Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan: Infrastruktur DKI Belum Optimal

12 Februari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Makin sempitnya lahan hijau di Jawa Barat dituding memberikan andil paling besar terhadap musibah banjir di Jakarta. Di Puncak, Bogor, atau Cianjur, misalnya, vila bertebaran di mana-mana. Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban sampai menyarankan agar Pemerintah Daerah Jawa Barat meninjau ulang izin pembangunan vila yang sebagian besar milik warga Jakarta itu. Menurut dia, kalau kawasan konservasi dan resapan air itu rusak, banjir pasti melanda Jakarta.

Gubernur Danny Setiawan menolak tudingan itu. Walau menyadari perlunya perbaikan di hulu, menurut dia, yang perlu segera dilakukan adalah memperbaiki wilayah hilir, seperti di Jakarta. Misalnya, saluran ke laut yang belakangan ini makin sempit mesti kembali diperlebar. ”Kalau harus memperbaiki hulu, dibutuhkan waktu sedikitnya tujuh tahun,” ujarnya kepada Herry Gunawan dan Andi Dewanto dari Tempo, yang menemuinya di Jakarta pada Kamis pekan lalu, seusai pengambilan gambar untuk acara dialog di sebuah stasiun televisi.

Benarkah pernyataan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso bahwa wilayah hulu memberikan andil terbesar dalam musibah banjir di Jakarta?

Saya sampaikan secara faktual saja permasalahan hulu dan hilir. Di hulu, di Jawa Barat, memang ada beberapa lahan kritis yang harus kita benahi secara bertahap, yaitu sekitar 2.500 hektare, 400 hektare di antaranya sudah dilakukan. Selain itu, ada 585 ribu hektare lahan kritis, yang dulunya banyak tegakan pohon, sekarang jauh berkurang akibat penebangan liar.

Namun, di hilir, infrastruktur DKI juga belum optimal. Terus terang saja, di Jakarta, akibat banyaknya bangunan dan penyedotan air tanah, permukaan tanahnya turun. Air laut menjadi lebih tinggi. Tidak mustahil ada back water, air pasang masuk Jakarta. Tata guna lahan di Jakarta juga kurang memenuhi kaidah lingkungan. Kawasan resapan kurang. Dulu banyak situ, sekarang tidak jelas nasibnya.

Maraknya pembangunan vila di kawasan Puncak dituding sebagai salah satu penyebab.

Betul, itu satu faktor. Tapi izin lokasi pembangunannya kan ditangani oleh bupati atau wali kota.

Anda tidak terlibat?

Kewenangan saya hanya pada koordinasi, membina, mengendalikan, dan mengawasi. Kalau wali kota atau bupati memberikan izin secara tidak benar, gubernur tidak bisa mencabut izin lokasi itu. Saya hanya bisa mengingatkan. Paling jauh yang bisa saya lakukan hanya memberikan pencegahan lewat rancangan tata ruang.

Bagaimana kalau pembangunan vila di Puncak dihentikan saja.

Ya…, saya pikir kondisinya sudah status quo. Kita sudah mengusahakan agar bisa mereduksi pengaruh buruknya terhadap hilir. Tapi saya berencana membuat kebijakan setelah mendapat arahan dari Wakil Presiden. Setelah itu kami akan membuat arahan yang lebih operasional ke bupati dan wali kota. Masalah ini juga sudah kami sampaikan ke Wakil Presiden pada akhir minggu lalu.

Mengapa Anda tidak membeli saja sejumlah lahan yang sudah jadi permukiman di Puncak untuk menambah resapan air?

Saya kira tidak harus membeli. Berikan saja persyaratan tambahan bagi pemilik tanah atau kawasan permukiman. Suka tidak suka, misalnya, dalam wilayah tertentu, harus dibuat sumur resapan. Jadi, kami tidak akan membongkar bangunannya. Tapi saya tidak tahu apakah itu akan efektif dilakukan pemerintah kota dan kabupaten.

Jadi, menurut Anda bagaimana mengatasi banjir di Jakarta dan sekitarnya?

Yang paling penting, kita harus mengembangkan sistem hulu dan hilir di Jawa Barat yang komprehensif. Tidak hanya dengan DKI. Wilayah pantai utara Jawa Barat juga terkena banjir. Di hulu, kami giat merehabilitasi lahan kritis. Tetapi upaya ini kan tidak bisa setahun dua tahun, harus bertahun tahun. Pohon mempunyai fungsi proteksi setelah usia tujuh tahun ke atas. Ini tak bisa cepat. Sekarang diperbaiki, tidak lantas tahun depan tidak banjir. Makanya yang perlu segera diperbaiki adalah Jakarta. Sungai dan salurannya diperlebar. Di kawasan pantai utara, kami sudah membuat situ-situ kecil, 2-3 hektare, agar air tidak masuk ke permukiman.

Gubernur Sutiyoso mengusulkan agar dibangun sekitar 10 situ besar di pinggir Jakarta untuk menampung kiriman air dari 13 daerah aliran sungai. Tanggapan Anda?

Saya kira bukan begitu caranya. Secara keseluruhan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur, ada sekitar 200 situ. Di Jawa Barat sendiri ada 140, tapi yang efektif hanya 46. Jadi saya pikir bukan membangun, tapi revitalisasi situ. Untuk biaya itu, Pemda Jawa Barat tak sanggup karena sangat besar. Kami sendiri sudah mengeluarkan Rp 8 miliar setiap tahun untuk perawatan situ. Karena itu, pemerintah pusat harus terlibat. DKI juga bisa membantu revitalisasi ini.

Untuk apa?

Kita bangun sistem interkoneksi antarsitu. Jangan parsial. Jadi, air masuk ke situ atas, menuju situ bawah, tertahan, kemudian ke Jakarta. Ini yang saya maksud dengan interkoneksi.

Tapi Gubernur Sutiyoso merasa tidak punya kontrol terhadap bantuan yang dikucurkan.

Oh…, saya kira ada akuntabilitasnya. Masak, saya dapat uang yang diserahkan ke saya tapi tidak melaporkan kepada masyarakat Jakarta. Saya pikir persepsinya harus sama. Orang Jawa Barat yang beraktivitas di Jakarta kan banyak. Jadi, kalau mau membantu, jangan Rp 1-2 miliar, tapi Rp 100 miliar, semata-mata untuk back up Jakarta agar lebih baik. Itu baru rasional.

Anda menolak konsep megapolitan sebagai upaya mengatasi banjir?

Yang membuat masyarakat Jawa Ba-rat marah karena konsep itu dipersepsikan sebagai wilayah administratif (ada pengambilan wilayah). Menurut saya konsep itu harus dimasukkan dalam konsep undang-undang tata ruang. Ja-di, yang ada memperkuat keterpaduan kinerja tata ruang bersama.

H. Danny Setiawan

Lahir: Purwakarta, 28 Agustus 1945

Karier:

  • Gubernur Jawa Barat (2003-2008)
  • Sekretaris Wilayah Daerah Jawa Barat (1998-2003)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus