Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Semua Orangnya Taufiq Kiemas

4 April 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RASA lapar mengusik perut Sukowaluyo Mintorahardjo. Di kantor LKaDe (Lembaga Kajian Demokrasi), politisi PDI Perjuangan itu meminta seorang pesuruh untuk mencarikan nasi bungkus. Pecel berlauk tempe dan kerupuk menjadi pilihannya. "Jangan lupa empal," katanya.

Siang itu rambut Koordinator Nasional Gerakan Pembaruan PDI Perjuangan ini acak-acakan. Matanya nanar. Gurat kelelahan tampak di wajahnya setelah ia mengikuti Kongres PDIP II di Bali. Memang, Kongres Partai Banteng Gemuk itu ditutup pada Kamis malam, tapi siang sebelum acara bubar, Sukowaluyo memilih kembali ke Jakarta. "Sudah seminggu lebih saya tidur cuma dua-tiga jam sehari," katanya.

Sesungguhnya, kelelahan tubuh Sukowaluyo tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan makan hati yang dideranya selama kongres. Menurut dia, PDIP sudah jauh dari demokrasi dan berada di ambang kehancuran. Kata dia, banyak orang di seputar Taufiq Kiemas yang bekerja keras mengultuskan Megawati, anak biologis Soekarno. "Pengurus PDIP sesak oleh orang-orang yang terus ingin berkuasa," ujarnya getir.

Suko, 56 tahun, adalah seorang dokter. Ia pernah menjadi Direktur Rumah Sakit Mardiwaluyo, Metro, Lampung, dan menjadi konsultan bidang kesehatan masyarakat Rumah Sakit PGI Cikini. Tapi politik membuatnya melepas stetoskop. Sejak 1987 hingga sekarang ia menjadi anggota DPR. Ketika PDI pecah, ia memilih bergabung dengan Megawati.

Tapi di perjalanan ia bersimpang arah dengan putri Bung Karno itu. Suko menilai Ketua Umum PDIP ini tak lagi menegakkan demokrasi. Ia memberontak dan mendirikan Gerakan Pembaruan PDI Perjuangan—wahana yang mengumpulkan orang yang kecewa terhadap Mega. Dalam Kongres PDIP II pekan lalu, ia ingin mendongkrak Mega, tapi gagal.

Dalam letih dan kecewa, Suko dua kali menerima wartawan Tempo untuk wawancara khusus. Pertama dengan Rofiqi Hasan sesaat sebelum ia meninggalkan arena kongres di Sanur, Bali, dan kedua dengan Sunudyantoro di kantor LKaDe, di lantai 11 Century Tower, Kuningan, Jakarta Selatan. Berikut petikannya.


Anda kecewa dengan hasil kongres PDIP?

Ya! Kongres PDIP II di Bali jauh dari harapan. Menurut laporan teman-teman di dalam, mereka diintimidasi, mike tak bisa digunakan, interupsi tak didengarkan. Kalau mau interupsi, dihalangi pecalang. Masa, pecalang punya kewenangan melebihi pimpinan sidang? Pecalang itu cuma satuan tugas PDIP atau polisi yang diberi pakaian pecalang untuk mengintimidasi dan menghalang-halangi utusan untuk menggunakan hak bicara dan hak suara. Ini kongres yang sama sekali jauh dari demokrasi.

Megawati melakukan itu hanya agar terpilih lagi sebagai ketua umum?

Saya tidak mengerti, dia itu tahu demokrasi atau tidak. Kita dulu berjuang meruntuhkan rezim Soeharto untuk membangun demokrasi. Sikap Mbak Mega dalam Kongres PDIP ini hampir mirip sikap Soeharto. Ini reinkarnasi rezim totaliter Soeharto.

Apakah sikap itu akibat orang-orang di sekelilingnya?

Kalau Mbak Mega tidak begitu, tentu ia tidak dikelilingi orang seperti itu.

Ia dipengaruhi Taufiq Kiemas?

Pengaruh Taufiq sangat besar. Ia mempengaruhi Mega dalam segala hal. Ambisi dan motivasi Taufiq banyak mewarnai Mega.

Betulkah sikap Mega bergantung pada pembisiknya?

Ah, tidak. Dia dengan senang hati mempertontonkan pertunjukan antidemokrasi di kongres. Bagi dia, kritik adalah perlawanan berbahaya. Dia bukan seorang demokrat.

Apa yang akan terjadi pada PDIP setelah kongres di Bali ini?

Kita memprediksi, kalau dengan kepengurusan biasa saja, 2009 PDIP hancur. Tahun 2004 sudah terbukti. Karena itu Gerakan Pembaruan ingin melakukan perubahan ke arah perbaikan. Kita memiliki empat "re". Pertama, harus ada regenerasi. Mbak Mega harus menyediakan diri, ini saatnya regenerasi. Jangan pegangi perahu yang hampir karam, berikan kepada nakhoda baru. Kedua, harus ada revitalisasi. Semua aset harus diberdayakan, bukannya aset positif disuruh pergi. Ketiga, rekonsiliasi. Dia harus membuka luas partisipasi berbagai macam orang yang berbeda, asalkan tujuannya membesarkan PDIP. Keempat, reorganisasi. Semua ditata. Jika peran ini menjadi suatu sinergi, organisasi menjadi efektif.

Apakah termasuk menampung orang yang telah keluar dari PDIP?

Tarik lagi saja. Mereka kan sesama teman perjuangan. Tapi Mega malah menciptakan musuh-musuh baru. Orang yang masih di dalam pun disuruh pergi. "Sana, bikin partai baru," katanya. Itu bukan sikap pemimpin. Dulu mitos Mega pemersatu partai. Tapi figur pemersatu sudah habis dihancurkannya sendiri. Kini ia pemecah belah partai.

Apa pendapat Anda tentang struktur pengurus nasional PDIP yang baru?

Struktur pengurus pusat PDIP sekarang kacau, tidak jelas. Ada wakil sekjen urusan internal, eksternal, dan sebagainya. Ada ketua-ketua bidang eksternal dan internal, ada juga bidang fungsi-fungsi pemerintahan, itu makin memberikan kekacauan dalam menata organisasi.

Bukankah itu maunya kepengurusan yang profesional?

Ya, kita buktikan saja, bagaimana amburadulnya tatanan struktur, fungsi, dan bidang tugas organisasi yang disusun di dalam kongres. Dalam perjalanan waktu akan kelihatan.

Bagaimana konstelasi orang-orang yang masuk pengurus nasional?

Orang-orang yang ditaruh adalah the looser team, para pecundang. Ketua umumnya figur yang kalah, pembantu-pembantunya tim yang kalah. Jadi secara keseluruhan PDIP dipimpin kumpulan orang kalah.

Melihat figur pengurus baru, tampaknya peran Taufiq Kiemas sangat besar?

Sudahlah, mereka semua orangnya Taufiq. Pramono Anung orangnya Taufiq dan Mega. Mangara Siahaan orangnya Taufiq, juga loyal ke Mega. Agnita Singedikane dekat dengan Mega. Sutradara Ginting orangnya Mega-Taufiq. Philip Wijaya lebih dekat ke Taufiq ketimbang ke Mega. Daniel Setiawan, Cahyo Kumolo, Murdaya Poo, Panda Nababan, Maruar Sirait, Dudi Makmun Murod, semua orang Taufiq. Taufiq juga menempatkan Daryatmo Mardiyanto, Emir Moeis, Arif Budimanto, Firman Jaya Daeli. Theo Syafei mencoba bermain dekat Mega. Soetjipto jelas ke Mega-Taufiq. Jadi ini DPP-nya Taufiq Kiemas.

Bagaimana dengan Suwarno dan Alex Litaay?

Dia orang lepas. Kedua orang itu relatif tidak berbau Taufiq, tetapi lebih dekat ke Mega. Jacob Nuwa Wea orang Taufiq-Mega. Guruh ke Mega. Mindo Sianipar ke Mega. Hamka Haque saya tidak tahu. Dia profesor dari Makassar, anggota baru.

Bagaimana Anda menilai Taufiq Kie-mas?

Siapa dia sebenarnya? Di mana dia ketika peristiwa 27 Juli 1996? Apa dia pernah tampil di mimbar demokrasi? Mega juga lupa, kita membesarkan partai bersama-sama dengan segala risiko. Dia kan simbol. Dulu kita melihat, untuk melawan rezim Soeharto kita butuh dia. Mega orangnya diam tapi kita bantu: dia kita blow up dan kita bicarakan di mana-mana. Kita buka akses ke kedutaan-kedutaan. Pers memihak kita. Kami bumbui macam-macam sehingga dia dianggap the rising leader.

Ternyata Mega kurang berkembang. Sikapnya yang tertutup dan malas omong terus berlanjut setelah menjadi ketua partai dan presiden. Seolah-olah semua pemerintahannya sendiri, urusannya sendiri. Teman-temannya tak diajak lagi. Dia malah menyingkirkan orang-orang yang mendukungnya. Setiap tahapan dirancang ada yang digusur. Misalnya, setelah menang di Pemilu 1999 justru dia menggelar kongres, mestinya lima tahun setelah 1998. Tujuannya cuma untuk menyingkirkan orang-orang dekatnya.

Padahal, kalau mengambil prinsip pertempuran, pasukan yang menang tak akan diganti. Saat itu Alex Litaay, Haryanto Taslam, Muchtar Buchori, dan yang lain malah digusur. Juga ketika berhasil menjadi presiden setelah Gus Dur diturunkan, teman-teman yang akrab dipanggil koboi Senayan juga ditinggalkan. Ini bukan persoalan balas budi, tapi soal moral kesetiakawanan dan dalam perjuangan.

Sempat ada tawaran rujuk dari Mega?

Kalaupun diminta, kita tidak mau bergabung dengan tim yang seperti itu.

PDIP akan menjadi partai oposisi, Anda yakin peran itu bisa dilakukan?

Itu mimpi di siang bolong. Secara keseluruhan, tahun 2004 Partai telah kehilangan kepercayaan publik, baik di eksekutif maupun legislatif. Mengapa PDIP ditinggalkan pemilihnya? Karena pemilih tidak percaya.

Pada Pemilu 1999 rakyat berbondong-bondong mendukung karena percaya dan berharap. Tahun 2004, 14 juta pemilih meninggalkan PDIP dan ketua umumnya dalam pemilu presiden. Sekarang Mega mengatakan akan menjadi pemimpin oposisi. Rakyat bertanya, kok baru sekarang membela rakyat. Dulu kekuasaan dan mandat diberikan, digunakan untuk apa?

Rakyat dengan lugu dan sederhana mengatakan, "Dulu sewaktu berkuasa tidak ingat kita. Kebijakan-kebijakan politiknya tidak membela kita." Sutiyoso menggusur rakyat diam saja, malah dijadikan gubernur atas perintah Mega. Pepatah mengatakan, sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya. Mega adalah pemimpin partai dan presiden yang lancung ke ujian. Megawati gagal menjalankan amanat yang sudah diberikan.

Jikapun PDIP dipimpin Gerakan Pembaruan, apakah tidak juga ditinggalkan rakyat karena pamor PDIP sudah merosot?

Justru akan naik. Karena kita melakukan empat "re" tadi. Keempatnya tidak bisa dipisahkan. Tanpa regenarasi, revitalisasi, rekonsiliasi, dan reorganisasi. Pimpinan harus memasukkan orang-orang yang konsisten terhadap rakyat, seperti Sophan Sophiaan. Ia mundur dari partai karena memprotes Mega yang tidak mempedulikan janji-janjinya kepada rakyat dalam kampanye.

Bukankah Puan Maharani, anak Mega, kini mulai dipersiapkan?

Ya, tetapi PDIP sudah menjadi partai nol koma sekian persen. Rakyat makin maju dan makin cerdas. Mereka tidak akan omong "pokoke anak Soekarno". Orang-orang tua yang bernostalgia terhadap Bung Karno sudah lewat. Pemilih pada Pemilu 2009 adalah anak-anak yang sekarang duduk di bangku SMP yang lahir tahun 1990-an ke sini. Mereka tidak kenal Soekarno dan kebesaran nama Bung Karno. Anak-anak itu makin rasional, aspirasi dan ekspektasinya terukur. Mereka ini tidak hanya omong, "Wah, hebat!" tapi juga bertanya, "Bisa apa dia?"

Apakah Gerakan Pembaruan akan mendirikan partai baru?

Kami akan berjuang di dalam PDIP. Kami tidak akan keluar. Bukan itu tujuan kami. Kami kader PDIP yang ingin berjuang membangun kembali kewibawaan dan kejayaan Partai melalui pembangunan sistem.

Caranya?

Aspirasi yang ada harus kami konsolidasikan agar menjadi bola salju di dalam Partai. Kami akan mengambil langkah-langkah organisatoris. Kami akan membentuk dewan pimpinan mulai tingkat nasional hingga tingkat cabang di kota dan kabupaten.

Jika Mega mencabut keanggotaan orang yang aktif di Gerakan Pembaruan?

Menjadi anggota partai itu sifatnya sukarela. Apa yang kami langgar dengan Gerakan Pembaruan? Buktikan pelanggaran kami? Mereka adalah utusan kongres yang memiliki legitimasi, kok. Mereka walk out di kongres dan itu tidak ada salahnya. Apakah kami akan dipecat karena tidak memilih Mega? Kalau itu Megawati yang melanggar aturan partai.

Kubu Mega menuding Gerakan Pembaruan disokong pemerintah?

Yudhoyono, Kalla, dan siapa pun calon presiden 2009 bertepuk tangan dengan hasil Kongres PDIP II, karena Gerakan Pembaruan kalah. Mereka akan mendapat lawan enteng. Mega terbukti berkali-kali gagal. Kalau Gerakan Pembaruan berhasil di kongres ini, mereka bilang berat yang akan dihadapi.

Menurut Anda, mengapa Guruh membelot ke Mega?

Dia berbeda pandangan dengan kami. Sebab, menurut dia, pembaruan jangan sampai menimbulkan perpecahan. Secara prinsip dia setuju dengan gagasan pembaruan. Bukan cuma Guruh, di kalangan pembaruan memang ada perbedaan di tingkat strategi. Roy Janis dan Noviantika, misalnya, minta agar pembentukan formatur pengurus tandingan ditunda dua-tiga hari. Tapi kami menganggap, mestinya pada hari kedua kongres (Selasa) sudah diumumkan karena desakan daerah begitu kuat. Kenyataannya Rabu, terlambat satu hari. Roy dan Novi juga menginginkan dewan diberi nama Dewan Penyelamat Partai, jadi lebih moderat kedengarannya. Tapi kami bilang, kalau namanya begitu, akan menjadi subordinat DPP Kongres.


Dr Sukowaluyo Mintorahardjo, M.Kes.

Tempat/tanggal lahir:

  • Wates, DI Yogyakarta, 3 Agustus 1949

Pendidikan:

  • Fakultas Kedokteran UGM

Karier:

  • Direktur Rumah Sakit Mardiwaluyo, Metro, Lampung 1980-1987
  • Konsultan Bidang Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit PGI Cikini 1987-1999
  • Ketua Umum Lembaga Kajian Demokrasi 2003-sekarang
  • Anggota DPR periode 1987-1992, 1992-1997, 1999-2004, 2004-2009

Pengalaman Organisasi:

  • Sekretaris Umum Senat Mahasiswa Kodema, Fakultas Kedokteran UGM 1970
  • Ketua Pengurus Pusat GMKI 1978-1980
  • Ketua Umum DPP GAMKI 1984-1988
  • Ketua DPP PDI 1986-1993

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus