Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Komisaris Jenderal Polisi Sutanto adalah pemeran utama lakon politik pekan ini. Senin ini ia akan menjalankan uji kelayakan di DPR untuk memastikan apakah ia pantas menjadi Kepala Kepolisian RIsesuai dengan usul Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kepala Badan Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional ini memang sudah santer disebut-sebut akan menjadi Kepala Polri sejak Yudhoyono dilantik menjadi presiden. Keduanya sudah lama bersahabat karena seangkatan ketika menjadi taruna Akabri. Sutanto lulusan terbaik Kepolisian tahun 1973, Yudhoyono lulusan terbaik Akabri Darat tahun yang sama.
Pria 55 tahun ini juga dikenal bersih selama menjadi polisi. Ajudan terakhir Presiden Soeharto itu gigih menggasak preman, mafia judi, pembalak liar, dan pengedar narkotik. Selama menjadi Kapolda di Sumatera Utara dan Jawa Timur, dia kukuh meski upeti disorongkan di depan pintu kerjanya. "Dia dibenci karena tegas melawan penjudi dan penyelundup," kata seorang perwira menengah Polri.
Di tengah kesibukannya sebagai calon Kapolri, Sutanto menerima wartawan Tempo Nezar Patria, Widiarsi Agustina, dan Nurlis E. Meuko, juga fotografer Bernard Chaniago dan Aris Fadillah di rumahnya, di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Sabtu pekan lalu.
Bagaimana persiapan Anda mengikuti uji kelayakan DPR?
Ya, beginilah. Senin besok, saya mengikuti fit and proper test di DPR. Proses uji kelayakan akan dilaksanakan terbuka. Selasanya ada Sidang Paripurna DPR yang akan memutuskan. Kemarin ada tim DPR yang meninjau rumah saya untuk mengenal keluarga dan kehidupan saya. Seluruh anggota keluarga kemarin berkumpul dan tim DPR melakukan tanya-jawab langsung. Mereka bertanya bagaimana sikap keluarga, istri dan anak kalau saya terpilih nanti. Mereka menjawab, tidak akan memanfaatkan orang tuanya. Kunjungan itu agar mereka tidak memilih kucing dalam karung.
Sebelumnya sudah ada rapat keluarga untuk menyiapkan diri menjelang uji kelayakan?
Nggak ada. Dari dulu saya selalu menekankan kepada anak-anak agar mereka tidak melanggar hukum. Juga tidak memanfaatkan orang tuanya untuk keperluan itu. Pernah, misalnya, anak saya membawa kendaraan dan ditilang. Ya, dia mengikuti prosedur itu apa adanya. Dia tidak mau mengaku kalau dia anak saya.
Kapan Anda tahu diusulkan sebagai calon Kapolri?
Sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengirimkan surat pengajuan itu ke DPR. Saya dipanggil Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar, Senin pagi. Di situ saya diberi tahu.
Bukannya ketika seleksi di Dewan Jabatan Tinggi Kepolisian dan saat Da'i Bachtiar mengajukan nama calon-calon Kapolri ke Presiden?
Tidak. Tapi saya memang dengar rumor soal beberapa nama (calon Kapolri). Itu kan rahasia. Tentu hanya pimpinan yang tahu.
Selasa lalu Anda bersama Kapolri bertemu Presiden di Istana. Ada pembicaraan tentang pencalonan Anda?
Nggak ada. Hari itu cuma bicara tentang narkotik.
Beberapa hari terakhir Anda enggan bicara kepada wartawan?
Sekarang ini kan baru pencalonan. Ya, tidak etis kalau ditanggapi. Saya harus menghormati proses yang baru akan saya lalui. Saya enggak mau terlalu yakin atau takabur karena masih menunggu kepastian.
Anda calon tunggal, jadi semua sudah jelas kan?
Itu kan baru usul. Masih ada proses yang harus dilalui. Segala macam bisa terjadi.
Kira-kira materi apa yang Anda siapkan?
Polisi ini kan tugas dan bidang yang saya geluti bertahun-tahun. Saya tahu kondisinya seperti apa. Saya kira, tiap pimpinan Polri sudah tahu langkah apa yang harus dilakukan.
Semasa menjadi Kapolda di Sumatera Utara dan Jawa Timur, Anda dikenal antijudi. Nama Anda sempat dipelesetkan: Sutanto itu Sumatera Utara tanpa Togel.
Sebagai penegak hukum, kita harus patuh pada aturan yang ada. Dalam undang-undang, perjudian itu kan dilarang. Efek judi itu merusak bukan cuma ekonomi, tapi juga efek sosial lainnya. Dalam pemeriksaan, perjudian jelas bisa dibuktikan. Wong tempatnya ada, peralatan dan aliran uangnya di bank juga ada.
Anda setuju judi dilegalkan?
Itu bukan urusan polisi lagi. Yang melegalkan yang membuat undang-undang. Polisi kan pelaksana undang-undang saja. Kewajiban kita menegakkan hukum saja.
Berdasarkan pengalaman Anda, apa tidak sebaiknya judi dilegalkan saja? Daripada diam-diam tapi mafia judi malah mengatur aparat?
Pertimbangan tetap pada pembuat undang-undang itu. Kami yang melaksanakan. Ya, terserah yang membuat. Kalau kita kan prinsipnya begitu, undang-undang melarang, ya kita bertindak.
Bagaimana soal polisi yang ikut membekingi perjudian?
Itu kan oknum. Kalau ada yang melanggar, ya ditindak. Aparat hukum adalah hamba hukum. Kalau dia buat macam-macam, ya sanksinya lebih berat. Memang kita tak bisa memungkiri, penyebabnya adalah kesejahteraan anggota yang sangat minim. Ke depan, pemerintah dan negara harus meningkatkan kesejahteraan mereka. Juga para penegak hukum lainnya seperti jaksa dan hakim, agar mereka bisa bekerja dengan tenang.
Selain dana kesejahteraan kecil, dana operasional polisi pun minim. Bagaimana Anda nanti mengatasi kesulitan itu?
Dana operasional Polri dari APBN. Tapi kita tahu kondisi APBN kita juga berat. Sekarang eranya otonomi daerah, kita berharap daerah bisa membantu polisi. Pemerintah provinsi, misalnya, membantu Polda, dan sebaliknya polisi menjaga keamanan di daerah itu.
Selain itu, juga ada bantuan dari negara luar. Bantuan dari negara luar itu umumnya untuk mempercepat dan meningkatkan profesionalisme Polri. Selain bantuan peralatan, juga pelatihan. Ada juga bantuan dari masyarakat, misalnya sumbangan pengusaha. Kita terima sejauh tidak ada ikatan. Dan semua itu diinventarisir, dicatat dan dilaporkan supaya jelas dan transparan.
Kalau yang menyumbang pengusaha hitam, Anda akan menerimanya juga?
Pokoknya, kalau membantu, jangan ada ikatan. Kalau (mereka) macam-macam, ya kita tindak. Kenapa mesti ragu? Seyogianya kita jangan berutang budi (pada pengusaha hitam). Karena itu, sebaiknya APBN mencukupi. Emangnya hukum bisa dibeli?
Soal dana operasional kan bisa diambilkan dari barang sitaan atau barang bukti yang perkaranya sudah diputus hakim?
Dalam kasus narkoba, itu bisa dan sedang kita upayakan. Ada kekayaan yang diperoleh dari perdagangan narkoba atau money laundering disita dan digunakan untuk dana operasional. Berapa persennya juga digunakan sebagai insentif bagi para petugas yang berhasil menangkap sehingga mereka tidak bisa disuap. Memang tidak besar, tapi bisa membantu mereka bekerja dengan tenang. Selain itu juga tidak perlu membebani APBN. Cara ini juga dipakai di negara lain, misalnya Amerika dan Thailand.
Anda diusulkan menjadi Kapolri sebelum Komisi Kepolisian terbentuk, mengapa?
Komisi Kepolisian kan posisinya memberikan pertimbangan, bukan menentukan. Pertimbangan itu bisa dipakai, bisa enggak. Tergantung keinginan dan kewenangan Presiden.
Pendapat Anda tentang pembentukan komisi itu?
Sangat bagus untuk Polri, terutama dalam hal peningkatan kinerja. Adanya masukan dari Komisi Kepolisian kan bisa memperbaiki dan mengontrol kinerja kepolisian menjadi lebih baik. Kinerja dalam arti pemenuhan kebutuhan di Polri tadi: ya anggarannya, ya peningkatan SDM-nya. Jadi, kehadiran Komisi Kepolisian akan membantu polisi menjadi lebih profesional. Masyarakat pun bisa mengadu ke komisi itu. Itu kan bagus, jadi kita tahu persis kondisi yang sebenarnya dihadapi polisi.
Dengan Komisi Kepolisian, betulkah Kapolri menjadi tidak powerful?
Janganlah pakai paradigma lama. Stake holder polisi itu kan masyarakat. Mereka memiliki kita dan meminta kita melayani mereka. Beda dengan yang lama. Nah, kalau yang dilayani tidak puas, bagaimana kita bisa bertahan? Komisi Kepolisian membantu Polri dalam hal ini. Jadi, tidak membatasi pimpinan Polri.
Beberapa waktu lalu, sejumlah siswa Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian mengkritik Polri dengan membeberkan pelanggaran yang dilakukan kepolisian. Pendapat Anda?
Otokritik itu bagus. Kalau diri kita bisa menemukan kekurangan kita sendiri itu kan bagus. Jadi, lebih cepat bagi kita bisa berbenah diri. Tak perlu harus menunggu orang lain menemukan kesalahan kita.
Polisi suka bertindak keras menghadapi pengunjuk rasa. Komentar Anda?
Soal unjuk rasa kan sudah ada ketentuannya. Kita kan melayani supaya aspirasi mereka tersalurkan. Hak mereka menyalurkan aspirasi, hanya sebaiknya berjalan tertib dan aman. Caranya yang benar dan tidak mengganggu keamanan. Sebaiknya memberi tahu sehingga ada pengamanan. Ada yang mengawasi, katakanlah supaya tak disusupi. Nah, kita melayani dan menjaga supaya tertib, supaya tidak ada kepentingan luar. Pada ulang tahun Polri kemarin di Cikeas, ada kebijakan tentang bagaimana mengatasi unjuk rasa. Yang menghadapi mereka di depan adalah polwan (polisi wanita).
Ketika menghadapi demonstran penentang pembangunan tempat pembuangan sampai di Bojong, polisi tidak mengedepankan polwan?
Terus terang, itu kesalahan teknis di lapangan, dan mungkin ada kesalahan atau kurang arahan dari komandan setempat. Ini yang sebaiknya diluruskan.
Menurut Anda, apa problem terberat polisi di era reformasi?
Sekarang sudah bagus. Dalam rangka reformasi, polisi membangun dirinya menjadi polisi yang mandiri. Dari soal struktur, watak, dan kultur. Secara struktural, banyak yang diubah. Dan dengan posisinya yang terpisah dari TNI, kedudukannya juga semakin baik.
Kemudian pembangunan watak. Memang dimulai dari soal perubahan kurikulum. Selain juga banyak peraturan baru yang mendukung. Namun mengubah watak kan enggak gampang.
Watak polisi berkaitan dengan kesejahteraan dan kultur. Jika masih ada pungutan liar, ada penyuapan, kesewenang-wenangan, ya repot. Dan buntutnya, itu lagi-lagi soal kesejahteraan juga. Kemudian sistemnya juga harus jalan. Ada reward dan punishment. Yang salah harus diberi sanksi berat, jangan dibiarkan lepas. Yang berprestasi ya harus diberi penghargaan. Kenaikan tak cuma pangkat, tapi juga promosi jabatan. Semua itu harus konsisten dilakukan dan obyektif. Lalu juga soal keteladanan dari pemimpinnya. Kalau pimpinan melarang anak buahnya tapi dia sendiri malah berbuat, ya sulit mau berubah.
Rumor beredar, Anda dipilih karena satu angkatan dengan Presiden saat di akademi militer?
Sebagai presiden, tentu beliau ingin setiap program kebijakannya di bidang keamanan berhasil. Dan itu hanya bisa didukung aparat yang mumpuni. Jadi, kalau beliau memilih seseorang, tentu dalam bingkai itu. Soal kemudian ditunjuk satu angkatan, itu hanya satu kebetulan. Ya, mungkin kalau Pak SBY jadi presiden lima tahun lagi, saya kan sudah pensiun. Apa iya, dipilih ketika saya sudah pensiun karena saya teman angkatan 1973? Kan enggak toh?
Kabarnya dulu teman sekamar?
Nggak. Tapi satu tahun pertama memang pernah satu kompi.
Anda dekat dengan SBY, bagaimana sikap Anda jika suatu saat ada kepentingan politik yang mengatur Anda?
Kita nggak mau seperti itu. Amanat Presiden kan sudah jelas. Kita bukan alat politik dan kekuasaan.
Komisaris Jenderal Polisi Sutanto
Lahir:
- Pekalongan, Jawa Tengah, 30 September 1950
Pendidikan:
- Akabri Polisi (1973)
- Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (1983)
- Sespimpol (1990)
- Lemhannas (2002)
Karier:
- Kapolsek Metro Kebayoran Lama (1978)
- Kapolsek Metro Kebayoran Baru (1980)
- Kepala Detasemen Provost Polda Jawa Timur (1990)
- Kapolres Sumenep, Jawa Timur (1991)
- Kapolres Sidoarjo, Jawa Timur (1992)
- Paban Asera Polri (1994)
- Ajudan Presiden Soeharto (1995)
- Wakil Kepala Polda Metro Jaya (1998)
- Kepala Polda Sumatera Utara (2000)
- Kepala Polda Jawa Timur (2001)
- Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri (2002)
- Kepala Pelaksana Harian BNN (2005)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo