Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOMISI Pemberantasan Korupsi memasuki babak baru sebagai lembaga dengan ketua yang terjerat kasus korupsi. Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. Firli diduga meminta uang sebagai imbalan menghentikan pengusutan dugaan korupsi Syahrul Limpo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sesuai dengan aturan, Firli berhenti dari KPK. Penggantinya Nawawi Pomolango. Ia hakim Pengadilan Tinggi Denpasar pada 2017-2019 sebelum mendaftar menjadi komisioner KPK. Presiden Joko Widodo, bos KPK kini, menunjuk Nawawi sebagai ketua sementara. Ia sadar, KPK kini tak independen setelah Dewan Perwakilan Rakyat mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada September 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nawawi mengibaratkan KPK kini bagai kapal berbeda karena tunduk pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. Presiden menunjuk anggota dewan pengawas yang bertugas mengawasi kinerja para komisioner KPK. Meski tak lagi independen, Nawawi mengatakan, KPK masih bisa diandalkan untuk memberantas korupsi. “Ketidaksempurnaan aturan bisa ditutupi dengan aparat penegak hukum yang memiliki integritas moral,” katanya kepada Abdul Manan, Mustafa Silalahi, Riky Ferdianto, Fajar Pebriyanto, Avit Hidayat, dan fotografer Imam Sukamto dari Tempo di kantornya, 22 Desember 2023.
Dalam wawancara sekitar satu jam itu, Nawawi menjelaskan langkah KPK ke depan. Juga kontroversi KPK yang akan menghentikan sementara penyidikan kasus korupsi yang melibatkan peserta Pemilihan Umum 2024. Untuk alur dan kejelasan, wawancara ini telah diedit.
KPK tengah terpuruk. Bagaimana Anda memimpin lembaga yang tak lagi dipercayai?
Berupaya mengembalikannya. Itu mungkin nonsense. Apalagi nama jabatannya “ketua sementara”. Jadi dalam waktu singkat ini bagaimana saya bisa sedikit mengembalikan kepercayaan. Dalam memperingati hari bakti KPK, kami membuat acara KPK Mendengar (21 Desember 2023).
Apa masukan yang Anda harapkan?
KPK seperti membuat jarak dengan aktivis antikorupsi. Itu antara lain yang menggerus kepercayaan. Publik juga ikut-ikutan. Jadi kalau dulu ada ribut-ribut KPK, tidak ada benteng yang menjaga. Itu yang coba kami bangun, dengan kegiatan-kegiatan sederhana seperti itu. Kami benahi ini sesakit apa pun. Ada bahasa dari Pak Khairul Umam dari Universitas Paramadina, "Semua obat yang mujarab itu pahit."
Bagaimana dengan integritas pimpinan KPK?
Komunikasi publik kami juga enggak terlalu bagus.
Apa yang akan Anda lakukan untuk memulihkan kepercayaan itu?
Ini juga pertanyaan peserta KPK Mendengar. Apa lagi yang tersisa dari KPK untuk bisa eksis? Saya punya rasa kepercayaan bahwa pegawai KPK masih punya rasa kebanggaan dengan integritas. Itu saja modal saya. Saya tidak ingin meninggalkan mereka dengan apa yang masih tertanam sama mereka. Lebihnya saya enggak punya harapan lagi.
Anda bilang memulihkan kepercayaan publik kepada KPK itu nonsense. Bisa dijelaskan?
Banyak harapan KPK dikembalikan lagi seperti sebelum era 2019. Bagaimana mungkin kita tiba di satu pelabuhan dengan perahu yang sudah sangat berbeda? Ada perahu yang sangat berbeda karena undang-undang berbeda. Barangkali tujuannya sama, tapi satu kapal agak lambat. Teman-teman lebih tahu yang mana akan lebih cepat, mana kapal yang lebih bagus.
Jadi masalah terbesar KPK adalah undang-undang yang berubah?
Bagi saya moral, integritas, itu paling depan. Ada adagium begini. Sebaik-baiknya peraturan perundang-undangan, kalau penegak hukumnya rusak, ya rusak. Jadi, sebagus-bagusnya instrumen aturan perundang-undangan, di tangan para penegak hukum yang tidak punya integritas moral, akan rusak, enggak ada gunanya. Sebaliknya, ketidaksempurnaan instrumen peraturan bisa ditutupi dengan aparat penegak hukum yang memiliki integritas moral. Itu yang membuat saya masih ada harapan.
Kalau misalnya lima pemimpin ini dianggap memang buruk, pakai Undang-Undang Nomor 30 juga tetap buruk. Tapi, meskipun dengan Undang-Undang Nomor 19 tidak sempurna, karena dilekatkan dalam rumpun eksekutif, kalau dijalankan oleh pimpinan yang berintegritas moral bagus, insyaallah bagus. Penegakan hukum itu cuma tiga elemen yang kita butuhkan: kejujuran, keberanian, ketegasan.
Undang-Undang Nomor 19 membuat KPK berada di bawah presiden. Apa bisa diintervensi?
Saya hampir empat tahun di sini rasanya enggak pernah ada yang memanggil untuk menghentikan kasus.
Nawawi Pomolango usai diambil sumpahnya oleh Presiden Joko Widodo sebagai Ketua Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masa jabatan tahun 2019-2024 di Istana Negara, 27 November 2023/twitter.com/jokowi
Kejadian seperti yang menimpa Agus Rahardjo yang dipanggil presiden untuk menyetop kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik belum terjadi?
Enggak ada. Tapi hanya Allah yang mengetahui kebenaran yang sesungguhnya pada pimpinan yang lain. Saya merasa enggak ada tekanan-tekanan seperti itu.
Artinya dengan Undang-Undang KPK sekarang masih bisa garang?
Kembali ke postulat tadi. Sejauh bisa dijalankan oleh para insan, termasuk pimpinannya yang punya integritas moral yang tinggi, punya keberanian, punya kejujuran dan ketegasan, seburuk-buruknya aturan, ketidaksempurnaannya bisa ditutupi dengan integritas moral pimpinan dan insannya.
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia dan kepercayaan publik yang turun itu obyektif?
IPK enggak sepenuhnya cerminan KPK. Sebenarnya ini lebih banyak ke lembaga-lembaga yang mengurus perizinan, imigrasi, bea-cukai, dan lain-lain. Tapi KPK juga enggak bisa melepaskan diri. Judulnya saja Indeks Persepsi Korupsi, bukan Indeks Persepsi Bea-Cukai. Tanggung jawabnya ada di sini.
Ketika pada satu forum kami mengajak Burhanuddin Muhtadi dari Indikator, dia bilang memang elemen kepemimpinan turut berpengaruh dalam turunnya kepercayaan publik di era KPK sekarang. Jadi kami harus terima. Mungkin kami harus mengubah performance, cara kepemimpinan kami. Saya berlatar belakang hakim, jadi biasa ngomong terbuka. Itu yang kemarin sempat keluar ucapan one man show itu (soal Firli Bahuri). Kelakar saya saja itu. Karena bapak ini, kalau saya gambarkan, kayak dulu ada banyak preman di kampung. Biasanya keluar sendiri, teriak-teriak di kampung orang. Begitu dikeroyok, dia mengajak kita. Kita jadi seperti teman yang dibutuhkan ketika ada masalah. Saya enggak mau bekerja seperti itu.
Bukankah kepemimpinan KPK kolektif kolegial?
Kolektif kolegial itu harus diupayakan. Saya kadang-kadang berdebat dengan teman-teman. Jangan kuliahi saya soal kolektif kolegial. Saya hakim. Pengambilan putusan majelis hakim itu kami jalankan dengan metode seperti itu. Kalau misalnya ada lima hakim, dua masih berbeda, kami tunda pengambilan putusan. Sedapat mungkin sama dulu. Jangan terlalu dipaksa begitu komposisinya 3-2 langsung tanda tangan. Enggak boleh begitu kolektif kolegial itu.
Di KPK ini sering terjadi begitu?
Kecenderungannya yang penting sudah dua tanda tangan. Yang lain belum tahu.
Firli Bahuri one man show. Bisa beri contoh?
Itu omongan saya. Ketua KPK itu berbeda dengan Kepala Kepolisian RI, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Jaksa Agung. Mereka garis komando. JAM (Jaksa Agung Muda) atau Kaba (Kepala Badan Reserse Kriminal) itu berpendapat apa pun tetap ujungnya di atas apakah mau jalan, miring kiri, miring kanan. Ketua KPK tidak seperti itu. Tidak ada garis komando.
Apakah itu yang terjadi pada periode ketua sebelumnya?
Sekarang sudah berubah. Tidak terlalu banyak cari masalah keluar. Kami saling memberi tahu jika ada tugas dinas. Misalnya beliau ke Mahkamah Agung, kami sama-sama memberi tahu. Kalau pergi bermain, kami enggak saling beri tahu. Ini salahnya Dewan Pengawas juga.
Nawawi Pomolango
Tempat dan tanggal lahir:
Manado, 28 Februari 1962
Pendidikan:
- S-1 Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, Manado
- S-2 Magister Hukum Pidana Universitas Pasundan, Bandung
Karier:
- Hakim di Pengadilan Negeri Tondano, Sulawesi Utara, 1996
- Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan, 2001
- Hakim Pengadilan Negeri Makassar, 2005
- Ketua Pengadilan Negeri Poso, Sulawesi Tengah, 2010-2011
- Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 2011-2013
- Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur, 2016-2017
- Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Denpasar, 2017-2019
- Wakil Ketua KPK, 2019-2023
- Ketua sementara KPK, 2023-sekarang
Apa salah Dewan Pengawas?
Dewas bikin peraturan, insan KPK jangan bermain golf. Orang bisa main badminton, pingpong. Seharusnya insan KPK enggak boleh main-main. Tapi dia cuma bilang enggak boleh main golf. Nah, jadinya orang cari badminton.
Pada periode ini, ada dua kasus pimpinan KPK yang terkait dengan masalah integritas, yaitu Lili Pintauli dan Firli Bahuri. Apakah ini dampak revisi Undang-Undang KPK juga?
Saya kira enggak sampai seperti itu.
Apa ada soal sistem yang membuat KPK seperti ini?
Kalau sistem bukan hanya di dalam, dari luar juga. Orang banyak mempermasalahkan, ini juga terkait dengan kerja panitia seleksi. Saya tidak dalam posisi seakan-akan saya berintegritas. Saya berharap panitia seleksi terisi orang-orang yang betul-betul bagus. Saya tidak bermaksud mengatakan yang kemarin enggak bagus. Cuma, mungkin perlu lebih ditingkatkan.
Apa benar pimpinan KPK terpecah berkubu-kubu?
Kalau bacaan teman-teman seperti itu, kami enggak bisa (mempersoalkan) juga. Sekali lagi, sedapat mungkin, meskipun ketua sementara, saya terus berikhtiar bahwa kolektif kolegial itu harus kita hormati secara bersama. Saya tetap menghormati sikap langsung menghitung, misalnya posisinya 3-2. Memang ada peraturan KPK tahun 2009. Dalam hal terjadi situasi tertentu, yang dipakai adalah suara terbanyak. Tapi kalau konteks kolektif kolegial itu seharusnya semampu mungkin kita dalam satu sikap yang sama.
Komisioner Nurul Ghufron mengatakan KPK akan meniru Kejaksaan Agung menunda penyelidikan kasus peserta pemilu. Itu keputusan pimpinan?
Itulah yang saya bilang, kadang-kadang keluar (pernyataan) belum dengan sikap seperti kami ngomong kolektif kolegial.
Itu sudah dibahas di pimpinan?
Ini barangkali yang dibilang di acara KPK Mendengar itu sebagai soal komunikasi.
Saat ini setidaknya ada tiga kasus penting, yaitu dugaan korupsi yang melibatkan Kementerian Perhubungan, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Eddy Hiariej, serta Kementerian Pertanian. Apakah akan ditunda?
Kalau mau kayak begitu, dari awal ngapain kita naikkan ke penyelidikan?
Dalam penanganan kasus, kami mendengar informasi ada peran penting deputi atau direktorat di KPK. Bagaimana pimpinan memastikan itu dilakukan dengan benar?
Kami punya dashboard. Bisa kita lihat di situ. Tapi belakangan kadang-kadang enggak dimunculkan juga.
Kenapa kemajuan penanganan kasus tidak terlihat di dashboard itu?
Kadang-kadang teman-teman berdalih ini sangat rahasia. Kalau kami semasa di Mahkamah Agung hampir tidak ada problem. Pimpinan tahu penanganan kasus di SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara). Kalau ada staf administrasi macam-macam, bisa saya bilang, "Kalau kau belum melempar itu, tak pindahin kau." Takut dia.
Pernah melakukan itu saat di pengadilan?
Sewaktu di pengadilan, ada yang saya laporkan ke pimpinannya. Berkas kok diam terus. Enggak naik ke majelis hakim. Saya lapor direktorat jenderal. Dia dipindah ke Karawang.
Kenapa pemantauan melalui dashboard tak berjalan di KPK?
Selalu ada bahasa, "Itu kan rahasia". Pak Tumpak itu sampai bilang, "Jangan ngomong sinergi lagi di sini, ya. Mau muntah saya." Karena enggak pernah jalan aplikasi itu.
Apakah ada pesan khusus dari Presiden Joko Widodo?
Enggak. Saya tidak tahu penunjukan itu. Tiba-tiba baca pesan WhatsApp dari teman-teman saya jadi ketua harian. Saya dilantik bareng Gubernur Riau. Dia dilantik dulu. Saya berharap mungkin nanti seusai penyumpahan ada brief. Ternyata enggak. Cuma, pada saat foto bersama itu saja.
Bicara apa?
"Selamat bekerja." Itu aja bahasanya. Setelah itu enggak dipanggil juga.
Setelah itu pernah bertemu dengan Presiden?
Waktu peringatan Hari Anti-Korupsi Sedunia (12 Desember 2023) kami duduk berdampingan. Saya bilang, "Pak Presiden, mohon maaf atas kegaduhan yang ditimbulkan lembaga." Presiden menjawab, "Ya, ya."
Apakah Anda bisa bersikap tegas kalau ada kasus yang berhubungan dengan presiden?
Jangan pakai mungkin atau mengandai-andai. Kami punya prinsip, lembaga ini punya tugas pertama pemberantasan korupsi. Konsepsi negara ini adalah berlandaskan prinsip equality before the law. Enggak kami beda-bedakan. Bisa saja Pak Alex Marwata, Pak Johanis Tanak berani, saya dan Pak Nurul Ghufron takut. Bisa saja terjadi. Itu problem di kolektif kolegial.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Banyak Harapan KPK Dikembalikan ke Era Sebelum 2019". Koreksi 25 Desember 2023 pada UU Nomor 30. Sebelumnya tertulis UU Nomor 32. Kami mohon maaf atas kekeliruan ini.