Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Akhir tahun tak membuat Wakil Presiden Jusuf Kalla mengendur. Pria kelahiran Watampone, Sulawesi Selatan, 64 tahun silam itu masih sangat energetik. Kamis pekan lalu, misalnya. Kalla meresmikan aksi rehabilitasi hutan dan lahan di kecamatan Sekotong, Lombok Barat. Pada acara yang dipandu oleh Menteri Kehutanan M.S. Ka'ban itu, Kalla diminta menanam sebatang pohon. Ia tertawa ketika melihat pohon setinggi satu meter yang diberikan panitia. "Ah, beringin pula yang dikasih untuk kita," ujarnya disambut gelak para wartawan yang menyertainya.
Selepas dari Sekotong, Kalla meninjau lahan calon bandara internasional di Lombok Tengah yang sudah satu dekade terlilit masalah. Acara ini tak tercantum di jadwal kunjungan kerja resmi. Menjelang petang, Ketua Umum Partai Golkar itu meluncur ke Hotel Grand Legi, Mataram, menghadiri silaturahmi dan temu kader Partai Golkar se-NTB. "Tak ada partai yang bercita-cita jadi oposisi kecuali karena kecelakaan, yakni tidak menang dalam pemilu," katanya di depan 200-an kader partai yang memenuhi ballroom hotel.
Wartawan Tempo Akmal Nasery Basral, yang sedianya akan mewawancarai Kalla selama kunjungan tersebut, akhirnya baru bisa mendapat waktu justru di rumah dinas wakil presiden di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Kamis malam. Akmal kemudian ditemani Heri Susanto dan fotografer Hendra Suhara.
Makroekonomi Indonesia 2006 terlihat membaik, utang kepada IMF juga bisa dilunasi. Namun sektor riil tersendat. Bagaimana Anda melihatnya?
Pada intinya sebuah kegiatan ekonomi itu bertujuan meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Jadi, di samping indikator-indikator makro yang memperlihatkan stabilitas dan peningkatan, juga dibutuhkan aktivitas ekonomi yang memberikan dampak bagi perluasan kerja dan pendapatan masyarakat, apakah itu industri, perdagangan, investasi, yang peningkatannya terus diupayakan.
Bisa lebih spesifik?
Saya lebih optimistis untuk tahun 2007. Kalau kita bicara investasi, ada tiga hal yang harus dilihat. Investasi pemerintah, investasi swasta dalam negeri, dan swasta luar negeri. Masing-masing investasi itu punya kendala. Investasi pemerintah memiliki keterbatasan anggaran pembangunan. Bagi swasta nasional, kendalanya bunga yang tinggi, birokrasi, dan infrastruktur yang kurang mendukung. Investasi luar negeri mengeluh tentang pajak, aturan birokrasi, juga infrastruktur. Dari mana kita mulai? Inisiatif harus dari pemerintah dengan memperbaiki infrastruktur seperti listrik, jalan tol, pelabuhan, lalu menurunkan suku bunga sehingga kita punya daya saing yang lebih kompetitif, dan menimbulkan multiplier effect bagi industri lain.
Selain itu?
Kita sedang butuh dana, ternyata malah banyak dana menganggur di bank. Ini kebuntuan yang harus ditembus. Caranya lewat kegiatan ekonomi pemerintah yang feasible.
Sampai akhir 2006 ada dana SBI sekitar Rp 200 triliun yang diparkir di BI. Bagaimana memanfaatkan dana itu untuk 2007 agar tidak mubazir?
Jika kita ingin membangun jalan Rp 40 triliun, oke. Biaya itu bisa dari bank pemerintah. Lalu membuat perkebunan, atau perumahan, katakanlah juga 40-50 triliun, oke, dari konsorsium-konsorsium dalam negeri.
Sudah ada komitmen pemerintah?
(menukas) Sudah. Bank-bank itu sudah menyusun konstruksi-konstruksi rencana yang harus dilaporkan kepada pemerintah awal Januari ini.
Belum lama ini Anda sempat menegur bankir-bankir pelat merah. Mengapa?
Mereka terlalu ketat (dalam menyalurkan kredit) dan memberlakukan aturan yang menyulitkan semua pihak.
Maksud Anda, Bank Indonesia?
Antara lain. Sudah ketat di regulasi, ketat juga di Bank Indonesia, maka yang terjadi adalah kebuntuan. Padahal ada dana besar. Repotnya, dana itu ditanggung oleh negara berupa bunga sebesar Rp 20 triliun per tahun. Ini bisa menimbulkan inflasi lagi karena memperbesar uang beredar.
Anda mengatakan akan mengganti para bankir pemerintah yang tidak menggenjot kredit. Apakah itu serius?
Oh iya serius itu. Yang saya lihat bukan hanya berapa keuntungan yang diperoleh bank, tapi apa manfaatnya buat masyarakat. Kalau keuntungan hanya mengendap di bank itu, buat apa punya direktur hebat yang digaji tinggi? Direktur-direktur bank itu harus menjadi agent of development. Saya bilang kepada mereka, kalau seperti sekarang ini rapor Anda merah semua.
Investasi 2006 turun jauh, masing-masing 45 persen untuk penanaman modal asing dan 37 persen untuk penanaman modal dalam negeri, dibandingkan dengan 2005. Ada kaitannya dengan RUU Perburuhan?
Menurut saya, persoalannya lebih pada persepsi. Contohnya ada perusahaan Amerika Serikat mempertanyakan UU itu. Saya jawab, "Pernah nggak Anda punya masalah perburuhan di Indonesia?" Ternyata mereka tak pernah mengalami karena sifat perusahaan mereka yang capital intensive. Mereka tidak pernah punya masalah dengan upah minimum regional atau pemutus-an hubungan kerja (PHK). Perusahaan Jepang juga begitu, menanyakan soal perburuhan. Saya bilang, "Anda bukan labor intensive, dan juga tak punya masalah dengan PHK." Dari contoh-contoh ini, yang saya lihat adalah masalah persepsi akibat perilaku buruh kita kalau mereka berunjuk rasa yang destruktif. Merusak, melempari kantor dengan batu, membakar, mencederai. Efeknya, orang takut dengan buruh Indonesia. Akibatnya, buruh yang belum bekerja mendapat masalah baru karena sulit mendapat pekerjaan.
Jadi, bukan soal peraturannya?
Aturan-aturan perburuhan itu sebenarnya lebih banyak berdampak bagi (perusahaan) labor intensive, padat karya. Biasanya itu perusahaan Korea, Taiwan, atau Indonesia yang memproduksi garmen dan sepatu. Karena itu, saya bilang kepada kawan-kawan buruh, mari kita belajar tentang mogok. Mogok boleh, tapi sopan dan tidak merusak. Saya pelajari, UU Perburuhan itu memang ada yang perlu diubah, tetapi tidak banyak. Yang perlu diperhatikan adalah soal perilaku buruh sendiri.
Selain RUU Perburuhan, ada juga RUU Perpajakan dan RUU investasi yang masih menjadi soal di DPR?
Ya, kedua undang-undang itu masih dibahas di DPR. Namun, jika sebuah undang-undang keluar, tidak lantas semuanya jadi baik. Undang-undang bukan lampu Aladin.
Mengapa pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya 5,6 persen sehingga ada yang menyebut para menteri ekonomi "menzalimi" duet SBY-JK?
Istilah menzalimi itu tidak benar. Kalau kita lihat negatifnya, angka itu memang tidak sesuai dengan target kita. Tapi positifnya adalah, dengan kondisi bangsa yang belum optimal saja kita bisa mencapai 5,6 persen, bayangkan jika seluruh bangsa ini bekerja optimal, pasti bisa 7-8 persen. Saya yakin.
Kapan?
Tahun ini, 2007. Saya yakin tujuh persen itu bisa dicapai.
Tanpa merombak tim ekonomi?
Itu soal kedua. Mau dibongkar 10 kali pun, kalau cara kita bertindak masih seperti sekarang, tidak akan berarti apa-apa. Menteri-menteri itu relatif baik.
Jadi, apa masalahnya?
Kalau tahun 2007 ini kita free dari soal bom, illegal logging, bencana alam, itu akan menimbulkan harapan (akan perubahan) yang besar. Jadi bukan hanya soal satu-dua menteri. Ini soal seluruh bangsa yang harus bergerak bersama-sama.
Di antara menteri-menteri ekonomi, siapa yang menurut Anda paling tidak memuaskan kinerjanya?
Penilaian seperti ini tidak akan terbuka (untuk publik), ha-ha-ha....
Mengapa beras masih jadi problem?
Problem itu akibat banyak hal, mulai kebijakan, kondisi cuaca, petani, sampai jumlah penduduk yang terus bertambah. Jadi bukan hanya karena kebijakan menteri yang bersangkutan.
Tahun depan harga rumah sederhana akan naik. Apakah itu tidak makin membebani rakyat dan memperlambat pertumbuhan ekonomi?
Kenapa?
Sebab hari-hari terakhir ada penduduk di beberapa daerah yang sudah kembali makan nasi aking akibat harga beras yang melambung naik....
Nasi aking bukan sesuatu yang jelek. Sebetulnya tiap hari terjadi itu (orang makan) nasi aking. Jangan dijadikan indikator. Soal perumahan, ada buruh yang bekerja di Pulogadung tapi tinggal di Tangerang. Berapa waktu yang dihabiskannya di jalan? Jadi, pemerintah harus membangun rumah bagi kalangan menengah-bawah di pusat kota.
Pembebasan lahan itu selalu muncul jika sudah menyangkut perumahan. Bagaimana antisipasinya?
Dulu kita mengharapkan swasta yang membebaskan lahan. Ternyata mereka tidak punya kemampuan yang tinggi, jadi kita balik. Pemerintah yang akan membebaskan. Ada anggaran Rp 1 triliun. Tahun ini naik menjadi Rp 2 triliun untuk pembebasan trans Jawa.
Mengenai anggaran, di daerah terlihat penyerapannya kurang berjalan lancar, sedangkan di pusat sering macet. Apa yang terjadi?
Ada dua jenis anggaran. Anggaran rutin dan anggaran pembangunan, yang berupa belanja barang dan belanja mo-dal. Anggaran rutin seperti gaji, dana alokasi umum, dana alokasi khusus, pasti lancar. Kalau anggaran pembangunan di pusat itu sekitar Rp 100 triliun. Sampai akhir tahun realisasinya diperkirakan 80 persen. Itu akan kita urai penyebabnya. Pertama, bisa jadi mereka terlambat mengadakan tender. Kedua, karena efisiensi. Tahun ini pengadaan barang untuk pemerintah harus melalui tender dan diumumkan di koran. Akibatnya, hampir semua harga satuan barang turun. Ada yang turun 20 persen, bahkan ada yang sampai 40 persen. Ini kan bagus dari sisi efisiensi negara.
Tapi jadi banyak yang takut menjadi pimpinan proyek....
Awalnya begitu. Setelah kami jelaskan bahwa belum pernah ada pimpro yang menjadi masalah hukum apabila semua tender itu diumumkan terbuka di media massa, sekarang tidak ada masalah.
Presiden mengatakan sikap persuasif sudah cukup, dan akan lebih tegas tahun ini. Apakah karena Anda yang meminta perubahan sikap itu?
Salah satunya. Waktu kami (memerintah) tinggal tiga tahun. Masyarakat ingin (kami) bergerak lebih cepat.
H. MUHAMMAD JUSUF KALLA Lahir: Watampone, 15 Mei 1942 Pendidikan:
Karier:
|
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo