulai lagi pada Juli dan selesai November. Sejak Juli kita kawal terus. Ibaratnya ia (kapal Cina) berada di jarak 5 mil (dari lokasi pengeboran), kita ada di 2 mil. Kita ada di tengah-tengahnya (antara kapal Cina dan lokasi pengeboran). Jangan sampai dekat-dekat.
Di Natuna kan juga banyak kasus pencurian ikan oleh nelayan Vietnam. Bagaimana kondisinya sekarang?
Ada satu-dua pencurian ikan. Kita tangkap. Baik oleh Bakamla, Angkatan Laut, maupun Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Bagaimana tren kasus pencurian ikan oleh nelayan asing?
Berkurang. Mungkin karena pandemi.
Ancaman utama yang dominan di Natuna kini soal apa?
Hak berdaulat. Cuma, kita belum bisa mengelola semua hak berdaulat kita di ZEE ataupun di landas kontinen. Kita belum maksimal memanfaatkannya. Makanya saya ajak Kementerian Energi, ayo drilling di sana, manfaatkan. Ibarat punya tanah atau laut subur tapi tidak bisa dimaksimalkan. Masak, saya disuruh menjaganya saja. Lebih baik ambil di situ, kita jaga. Nelayan juga begitu.
Cina juga memprotes latihan militer Indonesia dengan Amerika Serikat di Natuna. Apakah itu tidak akan meningkatkan ketegangan?
Tidak. Protes saja itu wajar. Tidak usah direken. Boleh saja protes. Ya, kita catat. Kita juga protes kalau tetangga menyetel musik keras-keras. Kita minta dikecilkan sedikit suaranya. Kalau tidak mengganggu, biarkan saja. Wajar. Namanya bertetangga. Yang penting, tetap harus baik. Marah-marah sedikit itu wajar. Intinya, kita harus hadir di daerah-daerah yang diklaim punya kita. Apalagi tempat itu belum selesai (masalah perbatasannya).
Bagaimana klaim perbatasan perairan dengan Vietnam? Apakah berdampak pada perikanan?
Lebih ke penangkapan dan pengelolaan ikan. Kita mengklaim ZEE kita sampai di sini. Vietnam mengklaim landas kontinen. Jadi ada daerah yang statusnya abu-abu, yang luasnya kurang-lebih 45 kilometer. Ada dampaknya. Nelayan Vietnam tak boleh ke sana dan nelayan kita juga tak boleh. Tapi kita sudah punya surat dari Menteri Koordinator Politik bahwa kalau ada kapal Vietnam di daerah abu-abu itu kita usir. Begitu juga sebaliknya dengan nelayan Indonesia. Selama daerah ini masih dirundingkan, tidak kita tangkap, hanya kita usir.
Kasus penangkapan nelayan Vietnam selama ini banyak di wilayah abu-abu itu?
Nelayan Vietnam kalau bablas ke wilayah Indonesia kita tangkap. Kalau nelayan kita masuk ke wilayah mereka akan ditangkap. Alhamdulillah, (nelayan kita) belum mampu (sampai ke perairan Vietnam). Di daerah yang menjadi hak kita saja tidak ada nelayan yang sampai ke sana. Makanya saya bilang saya senang kalau nelayan kita ditangkap di luar negeri, karena berarti dia hebat. Mainnya jauh.
Kalau ada peringkat perairan yang berisiko, di mana saja itu?
Perairan Natuna dan Ambalat. Setiap perbatasan punya ancaman kejahatan tersendiri. Sulawesi Utara itu dari Davao, Sulu (Filipina). Di sana ada jalur penyuplai senjata.
Di perairan ini kan banyak lembaga yang punya kewenangan. Peran Bakamla seperti apa?
Peran Bakamla sama dengan penjaga pantai di seluruh dunia. Di masa damai, penjaga pantai yang berada di depan sebagai penegak hukum. Penegakan kedaulatan itu oleh Angkatan Laut. Penjaga pantai kan hanya dilengkapi senjata ringan. Saya analogikan begini. Kalau kapal Angkatan Laut kan canggih. Ada rudal, torpedo, macam-macam. Kalau hanya pencuri, jangan ditangani pakai panser, didatangi pakai tank. Cukup oleh polisi, atau aparat pemerintah yang senjatanya hanya digunakan untuk membela diri, bukan melumpuhkan. Makanya, ketika (Cina) mengganggu, kita tidak datang dengan kapal Angkatan Laut. Sesekali ada kapal Angkatan Laut, tapi lebih banyak penjaga pantai. Mengklaim dengan mengajak militer itu seperti ngajakin perang. Penjaga pantai itu sipil, kapal pemerintah tapi sipil.
Laksamana Madya Aan Kurnia
Tempat dan tanggal lahir:
• Lingga, Kepulauan Riau, 22 Juli 1965
Pendidikan:
• S-1 Jurusan Administrasi Negara Universitas W.R. Supratman, 1993
• S-2 Magister Manajemen Universitas Negeri Jakarta, 2019
• Sekolah Staf Komando Angkatan Laut, 2001
• Sekolah Staf Komando Tentara Nasional Indonesia, 2010
• Program Pendidikan Singkat Lembaga Ketahanan Nasional Angkatan 2015
Karier Militer:
• Komandan KRI Ttjiptadi-381, 1999-2001
• Komandan KRI Teluk Semangka-512, 2003-2004
• Komandan KRI Fatahillah-361, 2004-2005
• Asisten Operasi Komando Armada Timur, 2011-2012
• Komandan Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut IX Ambon, 2012
• Kepala Staf Komando Armada Timur, 2014
• Panglima Komando Lintas Laut Militer, 2014-2016
• Panglima Komando Armada Barat, 2016-2018
• Asisten Operasi Kepala Staf Angkatan Laut 2018
• Komandan Jenderal Akademi TNI, 2018-2020
Selama ini kasus yang ditangani Bakamla apa saja?
Fungsinya penegakan hukum. Permasalahan hukum di laut itu ada sembilan kluster, seperti penangkapan ikan ilegal, terorisme, narkotik, imigran (gelap), perompakan, pembajakan, dan kejahatan siber. Angkatan Laut kan militer, tapi bukan berarti tak berhak menangani kejahatan. Kalau melihat pencuri ikan, ya, ditangkap. Kalau tidak ada Bakamla, polisi atau Kementerian Kelautan boleh menangkap. Seperti di darat, apa boleh (militer) menangkap pencuri? Masak, didiamkan sambil menunggu polisi datang? Tapi siapa yang lebih berhak menangkap pencuri? Polisi. Itu undang-undangnya. Nanti diserahkan ke polisi. Tapi kan tidak tiap meter ada polisi. Sama juga dengan di laut. Di laut tidak setiap kilometer ada personel Bakamla, ada Angkatan Laut juga.
Bakamla punya berapa armada sekarang dan bagaimana penempatannya?
Dibagi tiga zona: barat, tengah, dan timur. Zona barat berpangkalan di Batam, tengah di Manado, timur di Ambon. Sama dengan Armada 1, 2, dan 3 Angkatan Laut. Memang belum ideal. Kita idealnya punya 60-70 kapal besar. Sekarang baru 10-15 persennya.
Apakah Anda sudah mengajukan permintaan anggaran pengadaan kapal tahun depan?
Ya, dong. Tapi saya tidak terlalu menuntut. Saya mengerti bapak saya (pemerintah) lagi banyak pekerjaan. Saya harus berpikir bagaimana punya taktik dan strategi untuk bisa mengamankan wilayah ini dengan sarana yang ada. Kalau mengamankan daerah rawan saja, bisa dengan mengatur operasi. Saya rapat dengar pendapat dengan Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat. Sudah saya sampaikan soal ini dan semua mendukung. Ini butuh proses. Ibaratnya ke orang tua jangan minta uang jajan dinaikin terus tapi nilai jeblok terus. Sekarang nilainya sudah bagus, prestasi sudah kelihatan. Makanya ini mudah-mudahan tidak memberi janji, tapi bukti.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo