Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Jangan Sampai Pemerintah Menjadi Penghambat

Sandiaga Salahuddin Uno mengemban tugas membangkitkan kembali industri pariwisata dan ekonomi kreatif yang terpukul akibat pandemi Covid-19. Setumpuk pekerjaan sudah menunggunya sejak ia dilantik sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada 23 Desember 2020. Ia harus bersiasat di tengah pembatasan kegiatan masyarakat yang berdampak pada lesunya industri pariwisata dan ekonomi kreatif. Kementerian yang ia pimpin pun harus menyesuaikan target kunjungan wisatawan mancanegara dengan strategi pemerintah dalam menangani Covid-19.

30 Januari 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sandiaga Uno di Desa Sasak Sade di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, 15 Januari 2021. (foto: Istimewa)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sandiaga Uno mendapat tugas memulihkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

  • Target wisatawan mancanegara harus menyesuaikan dengan strategi pemerintah dalam penanganan Covid-19.

  • Jokowi memberinya tugas menyiapkan lima destinasi superprioritas dalam satu tahun.

SANDIAGA Salahuddin Uno baru saja dinyatakan sembuh dari Covid-19 ketika pihak Istana Negara menghubunginya, Selasa, 22 Desember 2020. Tak sampai dua jam setelah dinyatakan negatif lewat tes usap polymerase chain reaction, Sandiaga ditunjuk sebagai salah seorang menteri baru dalam kocok ulang perdana Kabinet Indonesia Maju. “Saat panggilan itu datang, saya salat istikharah. Saya memutuskan akan membantu Pak Jokowi,” kata Sandiaga, 51 tahun, dalam wawancara khusus dengan Tempo melalui konferensi video, Rabu, 13 Januari lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sandiaga diminta datang ke Istana Negara mengenakan baju putih. Ia sempat mengenakan pantalon cokelat, tapi sang istri, Nur Asia, menegurnya karena itu mirip seragam Partai Gerindra. Selepas berganti dengan celana hitam, ia meluncur ke Istana Negara. Sesampai di Istana, ia baru mengetahui Presiden Joko Widodo menunjuknya sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Sandiaga, yang menjadi ketua Relawan Indonesia Bersatu Lawan Covid-19 dalam tujuh bulan terakhir, tak mengira dipercaya menggantikan menteri sebelumnya, Wishnutama Kusubandio.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia mewarisi seabrek pekerjaan rumah, antara lain membangkitkan industri pariwisata dan ekonomi kreatif yang terpukul akibat pandemi. Apalagi melonjaknya jumlah kasus positif Covid-19 membuat pemerintah kembali melarang kunjungan turis mancanegara hingga 8 Februari nanti. Sandiaga juga harus memulihkan kepercayaan wisatawan domestik seusai insiden jatuhnya pesawat Sriwijaya Air, 9 Januari lalu. Ia juga mesti menyiapkan lima destinasi superprioritas dalam waktu satu tahun. “Itu tugas dari Pak Jokowi,” ujar Sandi—sapaan akrabnya.

Sandiaga menerima wartawan Tempo, Wahyu Dhyatmika, Sapto Yunus, Mahardika Satria Hadi, dan Fransisca Christy Rosana. Didampingi Deputi Bidang Pemasaran Nia Niscaya dan Deputi Bidang Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Hari Santosa Sungkari, Sandiaga memaparkan strategi menghidupkan kembali kegiatan pariwisata dan memulihkan 17 subsektor ekonomi kreatif. Ia juga berkisah seputar penunjukannya sebagai menteri. Nia Niscaya dan Hari Sungkari melengkapi jawaban Sandiaga di beberapa pertanyaan.

Bagaimana ceritanya Anda ditunjuk menjadi menteri oleh Presiden Jokowi?

Seusai pemilihan presiden 2019, saya ikut terlibat dalam pembicaraan bagaimana kita bisa membangun bangsa ini lebih maju, lebih sejahtera, lebih adil dan makmur. Ini sebelum Covid-19. Singkat cerita, agar bisa maju dan menjadi negara sejahtera, adil, dan makmur, kita harus bersatu padu. Akhirnya saya dan Pak Prabowo (Subianto) memutuskan memberi dukungan kepada Pak Jokowi dan Ma’ruf Amin dengan keinginan saya membantu dari luar pemerintahan.

Apa yang Anda lakukan saat itu? 

Lalu terjadi Covid-19 yang menjadi game changer, mengubah semuanya. Saya sampaikan kita harus memastikan aspek kesehatan dan mengatasi pandemi ini sebagai prioritas agar kita bisa memulihkan ekonomi. Saya aktif dalam kegiatan Relawan Indonesia Bersatu Lawan Covid-19. Saya juga punya beberapa program memberdayakan usaha mikro, kecil, menengah (UMKM). Ini terjadi saat saya mengalami hal yang paling berat, yaitu kena Covid-19. Dalam dua minggu pemulihan, saya berkontemplasi, refleksi, bertadabur, bertafakur bahwa untuk menghadapi ujian mahadahsyat ini perlu strategi holistik. Kita tidak boleh terpecah belah. Saat panggilan itu datang, saya salat istikharah. Saya memutuskan akan membantu Pak Jokowi.

Jadi ini keputusan spiritual, bukan politik? Karena pendukung Anda berharap, secara kalkulasi politik, peluang Anda dalam pemilihan presiden 2024 lebih besar jika tetap berada di luar pemerintah.

Sebelum kena Covid-19, saya sudah bilang ke Pak Prabowo karena beliau menyampaikan, ”Ada permintaan lagi nih, San, gimana?” Saya bilang, “Pak, saya tetap akan membantu pemerintah dari luar.” Saya sampaikan kepada beliau bahwa UMKM jeblok semua, ada 64 juta UMKM yang terkena dampak. Saya bisa membagi pengalaman sewaktu saya di-PHK, memberikan motivasi. Pak Prabowo bilang, “Oke, jadi gitu, ya. Saya sampaikan (ke Presiden).” Jadi keputusan ini murni tidak ada landasan politik dan dari detik ini saya harus kerja.

Sewaktu dipanggil ke Istana, Anda membayangkan akan menjadi menteri apa?

Saya terus terang tidak memikirkan portofolionya. Saya baru sembuh dari Covid-19, paginya dites swab, keluar hasilnya jam 12 negatif. Saya salat zuhur, saya sisipkan istikharah yang terakhir. Akhirnya, jam 13.30 dapat konfirmasi (dari Istana Negara) diminta datang pakai baju putih. Sampai di Istana, akhirnya diberi tahu portofolionya seperti itu. Saya diberi tugas memulihkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

Bagaimana tanggapan Prabowo?

Dari Istana, saya langsung ke Pak Prabowo. Saya melapor tugasnya di Kemenparekraf (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif). Beliau mengucapkan selamat bekerja. Sehabis itu, saya ke rumah orang tua. Saya beri tahu ibu dan ayah saya.

Benarkah penunjukan Anda sebagai menteri tidak terjadi secara tiba-tiba karena, sejak April 2020, Anda sudah sering bertemu dengan Presiden Jokowi untuk memberikan masukan tentang keadaan ekonomi nasional dan global?

Saya sebetulnya sangat dekat dengan Presiden sejak beliau masih menjadi Wali Kota Solo. Kami punya hubungan yang cukup baik selama ini, dari beliau menjadi wali kota, gubernur, dan presiden. Saya sangat menghormati beliau. Setiap diundang, saya sampaikan pandangan saya sebagai orang di luar pemerintah.

Apa saja yang Anda sampaikan kepada Presiden?

Yang saya sampaikan sesuai dengan konteks situasi Covid-19, ekonomi, dan sebagainya. Saya juga menyampaikan bahwa saya menggagas Relawan Indonesia Bersatu Lawan Covid-19. Saya mengucapkan terima kasih karena beberapa relawan Pak Jokowi ikut bergabung. Saya lihat sendiri di masyarakat ekonomi memang sangat terkena dampak. Kita perlu memberi bantuan sosial. Saya usul, “Pak, kalau bisa jangan sembako, kalau bisa tunai saja.” Kalau saya tanya ke masyarakat mau sembako atau uang, mereka bilang dua-duanya, he-he-he....

Anda juga memberikan masukan soal pariwisata?

Saya tidak pernah secara khusus membicarakan pariwisata.

Apa benar tidak semua orang di Gerindra senang Anda menjadi menteri karena Anda dianggap terlalu kuat sebagai pengganti Prabowo?

Saya di Gerindra kan bukan di pengurus harian. Saya di dewan pembina. Jadi tidak aktif dengan partai secara operasional. Setelah menghadap Pak Prabowo, saya langsung melapor kepada Sekjen Gerindra Pak Ahmad Muzani dan Ketua Harian Pak Sufmi Dasco Ahmad. Kami makan malam, ngobrol-ngobrol juga dengan teman-teman di Gerindra. Kelihatannya oke-oke saja. Memang banyak kader Gerindra sulit menghadapi situasi Covid-19 ini. Tapi saya yakin, karena optimisme bersama, Gerindra solid. Saya sekarang tidak mau bicara politik karena saya sudah sebagai menteri. Tapi saya berharap ini kan keputusan Presiden dan Partai Gerindra ada dalam koalisi Indonesia Maju, semestinya 100 persen mendukung keputusan Presiden.

Di tengah terpukulnya sektor pariwisata akibat pandemi, apa saja persoalan yang sudah dipetakan dan harus diselesaikan?

Tiga bulan ke depan kami harus berfokus mendukung langkah pemerintah meningkatkan kepatuhan terhadap protokol kesehatan untuk memutus penularan Covid-19. Dan membantu meringankan beban masyarakat di tengah pandemi dan melambatnya ekonomi. Tidak terbatas pada penyediaan kamar hotel buat tenaga kesehatan, tim medis, orang tanpa gejala, juga bantuan pangan kepada tim medis. Dana hibah yang diperjuangkan Pak Wishnutama juga perlu diapresiasi dan kami ambil satu langkah untuk memperluas, memperbanyak, dan melanjutkan program tersebut, termasuk bantuan kepada para pekerja mikro di lingkup sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

Program selanjutnya seperti apa?

Target wisatawan mancanegara harus menyesuaikan dengan strategi pemerintah dalam penanganan Covid-19. Demikian juga wisatawan domestik. Penutupan pintu-pintu masuk bagi warga negara asing diperpanjang lagi. Ini akan berdampak pada target-target yang kami canangkan sebelumnya. Kami akan melakukan inovasi, adaptasi, dan kolaborasi. Kami arahkan untuk berfokus ke wisatawan domestik. Di samping itu, tugas dari Pak Jokowi adalah menyiapkan lima destinasi superprioritas.

Apa saja yang sudah berjalan?

Saya sudah mengunjungi Danau Toba dan Labuan Bajo. Rencananya saya ke Borobudur, tapi karena PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat) kami alihkan kunjungan ke Mandalika yang situasinya masih relatif memungkinkan. Setelah itu rencananya ke Likupang (Sulawesi Utara) dan terakhir ke Borobudur. Akan kami siapkan quick wins-nya seperti apa. Pak Presiden minta kami menyiapkan kalender acara, produk-produk ekonomi kreatif di 17 subsektor. Seperti yang saya bilang, the site, the sound, the taste, the smell, the feel tiap kali kita datang ke lima destinasi superprioritas ini mesti ada. Kalau ke Toba makanannya apa. Kalau ke Bali kan langsung teringat nasi Bali, Yogya gudeg, Solo nasi liwet, Surabaya rawon. Tapi kalau ke Toba apa? Mi gomak atau ombus-ombus? Kalau di Labuan Bajo apa? Apakah ikan kuah asam Labuan Bajo? Branding-nya juga. Kalau Wonderful Indonesia sudah terkenal banget, tapi di lima destinasi superprioritas itu apa.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno (kanan) saat serah terima jabatan dengan pejabat sebelumnya, Wishnutama Kusubandio, di Gedung Sapta Pesona, Jakarta, Rabu, 23 Desember 2020. TEMPO/Hilman Fathurrahman W

Dengan berfokus pada wisatawan domestik, berapa target jumlah turis dengan keadaan sekarang?

Angka-angka ini bahaya, ya. Kalau kami sampaikan menjadi acuan bagi para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif, sementara kita ada Covid-19. Untuk wisatawan mancanegara sudah pasti sebulan kita kehilangan. Wisatawan Nusantara, dengan ditambah ada ujian musibah jatuhnya pesawat Sriwijaya Air, paling tidak bagaimana kita bangkitkan sektor transportasi. Kami ada (targetnya), tapi kami harus merevisi kembali karena Covid-19. Tapi yang menarik justru ada inovasi-inovasi di luar lima destinasi superprioritas, di luar wisatawan minat khusus, seperti sports tourism, nature and culture-based tourism, medical tourism, yoga, dan sebagainya.

Hari Sungkari: Destinasi ini tidak hanya di kota-kota besar, tapi juga harus menjangkau rakyat. Saya punya tugas membesarkan 244 desa wisata sampai 2024. Dari 244 desa itu, 150 desa ada di lima destinasi superprioritas. Ini yang kita harapkan terjadi perkembangan ekonomi di daerah-daerah dan itu sesuai dengan tren turisme di mana nanti banyak turis yang datang ke outdoors, special needs untuk mencari pengalaman.

Di sisi ekonomi kreatif, industri musik dan film sangat terpukul oleh pandemi. Beberapa kalangan sudah pindah ke virtual, tapi hasilnya belum maksimal. Apa solusinya?

Ini juga sulit untuk 17 subsektor ekonomi kreatif. Ada yang menunjukkan geliatnya, seperti e-sports. Yang harus dilakukan adalah memberikan fasilitas kepada pelaku di 17 subsektor, baik dari animasi, film, musik, untuk mereka bertransformasi. Sebagian sudah bisa beradaptasi dengan protokol kesehatan yang ketat dan disiplin. Ada yang sudah fully virtual seperti Konser 7 Ruang yang saya rutin berpartisipasi. Ini akan terus kami dorong. Kami tidak mau ada satu pun subsektor yang tertinggal. Kami harus berpikir bagaimana memfasilitasi ekonomi kreatif dan pariwisata karena co-creator-nya adalah di pentahelix, yaitu dunia usaha, pemerintah, masyarakat, akademikus, media. Jangan sampai pemerintah justru menjadi penghambat. Kami harus menciptakan satu pendekatan yang mampu menderegulasi, memastikan kemudahan berbisnis di sektor ekonomi kreatif.

Soal pembangunan di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur, bagaimana dengan keluhan masyarakat setempat yang terancam terusir dari kampungnya akibat adanya destinasi superprioritas?

Saya sudah berkali-kali ke Labuan Bajo, mungkin sudah tujuh kali. Sewaktu saya ke sana pada awal 2000, belum ada apa-apa. Saya lihat dengan mata kepala sendiri perubahan Labuan Bajo. Saya ketemu dan berdiskusi dengan kepala desa dan para pelaku ekonomi kreatif di sana. Ada yang bilang usahanya bangkrut sejak pandemi dan membutuhkan kredit lunak tanpa jaminan untuk membangkitkan usahanya karena dia melihat wisatawan mulai datang lagi ke Labuan Bajo. Ada yang bisik-bisik lalu nyeletuk di Labuan Bajo banyak banget sampahnya. Pembangunan di Labuan Bajo semestinya lebih melibatkan masyarakat dan harus keberlanjutan.

Sektor pariwisata selama ini dianggap punya andil dalam peningkatan kasus positif Covid-19 selepas liburan. Tapi, di sisi lain, pariwisata penting untuk menggerakkan ekonomi masyarakat. Bagaimana Anda mengatasi persoalan ini?

Saya mendapat data point dari Pak Jokowi bahwa tingkat kepatuhan terhadap protokol kesehatan turun cukup signifikan dalam tiga bulan terakhir. Itu berbanding terbalik dengan angka peningkatan kasus harian Covid-19. Jadi saya selalu bilang supaya promosinya protokol kesehatan dan penerapan CHSE atau K4 (kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan). Kita harus selalu berkoordinasi. Kita patuhi leader-nya dari sisi kesehatan.

Anda setuju dengan pendekatan pemerintah bahwa libur panjang atau cuti bersama dianggap variabel signifikan untuk mendongkrak kegiatan pariwisata?

Saya melihatnya sudah berubah. Tapi saya perlu melihat data. Pariwisata sudah bergeser bukan lagi karena ada libur bersama atau segala macam, karena sudah bisa bekerja dari destinasi wisata, sudah bisa workcation. Saya melihat pariwisata itu personalized, customized, localized, and smaller in size. Jadi libur bersama itu harus dipikirkan baik-baik. Saya ini anak baru di kabinet, jadi saya enggak mau rock the boat. Tapi, menurut saya, anak-anak milenial kalau travel tidak melihat tanggal merah terus merencanakan tiga bulan sebelumnya. Mereka lebih spontan.

Nia Niscaya: Dengan Covid-19, tampaknya konsep living, playing atau leisuring, dan working sudah melebur karena orang bisa melakukannya di mana saja. Tugas kami adalah lebih mendorong orang, kalau toh mereka mau bepergian, harus menjadi wisatawan bijaksana dengan melaksanakan protokol kesehatan. Lalu, dari sisi waktu, kami akan mendorongnya tidak dilakukan di akhir pekan, liburan akhir tahun, atau liburan sekolah supaya tidak terjadi penumpukan pada saat yang bersamaan di destinasi-destinasi.

Pembahasan tentang travel bubble sudah sejauh mana?

Saya kemarin berbicara dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Kalau kita lihat kandidat yang paling siap, ya saya mendorong Bali. Mungkin kita lihat dengan negara mana yang paling berpengaruh besar, misalnya Australia. Selandia Baru menerapkan itu dan cukup berhasil. Konsep itu sangat bergantung pada kebijakan kesehatan kita dan Menteri Kesehatan bilang kita dahulukan penanganan Covid-19. Jadi itu belum menjadi pembahasan lebih lanjut. 


SANDIAGA SALAHUDDIN UNO | Tempat dan tanggal lahir: Pekanbaru, 28 Juni 1969 | Pendidikan: Sarjana Administrasi Bisnis dari Wichita State University, Amerika Serikat (1990); Master bidang Administrasi Bisnis dari George Washington University, Amerika Serikat (1992); Doktor bidang Manajemen dari Universitas Pelita Harapan (2020) | Karier: Pendiri PT Recapital Advisors (1997), Pendiri dan Presiden Direktur PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (1998, 2004-2015), Wakil Gubernur DKI Jakarta (Oktober 2017-Agustus 2018), Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (sejak Desember 2020) | Organisasi: Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (2005-2008); Ketua Komite Tetap Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Kamar Dagang dan Industri Indonesia (2004-2010); Ketua Umum Persatuan Renang Seluruh Indonesia (2013-2016); Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra (2015-2019); Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra (2020-2025)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Wahyu Dhyatmika

Wahyu Dhyatmika

Direktur Utama PT Info Media Digital. Anggota KONDISI (Kelompok Kerja Disinformasi di Indonesia).

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus