Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
PSSI menilai Shin-Tae Yong berhasil meningkatkan performa tim nasional.
Shin-Tae Yong menghadapi masalah fisik dan mental pemain yang masih kurang.
Bagaimana caranya Shin-Tae Yong meningkatkan kemampuan pemain?
SHIN Tae-yong menyadari harapan tinggi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan para pencinta sepak bola Tanah Air terhadapnya. “Sesungguhnya melatih Indonesia adalah tantangan berat,” kata mantan pelatih tim nasional Korea Selatan ïtu tak lama setelah resmi dikontrak sebagai pelatih tim nasional Indonesia, dalam wawancara yang disiarkan oleh PSSI TV, 7 Januari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sejak Piala ASEAN Football Federation atau Piala AFF digelar pada 1996, tim Merah Putih setidaknya sembilan kali berhasil melewati babak penyisihan grup, tapi tidak pernah menjadi juara. Prestasi terbaik mereka adalah menjadi runner-up sebanyak lima kali pada 2000, 2002, 2004, 2010, dan 2016.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tae-yong diperkenalkan kepada publik dalam konferensi pers PSSI pada 28 Desember 2019. Ketua PSSI Mochamad Iriawan mengatakan keputusan mengontrak Tae-yong untuk Desember 2019 sampai 2023 diambil setelah mendengarkan masukan dari pelatih yang pernah menangani tim nasional dan Direktur Teknik PSSI Danurwindo.
Salah satu syarat utama untuk menjadi pelatih tim nasional Indonesia, menurut Danurwindo, adalah berpengalaman ikut dalam pertandingan Piala Dunia. Pengalaman itu bisa mengangkat prestasi tim Indonesia. Tae-yong memenuhi kualifikasi tersebut karena pernah mengantarkan tim nasional Korea Selatan berlaga di Piala Dunia 2018.
Tiba di Indonesia, Tae-yong mulai menyeleksi pemain dengan melihat pertandingan mereka. Dari hasil analisisnya, masalah pemain Indonesia adalah pada ketahanan. Mereka bermain bagus di babak pertama, tapi tak bisa mempertahankannya hingga babak kedua. Ia pun berencana melatih ketekunan pemain sehingga tidak mudah menyerah.
Pelatih fisik Lee Jae-hong memiliki observasi serupa. Kalau dilihat dari aspek stamina dan fisik saja, sebenarnya pemain Indonesia tidak berbeda dengan pemain Korea. “Namun, dari segi kekuatan (power) dan daya tahan (endurance), kita sangat kurang. Apalagi untuk bertahan bermain selama 90 menit, masih sulit,” tuturnya kepada PSSI TV.
Jae-hong mengidentifikasi adanya dua masalah utama, fisik dan mental. Pemain dinilai kurang kekuatannya karena pola makan yang tidak baik. Salah satunya adalah kebiasaan makan gorengan, selain kurangnya etos kerja saat berlatih. “Itu berpengaruh juga dalam perkembangan fisik dan kekuatan pemain,” ujarnya.
Dalam hal mental, kata Jae-hong, pemain seharusnya digembleng seperti layaknya persiapan perang. “Orang-orang Indonesia sangat baik dan sangat polos. Tapi dalam permainan sepak bola tidak bisa seperti itu. Permainan sepak bola itu bidang yang bisa kita anggap perang karena persaingannya ketat dan butuh perjuangan keras,” kata Jae-hong.
Itulah tantangan yang dihadapi Shin Tae-yong saat mulai melatih tim nasional Indonesia sejak akhir Desember 2019. Ia pun mulai memperbanyak latihan fisik dalam setiap pemusatan latihan, baik di dalam maupun luar negeri. Ketika tim menjalani pemusatan latihan di Kroasia pada Agustus 2020, ia bahkan meminta pemain saling gendong untuk meningkatkan stamina dan daya tahan. “Setiap pemusatan latihan biasanya porsi latihan fisik itu bisa tiga kali seminggu,” ucapnya kepada Tempo.
Alfeandra Dewangga, pemain tim nasional U-19, mengaku latihannya cukup keras saat pemusatan latihan di Thailand. Jadwal latihan sehari tiga kali. Pelatihnya menekankan disiplin, baik dalam waktu makan, latihan, maupun tidur. Ia memuji Tae-yong sebagai pelatih yang disiplin dan setuju terhadap metodenya, termasuk memperbanyak latihan fisik tersebut. “Sebagai pemain, pasti butuh latihan fisik dan teknik. Tapi, kami diperbaiki dulu fisiknya, nanti taktik bisa mengikuti,” tuturnya dalam sebuah wawancara dengan PSSI TV.
Metode Tae-yong ini membuahkan hasil dan diakui PSSI. Mochamad Iriawan menilai Tae-yong bisa meningkatkan performa tim nasional, termasuk kelompok umur U-19 dan U-23 yang juga diasuhnya. “PSSI sudah melakukan evaluasi setelah laga tim nasional U-23 melawan Australia (kualifikasi Piala Asia U-23 2022) dan hasilnya bagus,” kata pria yang akrab disapa dengan panggilan Iwan Bule itu.
Menurut Iwan, kala ditangani Tae-yong, tim nasional tampil baik saat menghadapi Australia. Meskipun kalah, penampilan skuad Garuda Muda dinilai baik. Hal tersebut tampak dari hasil akhir pertandingan dua leg yang “hanya” berselisih satu angka, yaitu 2-3 dan 0-1. Biasanya, tim takluk dengan skor besar 5-0.
Tae-yong juga dianggap menuntaskan pekerjaannya karena meloloskan tim nasional senior Indonesia ke babak kualifikasi Piala Asia 2023 setelah mengandaskan tim Taiwan. Hasil tersebut juga membuat posisi tim putra Indonesia di FIFA naik sepuluh peringkat, dari ke-175 menjadi ke-165 pada akhir Oktober 2021.
Soal taktik tim nasional dalam Piala AFF, Tae-yong mengakui bahwa Evan Dimas dan kawan-kawan sudah mulai bisa menerjemahkan skema permainan ketika berada di lapangan. Meski begitu, ia menilai tim masih butuh proses untuk mencapai hasil maksimal. “Sebenarnya sudah baik, walaupun belum maksimal, karena sempat terhambat pandemi dan beberapa kali pemusatan latihan harus mengalami penundaan,” ujarnya.
Untuk Piala AFF, Shin Tae-yong belum mau berbicara soal target untuk menjadi juara. Ia ingin berfokus membenahi permainan tim agar bisa lebih baik lagi. “Semoga bisa dapat hasil maksimal dari sisi permainan. Untuk gelar, kami bisa bicarakan pada turnamen-turnamen selanjutnya,” tuturnya.
Dalam kejuaraan AFF kali ini, tim nasional Indonesia berhasil menjadi juara grup dengan mengungguli Vietnam, Malaysia, Laos, dan Kamboja. Tiket memperebutkan posisi juara Grup B diperoleh setelah mengalahkan tim Malaysia dengan skor telak 4-1 di National Stadium, Singapura, Rabu, 19 Desember lalu. Indonesia kemudian lolos ke final dan bertemu Thailand setelah menyingkirkan Singapura dengan agregat 5-3.
Dalam wawancara secara daring dengan wartawan Tempo, Abdul Manan, Irsyan Hasyim, dan Iwan Kurniawan, pada Senin, 27 Desember lalu, Tae-yong menjelaskan proses pembentukan tim nasional, tantangan yang dia hadapi di masa pandemi, dan bagaimana membangun mental pemain saat bertanding. Dia juga menyampaikan pandangannya soal model pelatihan untuk pengembangan sepak bola Indonesia di masa mendatang.
Bagaimana Anda membentuk tim nasional untuk berlaga di AFF?
Pertama-tama, ketika saya datang ke Indonesia, saya diberi daftar nama calon pemain untuk seleksi U-20, karena memang saya tidak tahu siapa-siapa. Dengan begitu, saya banyak melihat pemain U-20. Ada yang keluar dan ada yang masuk. Setelah itu, liga bergulir mulai Maret 2020, tapi berlangsung sebentar. Hanya dua-tiga pertandingan. Liga berhenti karena pandemi. Liga mulai bergulir lagi pada September 2021. Setelah itu, saya datang langsung ke stadion, menonton dua-tiga pertandingan dalam sehari. Saya melihat sendiri dan memilih sendiri pemain-pemainnya untuk pertama kali. Saya memberikan kepercayaan kepada para pemain dengan mengatakan bahwa kalian memang murni pilihan pelatih. Karena diberi kepercayaan, mereka bisa menampilkan permainan yang baik.
Pelatih fisik tim nasional menilai masalah pemain adalah mental dan fisik. Bagaimana mengatasinya?
Hal yang mengecewakan memang itu, yakni masalah mental dan fisik. Pemain gampang menyerah dan kekuatan ototnya kurang. Tapi hal ini tidak bisa diubah secara instan. Ini harus dimulai dari kebiasaan sehari-hari. Setelah datang ke lapangan, satu per satu saya mulai memperbaiki kebiasaan buruk mereka. Jadi saya menegaskan dan menginginkan banyak hal yang harus pemain perbaiki. Mereka perlu banyak latihan fisik untuk meningkatkan fisik mereka. Kalau kondisi fisik meningkat, fokus pun akan meningkat, tidak menurun. Dengan cara itu, kami bisa meningkatkan sepak bola dan mengembangkan sepak bola Indonesia. Sampai sekarang, inilah yang ditekankan dan ditingkatkan. Dengan begitu, tim kita sangat bisa menjadi lebih baik.
Tim nasional Indonesia dianggap underdog di AFF.
Kami bukan tim kuat, tapi mungkin tim yang menuju atau mempersiapkan tim menjadi lebih baik. Kami membuat pemusatan latihan (training camp). Waktu itu saya banyak memberi instruksi agar pemain punya banyak kepercayaan diri dan banyak latihan agar dapat mengembangkan permainan. Jadi, sambil banyak melihat pertandingan, kami meningkatkan juga kepercayaan diri setiap anggota tim.
Apa yang menjadi pertimbangan Anda sehingga lebih banyak menurunkan pemain muda untuk bertanding di AFF?
Sebenarnya saya memasang pemain muda atau usia muda karena mereka menunjukkan penampilan yang baik dan kerja keras di lapangan.
Dalam beberapa pertandingan AFF, Anda mengubah formasi pemain. Apa yang hendak dicapai?
Sebenarnya tergantung melawan siapa. Dengan (mengubah formasi) begitu, kami bisa melakukan permainan yang kami inginkan dan membuat lawan tidak bisa melakukan permainan mereka dengan baik. Filosofi sepak bola tidak berubah, tapi kami memang harus menganalisis kekurangan lawan dan apa kelebihan yang mereka punya. Jadi bisa berubah sedikit untuk formasinya. Itu bisa membuat lawan bingung dan itu yang memberi hasil baik untuk kami.
Pada waktu berlatih atau di tengah pertandingan, sikap mental apa yang ditekankan oleh Anda kepada pemain?
Mungkin para pemain mudah menyerah dan juga, jika merasa lelah dalam pertandingan, mereka tidak mengejar orang per orang. Kalau bola lewat, mereka hanya menonton, tidak mengejarnya. Memang mereka tidak merasakan saat itu. Tapi dari tepi (lapangan) saya melihat dan itu mengecewakan. Tapi bagian seperti itu bisa diperbaiki. Saya tekankan terus hampir setiap hari dan memang bisa dibilang hal itulah yang harus diubah sehingga dapat menjadi tim yang lebih baik.
Anda pernah mengorbitkan Asnawi sehingga bisa bermain di klub Korea Selatan. Bagaimana peluang pemain lain?
Jika ada peningkatan seperti sekarang, untuk ke depan dan terus-menerus seperti itu, pasti mereka bisa berjuang atau bersaing di klub Korea Selatan nanti.
Shin Tae Yong, pelatih Tim Nasional Sepakbola Indonesia, dalam sesi latihan di Singapura, 27 Desember 2021. Bandung B Saputro
Pemusatan latihan jangka panjang menjadi jadi ciri-ciri tim sepak bola Indonesia. Bagaimana dengan strategi pelatihan di Korea Selatan?
Mungkin sudah umum diketahui bahwa hampir semua pemain tim nasional Korea Selatan bermain di luar luar negeri dan tak bisa mengikuti pemusatan latihan. Sebenarnya, di Korea Selatan, seleksi pemain dilakukan melalui liga. Siapa pemain yang kondisinya sangat baik dan perfomanya sangat baik akan dipilih setelah melihat pertandingannya. Saya saat datang ke Indonesia memang hampir tidak ada liga kira-kira selama 1 tahun 8 bulan. Jadi mungkin di masa pandemi ini memang lebih baik model atau konsep pemusatan latihan dilakukan dalam jangka panjang agar ada perkembangan untuk tim nasional. Tapi kalau, misalnya, corona tidak ada lagi, situasinya stabil, dan liga dapat bergulir dengan baik, lebih baik pemusatan latihan digelar dalam jangka pendek, tidak seperti sekarang yang dalam jangka panjang. Jadi (strateginya adalah) memilih siapa pemain yang kondisinya sangat baik atau performanya sangat baik. Itu yang benar.
Apa tantangan terbesar melatih tim nasional Indonesia dibanding tim nasional Korea Selatan?
Sebenarnya ada sejumlah perbedaan antara tim nasional Korea Selatan dan Indonesia. Tim nasional Korea Selatan memang memiliki banyak pemain yang baik. Mereka sampai bermain di klub-klub yang baik di luar negeri. Jadi mereka menyerap permainan sepak bola di luar negeri serta membawa pengalaman dan ilmu-ilmu yang didapat di Eropa atau di luar negeri ke Korea Selatan. Kemudian, mereka berbagi cerita tentang apa yang harus dipelajari dari pemain-pemain luar negeri. Hal itu yang diterapkan kepada para pemain Korea Selatan yang bermain di Liga Korea. Dari sisi pelatih, sebenarnya saya hanya berfokus pada taktik atau strategi saja.
Di Indonesia, saya menjadi pelatih di beberapa tim, yaitu U-20 dan tim nasional senior. Harus satu-satu yang difokuskan, seperti latihan dasar, kadang latihan fisik. Kadang-kadang kurang juga pemahaman terhadap taktik. Secara fisik juga kurang. Jadi hal itu yang harus dibarengi dalam latihan. Segala macamnya memang harus difokuskan. Jujur, memang ada pemain yang bermain di luar negeri, ada empat-lima pemain. Tapi mereka tidak berada di tim yang bermain di liga besar atau di liga yang tidak terlalu baik, di bawah liga-liga besar. Seharusnya lebih banyak lagi pemain-pemain Indonesia yang dapat bermain di dalam tim yang lebih baik seperti di Eropa, tim yang lebih baik dari sekarang. Itu yang harus dipelajari dan budayanya dibawa ke Indonesia agar pemain yang bermain di liga Indonesia dapat belajar juga. Saya berharap bisa membuat tim Indonesia lebih berkembang dari sekarang dan bisa lebih memuaskan.
Nama lengkap: Shin Tae-yong
Tanggal lahir: 11 Oktober 1970
Tempat lahir: Yeongdeok, Gyeongbuk, Korea Selatan
Tinggi: 1,74 meter
Posisi bermain: Gelandang
Karier junior
• 1988-1991
Yeungnam University
Karier senior
• 1992-2004
Seongnam FC
296 (76 gol)
• 2005
Queensland Roar FC 1 (0)
Tim nasional
• 1987 Korea Selatan U-17 4 caps (2 gol)
• 1988 Korea Selatan U-20
• 1991-1992 Korea Selatan U-23 19 caps (4)
• 1992-1997 Korea Selatan 23 main (3 go)
Karier kepelatihan
• 2009 Seongnam Ilhwa Chunma (pelatih sementara)
• 2010-2012 Seongnam Ilhwa Chunma
• 2014 Korea Selatan (sementara)
• 2016-2017 Korea Selatan U-23
• 2017 Korea Selatan U-20
• 2017-2018 Korea Selatan
• 2019-sekarang Indonesia
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo