Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Berita Tempo Plus

Jerat Surat Wali di Kampung

Konsulat Jenderal Republik Indonesia untuk Hong Kong menerapkan syarat surat izin wali bagi buruh migran yang memperpanjang kontrak kerjanya. Untuk apa?

1 Januari 2022 | 00.00 WIB

Pengumuman Konsulat Jenderal RI untuk Hong Kong  di laman Facebook. (foto: TEMPO/ Gunawan Wicaksono)
Perbesar
Pengumuman Konsulat Jenderal RI untuk Hong Kong di laman Facebook. (foto: TEMPO/ Gunawan Wicaksono)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia menerbitkan peraturan baru tentang pekerja migran.

  • Pekerja wajib mendapat surat izin keluarga atau wali bila memperpanjang kontrak kerjanya.

  • Para pekerja migran di Hong Kong memprotes karena dipersulit dan ada potensi korupsi.

PERTEMUAN virtual perwakilan buruh migran Hong Kong, Taiwan, dan Korea Selatan dengan pejabat Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) pada Selasa siang, 21 Desember lalu, berlangsung panas. Perwakilan pekerja meminta BP2MI mencabut syarat surat izin wali dalam perpanjangan kontrak pekerja di luar negeri. Namun para pejabat berkukuh bahwa surat itu tetap wajib ada. "Peserta akhirnya marah dan walk out," kata Sringatin, Ketua Indonesian Migrant Workers Union dan Koordinator Jaringan Buruh Migran Indonesia yang hadir dalam pertemuan yang berlangsung sekitar setengah jam tersebut, Selasa, 28 Desember lalu.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Iwan Kurniawan

Sarjana Filsafat dari Universitas Gadjah Mada (1998) dan Master Ilmu Komunikasi dari Universitas Paramadina (2020. Bergabung di Tempo sejak 2001. Meliput berbagai topik, termasuk politik, sains, seni, gaya hidup, dan isu internasional.

Di ranah sastra dia menjadi kurator sastra di Koran Tempo, co-founder Yayasan Mutimedia Sastra, turut menggagas Festival Sastra Bengkulu, dan kurator sejumlah buku kumpulan puisi. Puisi dan cerita pendeknya tersebar di sejumlah media dan antologi sastra.

Dia menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (2020).

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus