Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Teroris Punya Keinginan Diakui

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Boy Rafli Amar menjelaskan jaringan teroris yang sedang ia pantau, dari Negara Islam Indonesia sampai Jemaah Islamiyah.

7 Mei 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Kepala BNPT Boy Rafli Amar menyebut jaringan NII di Sumatera Barat sebagai sel baru.

  • Situasi di Timur Tengah turut mempengaruhi gerakan terorisme di Indonesia.

  • Kelompok teroris kini menggunakan teknologi informasi untuk merekrut dan membaiat kadernya.

DETASEMEN Khusus 88 menangkap 16 tersangka teroris anggota Negara Islam Indonesia (NII) di Dharmasraya, Sumatera Barat, Maret lalu. Mereka diduga hendak menumbangkan pemerintah sebelum Pemilihan Umum 2024. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar menyebut mereka sebagai sel NII dan berafiliasi dengan Jamaah Islamiyah. Penangkapan dilakukan karena gerakan terorisme ini sudah masuk “tahap persiapan”.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Boy Rafli menyebutkan salah satu tantangan penanganan terorisme saat ini adalah meluasnya penggunaan teknologi informasi, yang dimanfaatkan kelompok teroris untuk merekrut kader secara online. “Termasuk baiatnya dengan cara jarak jauh. Berbaiat dengan cara online,” katanya dalam wawancara dengan wartawan Tempo, Abdul Manan, di kantornya di Jakarta pada Rabu, 27 April lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam perbincangan sekitar satu jam, mantan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Kepolisian RI ini membeberkan pengaruh situasi keamanan di Afganistan, Suriah, dan Irak terhadap perkembangan sel teroris di Indonesia. Ia juga menjelaskan kondisi umum jaringan teroris di Indonesia, penangkapan terhadap anggota jaringan NII yang disebut sebagai sel baru, dan program deradikalisasi baru bernama Kawasan Terpadu Nusantara.

Apa target penangkapan anggota jaringan NII di Sumatera Barat ini?

Jaringan terorisme yang sekarang menjadi pantauan, pertama adalah Jamaah Islamiyah, yang berkaitan dengan jaringan teroris global Al-Qaidah. Kedua adalah Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yang berafiliasi dengan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Irak dan Suriah. Mereka melakukan propaganda dan merekrut kombatan asing (foreign terrorist fighter). Di Indonesia, tercatat yang berangkat (ke sana) sudah sampai 2.157 orang sejak 2013. Di antara mereka ada yang sudah kembali, sebanyak 555 orang, ada yang meninggal, ada juga yang masih di kamp pengungsian atau dipenjara di Irak dan Suriah.

Benang merahnya ada. Semua tampak dalam pengungkapan kasus bom Bali. Ternyata sebagian dari mereka adalah orang-orang yang pernah berangkat ke Afganistan yang kemudian menyusun rencana di Malaysia. Ada orang di Malaysia, seperti Dr Azahari dan Noordin M. Top. Mereka punya rangkaian pertemuan di Afganistan, kemudian menyiapkan Indonesia sebagai wilayah operasi mereka.

Jaringan ketiga adalah NII. Di masa lalu, mereka memang sudah ada, terutama Darul Islam/Tentara Islam Indonesia dengan tokohnya Kartosoewirjo. Sebenarnya sejarah masa lalu sudah selesai ketika Indonesia sudah memiliki empat konsensus nasional, yakni konstitusi negara UUD 1945, ideologi negara Pancasila, semboyan Bhinneka Tunggal Ika, dan bentuk negara Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kalau sekarang NII diembuskan kembali, tentu tidak lepas dari bagaimana semangat dua organisasi itu karena ada kesamaan misi di antara mereka: punya misi untuk daulah islamiyah (negara Islam).

Ada juga gerakan Mujahidin Indonesia Timur. Ada strategi tamkin, penguasaan wilayah, yang dulu dilakukan Santoso, Ali Kalora. Mereka secara resmi menyelenggarakan pelatihan. Pelatihan ini sempat dipindahkan ke Aceh pada 2020, tapi gagal. Akhirnya kembali ke Gunung Biru selama 2013-2014. Hari ini masih tersisa tiga orang dan masih dalam pengejaran petugas. Mereka juga memiliki kesamaan ideologi. Mereka tidak berhubungan tapi satu ideologi. Termasuk baiatnya dengan cara jarak jauh. Berbaiat dengan cara online. Inilah dampak perkembangan teknologi informasi.

Di Sumatera Barat ini sel NII?

Ya. Di Lampung juga. Afiliasinya ke Jamaah Islamiyah. Ini sel-sel baru, diketahui dari hasil penyelidikan. Proses investigasi kan bisa berdasarkan data orang yang sudah tertangkap, kemudian dikembangkan. Lalu ada monitoring di media sosial melalui cyber patrol.

Seberapa dekat jaringan itu akan mewujudkan rencana khilafahnya?

Mereka sebenarnya kumpulan anak muda yang, menurut saya, mendapatkan informasi yang salah. Jadi ini keterpaparan pada tingkat awal yang kemudian diikuti berbagai rencana ke depan.

Apakah memang ada rencana melakukan teror?

Itu bisa tergambar dari hasil pemeriksaan. Penegakan hukum dilakukan sebagai bentuk mitigasi. Hukum terorisme memungkinkan dilakukan pencegahan, termasuk penindakan pada tahap persiapan.

Apakah mungkin mengganti pemerintah dengan senjata golok?

Tidak dilihat dari aspek secara fisiknya harus punya persenjataan, tapi dilihat dari aspek bingkai berpikirnya. Ini, kalau enggak dihentikan, bisa merugikan masyarakat dan kepentingan yang lebih luas. Jangan sampai yang terpengaruh makin besar.

Dalam dua tahun ini cukup banyak penangkapan tersangka teroris. Apakah itu tak mengurangi perkembangan jaringan ini?

Ini kejahatan luar biasa, memiliki motif ideologi dan politik. Itu kan menjadi sebuah penyebarluasan paham yang sangat masif dalam masyarakat, terutama saat ini. Dulu tidak ada media sosial (medsos). Sekarang medsos masif. Perlu dicermati juga angka pengguna Internet kita sudah 217 juta. Berapa pengguna medsos? Berapa persen anak muda yang menggunakannya? Keterpaparan di masa lalu dengan masa kini berbeda jauh. Analoginya seperti Covid-19. Orang kumpul semua (bisa jadi) positif. Keunggulan saat ini (orang bisa terpapar) tanpa harus bertatap muka. Dengan medsos orang bisa terpapar.

Di mana area operasi Jamaah Islamiyah di kawasan ini?

Kalau Asia Tenggara, semua. Mereka itu dalam satu kesatuan wilayah operasi. Indonesia dapat dikatakan sebagai wilayah yang mereka anggap mereka punya potensi didukung karena penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam. Tapi kan kita tahu bahwa Islam Indonesia diwariskan oleh para wali dengan karakter ahlussunnah wal jamaah.

Bukankah Al-Qaidah juga penganut ahlussunnah wal jamaah?

Bedanya, mereka menyetujui kekerasan. Mereka menggunakan narasi agama yang ujungnya setuju dengan kekerasan. Kita tidak diajari begitu.

Siapa yang masih dikenali sebagai pemimpin Al-Qaidah di Asia Tenggara?

Al-Qaidah Asia Tenggara sebenarnya terpusat di Indonesia. Kalau sel kelanjutannya seperti Al-Qaidah yang juga Jamaah Islamiyah (JI) di sini adalah Para Wijayanto. Ia sudah tertangkap. Ini sebenarnya proses metamorfosis mereka.

Setelah penangkapan Wijayanto, siapa penggantinya?

Mereka sepertinya sedang mencari. Belum ada yang mendeklarasikan. Tapi mereka berubah. Yang kami lihat (mereka) lebih banyak mengedepankan rekrutmen di daerah-daerah dan pengumpulan dana, yang tahun lalu terungkap memakai kotak amal.

Apakah situasi di Timur Tengah turut berpengaruh?

Memang, dalam tahun-tahun terakhir ini keberadaan ISIS cukup terdesak oleh pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Asad. Itu mengakibatkan terjadinya relokasi. Mereka yang sudah ditangkap dan dipenjara kami lihat ada yang pulang dan mendirikan organisasi di negara masing-masing, seperti ISIS Khorasan di Afganistan atau Boko Haram di Nigeria.

Di Indonesia jadi JAD?

Ya. JAD ini menampung pihak-pihak yang ingin berangkat (perang) dan menyiapkan rencana-rencana di dalam negeri. Kalau mau berangkat, ayo gabung di sana. Kalau tidak mau, ya, di dalam negeri. Di dalam negeri tentunya aparat penegak hukum sudah maksimal untuk menekan, jangan sampai sel-sel ini tumbuh dan kembali melakukan aksi-aksi yang merugikan masyarakat.

Tahun lalu Densus 88 menangkap sel ini?

Ya. Tahun lalu ada yang berlatar belakang ISIS, JI, dan JAD di Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan. Di Sulawesi Selatan kan ada kasus bom di gereja katedral tahun lalu. Kemudian di beberapa kawasan juga bergerak, di Afganistan, Pakistan, ataupun Filipina selatan. Mereka mengembangkan sayap di berbagai daerah.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, September 2021. ANTARA/Aprillio Akbar

Apa faktor yang mendorong orang menjadi teroris? Ekonomi?

Kalau variabel ekonomi bisa dijadikan salah satu sebab, itu tidaklah 100 persen. Kita bisa melihat banyak orang Indonesia yang perekonomiannya seperti itu (berkekurangan) tapi tidak terpengaruh. Mereka dari kelompok ekonomi kelas bawah, tapi kan mereka tidak tergiur menjadi (anggota) kelompok radikal teror. Faktor ekonomi bisa jadi nomor 10. Intinya adalah cara berpikir, mindset, yang setuju dengan cara kekerasan. Tidak semua yang terlibat itu mereka dari ekonomi lemah. Ada juga yang menjadi donatur dari kalangan intelektual.

Apa program BNPT untuk mencegah lahirnya generasi baru teroris?

Sesuai dengan undang-undang, salah satu bentuk pencegahan berupa deradikalisasi, dari tahap awal orang menjadi tersangka, terdakwa, terpidana, sampai mantan narapidana. Kalau mereka di lembaga pemasyarakatan, umumnya kami menyelenggarakan konseling untuk meningkatkan wawasan kebangsaan, keagamaan, psikologi, dan kewirausahaan. Setelah mereka keluar, BNPT mendorong mereka mandiri secara ekonomi. Makanya saat ini (kami) sedang menyiapkan lima Kawasan Terpadu Nusantara.

Seperti apa konsepnya?

Ini ada di lima provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Barat. Bentuknya kegiatan di bidang pertanian, peternakan, dan perikanan. Kami juga memikirkan konsep warung NKRI. Ini usaha mikro, kecil, dan menengah yang memberi bekal pengetahuan koperasi kepada eks napi teroris. Umumnya kawasan ini memanfaatkan lahan tidak produktif milik pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Konsep Kawasan Terpadu Nusantara merupakan kepanjangan dari deradikalisasi yang dilaksanakan dalam lembaga pemasyarakatan.

Kapan program ini diluncurkan?

Sudah kami perjuangkan sejak 2021. Masih ada penyiapan lahan. Koperasinya sudah terbentuk di lima wilayah, tapi lahan dan aktivitas pertanian, perikanan, peternakannya sedang dipersiapkan. Di Malang, Jawa Timur, sudah soft launching di Kecamatan Turen, 24 Maret lalu. Itu berdiri di atas lahan 15 hektare milik Pemerintah Kabupaten Malang.

Apakah ini untuk mencegah napi teroris kambuh saat tak punya pekerjaan?

Sangat mungkin. Walaupun yang dikatakan residivis itu sedikit, tidak sampai 1 persen. Napi teroris di seluruh Indonesia ada 550-an. Tapi umumnya mantan napi itu sudah berubah dalam cara berpikir. Salah satunya bernama Sutrisno dan anaknya di Mojokerto, Jawa Timur. Dia pemimpin JAD di Mojokerto. Dia keluar dari penjara pada pertengahan 2011. Dia mendirikan rumah moderasi, menjadi penanggung jawab pembuatan dialog dengan podcast.

Apa pertimbangan memilih lima provinsi itu?

Lima itu termasuk yang memiliki angka eks napi teroris tinggi dibanding provinsi lain. Juga melihat hasil pemetaan jaringan teroris di wilayah tersebut.

BNPT menjadi sorotan karena menyebutkan ihwal pesantren yang terafiliasi dengan terorisme. Ada respons saat Anda berkunjung ke Jawa Timur pada Maret lalu?

Saat saya kunjungi, banyak yang memberikan dukungan. Ada yang meminta klarifikasi. Karena kami tidak ingin ke depan pondok pesantren disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu. Informasi ini mungkin bagi sebagian kalangan agak pahit, tapi niat kami semacam memberi peringatan agar waspada. Data ini bukan hasil survei, tapi data hasil penegakan hukum yang dikumpulkan. Sebenarnya pesantren kan jumlahnya lebih dari 29 ribu. Disebut yang terafiliasi itu 198. Jauh sekali. Hanya berapa persen. Mereka kebanyakan yang memanfaatkan nama pondok pesantren.

Apa penjelasan Anda?

Ada satu-dua yang datang ketemu saya. Saya jelaskan, ada yang nama sama tapi lokasinya berbeda. Misalnya, satu posisinya di Jawa Barat, ternyata yang benar di Sulawesi. Data itu sebenarnya data yang dipakai untuk rapat koordinasi, bukan disampaikan kepada publik. Keluar nama itu dalam rapat di Kementerian Agama yang sedang membahas pendanaan terorisme dan program moderasi beragama.

Apa tantangan utama BNPT sekarang?

Tantangannya dari keterbukaan informasi publik, terutama media sosial.

Apa pengaruhnya bagi terorisme?

Ke penyebarluasan konten. Self-radicalization itu dengan cara seperti itu (online), bukan dengan tatap muka.

Konten seperti apa yang memicu radikalisasi?

Konten penuh kebencian terhadap negara. Praktik kehidupan berbangsa yang dikatakan tidak benar, kafir. Menyebut pemerintah sebagai toghut dan mengajak kembali kepada agama tapi buntutnya kekerasan.

Apakah kalau tidak terjadi teror semuanya baik-baik saja?

Seandainya tidak ada bom, bukan berarti potensi ancaman terorisme tidak ada. Dia bisa menjadi sel tidur yang akan bangkit pada waktunya. Ini kan organisasi bawah tanah yang digerakkan dengan penuh kerahasiaan tapi memanfaatkan teknologi informasi dengan maksud mempengaruhi masyarakat untuk mencari dukungan. Jadi dia laten. Dia akan mencari kesempatan yang tepat kapan melakukan aksi, yang ia butuhkan untuk menunjukkan eksistensinya. Dalam rangka mendukung eksistensi itu, dia sangat butuh media. Teroris itu punya keinginan diakui dan juga menimbulkan efek ketakutan yang meluas.

Ada kritik atas kasus dugaan salah tangkap atau pelanggaran hak asasi.

Pada dasarnya, kebijakan dari aspek penegakan hukum dilakukan secara obyektif, terukur, dan transparan. Tentu kita juga harus menyadari kejahatan terorisme ini luar biasa dan karakter pelakunya, kalau melihat petugas, itu siap untuk mati. Berbeda dengan mereka yang terlibat kejahatan umum, yang saat melihat petugas langsung lari. Tapi prosesnya tetap dilandaskan pada adanya bukti permulaan yang cukup. Dalam hal tindakan-tindakan yang dianggap melampaui kepatutan, masyarakat punya saluran untuk melakukan upaya hukum, melalui tuntutan pemeriksaan terhadap proses yang berjalan atau praperadilan.


Boy Rafli Amar

Tempat dan tanggal lahir: Jakarta, 25 Maret 1965


Pendidikan:
• Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, 1988
• Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, 1997
• Sekolah Staf dan Pimpinan, 2002
• Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi, 2011
• Lembaga Ketahanan Nasional, Program Pendidikan Singkat Angkatan 2013

Karier:
• Wakil Kepala Kepolisian Resor Sorong, Papua Barat, 1998
• Wakil Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Utara, 2004
• Kepala Kepolisian Resor Kepulauan Seribu, 2004
• Kepala Kepolisian Resor Pasuruan, Jawa Timur, 2006
• Kepala Unit Negosiasi Detasemen Khusus 88, 2007
• Direktur Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Maluku Utara, 2008
• Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Padang, 2008
• Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, 2009
• Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Kepolisian RI, 2010
• Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, 2012
• Kepala Kepolisian Daerah Banten, 2014
• Kepala Divisi Humas Polri, 2016

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Abdul Manan

Abdul Manan

Meliput isu-isu internasional. Meraih Penghargaan Karya Jurnalistik 2009 Dewan Pers-UNESCO kategori Kebebasan Pers, lalu Anugerah Swara Sarasvati Award 2010, mengikuti Kassel Summer School 2010 di Jerman dan International Visitor Leadership Program (IVLP) Amerika Serikat 2015. Lulusan jurnalisme dari kampus Stikosa-AWS Surabaya ini menjabat Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen Indonesia 2017-2021.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus