Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Matori Abdul Djalil: "Saya Bukan Brutus"

Sangat sulit menyebutkan jabatan Matori Abdul Djalil yang "benar" sekarang ini. Oleh Abdurrahman Wahid dan para pendukungnya, Matori tak lagi dipandang sebagai Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Matori telah dipecat. Pemecatan itu dikukuhkan dalam sidang Dewan Syuro PKB di kantor Dewan Pimpinan Pusat PKB, Kuningan, Jakarta Selatan pada Sabtu pekan lalu. Tapi Matori sendiri masih menganggap diri ketua umum partai tersebut. Matori yakin, keputusan Gus Dur memecatnya adalah akibat ulah orang-orang PKB yang tidak menyukainya.

5 Agustus 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebagai tindakan balasan, pekan lalu Matori mengumumkan pemecatan beberapa penentangnya di PKB, yaitu Alwi Shihab, Khofifah Indar Parawansa, Effendi Choiri, dan Muhaimin Iskandar. Matori menilai mereka telah menjerumuskan Gus Dur sehingga mengumumkan dekrit presiden yang berakibat fatal. "Saya sangat sedih, marah, dan jengkel, sebab orang yang saya cintai itu jatuh ke sarang penyamun." Bagi Matori, ini adalah saatnya melawan. Laki-laki kelahiran Salatiga, Jawa Tengah, 57 tahun silam itu merasa sudah terlalu lama diam. Sejak DPR mengeluarkan Memorandum I (pada Maret 2000), Matori sedikit demi sedikit tersingkir dari partai yang dia pimpin. Hubungannya dengan Gus Dur pun berangsur runcing dan mencapai puncaknya ketika Matori tetap hadir mengikuti sidang istimewa, sementara anggota Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) menganggap sidang itu tidak sah. "Tapi saya bukan pengkhianat, saya bukan Brutus," kata ayah delapan anak ini. "Keikutsertaan saya dalam setiap proses konstitusional di parlemen ini semata-mata merupakan usaha untuk menyelamatkan muka Gus Dur," katanya. Matori yakin bahwa kompromi masih bisa dicapai. "Saya mencintai Gus Dur Wahid, saya tidak ingin dia jatuh dengan cara sadistis." Dia juga yakin, pemecatan dirinya tak akan membuat dia kehilangan dukungan. PKB wilayah Jakarta dan Sulawesi Selatan memang sudah menyatakan dukungan terbuka terhadapnya. Sangat ironis pula bahwa Matori?ketua yang sudah dipecat ini?tampaknya akan merupakan satu-satunya jalan bagi politisi PKB untuk masuk kembali ke parlemen tanpa kehilangan muka, setelah mereka menganggap parlemen bubar bersama dekrit yang mereka dukung. Dan satu lagi, Matori, yang menjadi "teman" pemerintahan Megawati Sukarnoputri dan Hamzah Haz, tetap hadir dalam pertemuan-pertemuan pimpinan partai untuk membahas komposisi kabinet. Berikut adalah petikan wawancara Wenseslaus Manggut dari TEMPO dengan Matori, di ruang kerjanya, di Gedung Nusantara III, lantai IV, Senayan, pekan silam. Abdurrahman Wahidlah yang mengangkat Anda menjadi Ketua Umum PKB. Anda juga pernah disebut pengikut setia sang mantan presiden. Namun, tiba-tiba, di saat genting, kenapa Anda seperti berpaling dari dia? Kalau Anda memperhatikan semua statemen saya di media massa, Anda akan tahu bahwa saya tidak meninggalkan Gus Dur secara tiba-tiba. Semenjak Memorandum II dikeluarkan oleh DPR, saya sudah mengeluarkan beberapa pernyataan yang intinya memberikan warning kepadanya. Saya berulang kali menyatakan bahwa ancaman dekrit itu kontraproduktif terhadap upaya kompromi politik yang kita bangun untuk menyelamatkan Gus Dur. Saya juga memberi warning kepada Gus Dur soal konflik di tubuh Polri dan sebagainya. Jadi, saya tidak tiba-tiba berkhianat. Saya bukan Brutus. Kapan persisnya Anda memutuskan untuk tetap mengikuti sidang istimewa? Keputusan untuk tetap mengikuti SI saya sampaikan dalam pertemuan DPP PKB di Hotel Kartika Chandra, dari pukul sembilan hingga tengah malam Jumat, 20 Juli. Saya sampaikan agar semua anggota MPR dari PKB tetap mengikuti sidang istimewa. Sebab, di sidang istimewa itulah kita masih bisa menyelamatkan Gus Dur. Tetapi floor menolak usul itu. Saat itu juga saya katakan bahwa saya akan tetap mengikuti sidang atas nama diri saya sendiri dan tidak akan membawa Fraksi PKB. Memang, pertemuannya agak tegang, tetapi keputusan saya sudah bulat. Kala itu, Presiden Abdurrahman diberi tahu soal keputusan Anda? Ya. Dari Kartika Chandra, kami langsung menemui Gus Dur di Istana. Saya bertemu Gus Dur bersama Ali Masykur Musa, Effendi Choiri, Muhaimin Iskandar, dan Arifin Djunaedi. Dalam pertemuan itu saya sampaikan bahwa jalan kompromi masih terbuka. Gus Dur tanya, bagaimana caranya. Saya jawab, "Tolong, perintahkan saya untuk melakukan tugas itu." Gus Dur setuju. Saya keluar dari Istana sekitar pukul 00.30. Tapi beberapa kawan dari PKB tetap berada di Istana. Baru sampai di hotel, Muhaimin Iskandar menelepon saya dan mengatakan, jika tetap mengikuti sidang istimewa, saya akan dipecat. Jawaban Anda? Saya bilang, saya siap menerima risiko itu. Menurut Anda, Abdurrahman Wahid marah ke Anda? Saya tidak tahu persis. Tetapi saya sangat yakin bahwa pemecatan terhadap saya bukan dari Gus Dur sendiri. Saya sudah sangat lama bergaul dengan Gus Dur. Saya sangat memahaminya. Dia tidak akan mengambil langkah seperti itu. Lalu siapa? Ada kawan-kawan di PKB sendiri yang nafsu berkuasa. Anda meninggalkan Istana Presiden lewat tengah malam dengan janji berjuang untuk kompromi. Tapi, sebelumnya pimpinan MPR sudah memutuskan sidang istimewa dilaksanakan pukul 09.00 esok harinya. Dalam waktu sesingkat itu bukankah kompromi sudah mustahil dilakukan? Ada banyak opsi yang masih tersedia untuk Gus Dur saat itu. Pertama, pembagian kekuasaan: Gus Dur cukup sebagai kepala negara dan Megawati sebagai kepala pemerintahan. Saya melihat peluang itu masih terbuka, karena sebelumnya selalu ada tarik ulur. Kedua, jika memang Gus Dur jatuh dari kursi presiden, masih tersisa skenario penyelamatan muka. Saya berjuang sekuat tenaga untuk melobi Megawati, Amien Rais, dan beberapa ketua fraksi MPR lainnya, agar Gus Dur diangkat menjadi menteri senior seperti Lee Kuan Yew di Singapura atau diangkat menjadi bapak bangsa. Hal-hal itu bisa ditetapkan dalam keputusan MPR. Ini skenario penyelamatan muka yang paling memungkinkan, jika tawaran kompromi itu ditolak. Tujuannya cuma satu, yaitu menjaga kehormatan Gus Dur. Sebagai Ketua PKB, Anda yang paling bertanggung jawab atas semua kompromi politik Abdurrahman Wahid. Bukankah itu artinya Anda sudah gagal? Saya sudah melakukan lobi kiri-kanan sejak sidang tahunan Agustus 2000 lalu. Saya menyadari betul bahwa kursi PKB di DPR itu hanya 10 persen. Artinya, 90 persennya itu bukan punya kami, tapi orang lain. Karena itu, kami perlu kerja sama dengan orang lain. Kerja sama itulah yang saya sebut dengan kabinet kaki empat. Dengan keputusan memecat Hamzah Haz, Laksamana Sukardi, dan Jusuf Kalla dari jabatan menteri waktu itu, Gus Dur telah memotong tiga kaki sekaligus. Ya, kekuasaannya pincang, kan? Kepincangan itulah yang terlihat dalam sidang tahunan 2000 lalu itu. Kami dihantam habis-habisan. Saya berusaha agar kepincangan itu sembuh dengan jalan koalisi. Setelah sidang tahunan itu, bersama Theo Syafei, saya pertemukan Gus Dur dengan Ibu Megawati. Saya lupa kapan persisnya, tapi tak berapa lama setelah sidang tahunan itu. Dalam pertemuan itu dibicarakan perlu adanya koalisi yang kuat atau kerja sama yang kuat dengan PDI-P. Gus Dur setuju. Tapi belakangan kan PDI-P justru ikut melahirkan Memorandum I. Artinya, lobi Anda gagal? Itu karena terdapat sejumlah langkah Gus Dur yang kontraproduktif. Memorandum I itu muncul karena kasus dana Bulog dan dana dari Sultan Brunei. Saya sudah melakukan lobi kiri-kanan untuk kedua kasus itu. Intinya, supaya kasus ini dicari kebenarannya dan bukan digunakan untuk menjatuhkan Gus Dur. Setelah Memorandum I jatuh, Apa yang Anda lakukan? Saya masih berupaya melakukan lobi dengan partai-partai lainnya. Saya masih bisa mempertemukan Gus Dur dengan teman-teman di Poros Tengah, berusaha mempertemukan Gus Dur dengan Ibu Megawati. Tujuannya agar duet Mega dan Gus Dur selamat hingga 2004. Tapi, ya itu tadi, ancaman dekrit selalu menguntit. Jadi, saya selalu bernego-siasi di tengah kuatnya sikap pesimisme pihak lawan politik Gus Dur. Jadi, Anda gagal meyakinkan Abdurrahman Wahid bahwa dekrit itu kontraproduktif? Sejak di tahap rencana, saya sudah menolak dekrit. Bahkan detik-detik terakhir keluarnya dekrit itu, Sabtu, 21 Juli pagi, saya meminta Gus Dur agar menahan diri. Tapi, akhirnya dekrit itu keluar juga. Saya bisa memastikan bahwa dekrit itu keluar karena desakan orang-orang PKB seperti Alwi Shihab, dan Muhaimin Iskandar. Merekalah yang paling bertanggung jawab atas dekrit itu. Sejak kapan Anda yakin bahwa Abdurrahman Wahid akan jatuh? Begitu Gus Dur mengeluarkan dekrit, saya tidak punya harapan lagi. Terus terang saja, saat itu saya sangat sedih. Saya kenal Gus Dur sejak 1980. Saat itu saya masih di kampung, di Salatiga. Saya sangat kagum mendengar pikirannya dan kepandaiannya. Pokoknya, dia adalah guru segalanya bagi saya. Saya sangat mencintai Gus Dur dan karenanya saya pernah menangis di pangkuannya. Saya sangat sedih, marah, dan jengkel, sebab orang yang saya cintai itu jatuh ke sarang penyamun. Andaikan Gus Dur mau mendengar saran-saran saya, mungkin akibatnya tidak sesadistis sekarang ini. Jadi, Anda kalah dalam mempengaruhi Gus Dur? Saya akui itu. Saya kan tidak bisa setiap saat lengket terus dengan Gus Dur, karena saya ini orang PKB yang disuruh berjuang di legislatif, DPR. Banyak tuduhan bahwa Anda sudah membelot? Itu tuduhan ngawur. Saya orang NU dan PKB tulen. Saya juga sangat setia dan mencintai Gus Dur Wahid. Seluruh aktivitas politik saya, ya, untuk menjaga kehormatannya. Lalu bagaimana hubungan Anda dengan NU? Sekarang mungkin mereka masih menilai bahwa saya berkhianat, seperti Brutus terhadap Julius Caesar. Tapi saya sangat yakin bahwa suatu saat mereka akan tahu bahwa apa yang saya lakukan adalah untuk menyelamatkan NU juga. Orang NU itu baik-baiklah. Anda dipecat dari jabatan Ketua PKB. Bagaimana Anda menilainya? Biarkan sajalah. Upaya penggoyangan terhadap posisi Ketua PKB itu sudah lama mereka lakukan. Dulu ada isu muktamar luar biasa dan sebagainya. Semua itu mengarah pada upaya penggoyangan terhadap posisi saya. Jadi, memang sudah lama mereka mengincar posisi ini. Saya terus dimusuhi. Mengapa hubungan Anda dengan teman-teman di PKB separah itu? Itu karena mereka tahu bahwa sayalah satu-satunya penghalang mereka untuk mempengaruhi Gus Dur. Setelah Abdurrahman Wahid jatuh, Anda justru rajin berbicara di media massa. Padahal, saat SI berlangsung, Anda hanya senyum-senyum jika bertemu wartawan. Saya memang menghindari pembicaraan tentang Gus Dur dan PKB saat SI itu berlangsung, karena saya kira forumnya tidak tepat. Tapi, karena kelakuan mereka benar-benar memuakkan, saya jadi sebal juga. Saya memutuskan untuk bicara. Memuakkan seperti apa misalnya? Minggu malam 29 Juli lalu, Syaifullah Yusuf (keponakan Abdurrahman dan politisi PDI Perjuangan) datang ke rumah saya. Dia datang sendirian. Saya terkejut juga, habis berantem kok tiba-tiba datang. Saya tambah terkejut ketika Syaifullah meminta bantuan saya agar PKB mendapat jatah tiga kursi di kabinet dan jatah lima direktur badan usaha milik negara (BUMN). Saya heran, sudah menolak SI, yang artinya menolak Megawati sebagai presiden produk SI, kok mau jadi pembantunya? Apa jawaban Anda? Saya katakan, "Sana, minta sendiri sama Mbak Mega." Saya juga bilang bahwa Syaifullah itu orang PDI Perjuangan dan bukannya orang PKB. La kok, minta atas nama PKB? (Kepada wartawan, Selasa pekan lalu, Syaifullah membantah telah mengajukan permintaan kursi kabinet kepada Matori.) Memang Anda punya pengaruh dalam penyusunan kabinet ini, ya? Saya tidak punya pengaruh apa-apa. Kabarnya, Anda akan membentuk partai baru? Tidak benar itu. Saya akan tetap berjuang di PKB, saya kan masih anggota PKB. Anda akan mendapat jatah menteri? Saya tidak punya ambisi apa-apa. Saya malah baru mendengar kabar itu dari Anda. Saat Gus Dur menjadi presiden, saya tidak dapat apa-apa, sementara beberapa teman saya dapat jabatan menteri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus