Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Widya Purnama: Saya Jamin, Pasokan BBM Lancar

18 Juli 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PASOKAN bahan bakar minyak yang seret di sejumlah daerah membuat pusing semua orang: dari sopir bajaj sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Orang-orang antre berjam-jam di pom bensin sambil mengumpat pemerintah. Presiden Susilo, yang tak ingin masalah BBM menggerus kepercayaan publik padanya, menggelar rapat koordinasi terbatas di Istana.

Telunjuk memang paling dulu diacungkan ke Direktur Utama Pertamina, Widya Purnama. Orang nomor satu di perusahaan negara yang mengurusi pasokan BBM ini dianggap yang paling bertanggung jawab soal macetnya suplai minyak. Pertamina dianggap tak antisipatif terhadap harga minyak dunia yang melambung dan dolar yang menguat. Bersama Pertamina, juga disalahkan Departemen Keuangan, lembaga yang menggelontorkan duit untuk mengimpor minyak. Lembaga yang terakhir ini dianggap lelet menyiapkan duit subsidi. Padahal, Pertamina sendiri tak bisa lagi membuka letter of credit (LC) sejak Maret lalu akibat krisis moneter yang membelit Indonesia.

Widya Purnama tahu kapan harus mengelak. Sepanjang krisis BBM yang melelahkan itu, ia berkeliling ke banyak media untuk menjelaskan apa yang terjadi. Pria 51 tahun itu memang sudah makan asam garam mengurus perusahaan besar. Sebelum diangkat menjadi Direktur Utama Pertamina, ia adalah Direktur Utama PT Indosat. Kariernya memang banyak dihabiskan di perusahaan telekomunikasi itu.

Rabu Lalu, Widya menerima Widiarsi Agustina, Thomas Hadiwinata, dan Johan Budi S.P. dari Tempo untuk sebuah wawancara khusus. Wawancara dilakukan sebelum menyantap nasi padang berlauk paru goreng. Bersamanya, turut berbicara Mustiko Saleh (Deputi Direktur Utama), Suroso Atmomartoyo (Direktur Pengolahan), dan Ari H. Soemarno (Direktur Pemasaran dan Niaga).


Apa penyebab kelangkaan BBM?

Ini soal keterlambatan saja. Pasokan datangnya telat, tidak tepat waktu, karena pembayarannya juga enggak tepat. Tapi semuanya sudah teratasi. Semua sudah kita gerojokin (minyak) lagi. Saya sudah menginstruksikan ke seluruh Indonesia, tiap unit pemasaran dibuka kembali untuk memenuhi permintaan. Jadi, saya jamin deh, pasokan BBM ke daerah akan lancar. Sekarang, kalau ada yang masih ngantri, tolong kasih tahu saya.

Soal kelangkaan BBM ini bukannya sudah diprediksi awal tahun?

Soal stok itu sudah kita rencanakan. Bulan Juli, (pemesanan) sudah kita lock. Agustus dan September pun sudah kita rencanakan. Jadi, tidak ada rekayasa (krisis BBM). Kita sudah lock pembelian 24 juta barel: 16 juta barel produk jadi BBM seperti solar, premium, minyak tanah, minyak bakar, dan minyak beroktan tinggi, dan 8 juta barel crude (minyak mentah). Kami harap semuanya bisa untuk 21-22 hari. Minyak mentah kita bisa olah di sini. Kita punya kilang di sini.

Untuk mengamankan stok bulan Juli, berapa dana yang dibutuhkan?

Hitung saja. Pada bulan Juli, kita beli 24 juta barel. Kalikan US$ 50 menjadi US$ 1,2 miliar. Tapi, kalau kemarin harga minta US$ 60, ya, sekitar US$ 1,5 miliar

Bagaimana dengan pembayaran?

Yang bulan Juli, Rp 3,8 triliun sementara sudah oke.

Agustus dan September bagaimana? Direktur Keuangan PT Pertamina, Alfred Rohimone, menyebut dana yang dimiliki Pertamina—dari subsidi pemerintah dan hasil penjualan BBM—tak cukup menutupi total biaya impor BBM?

Untuk bulan Agustus dan September nanti kita sampaikan. Pokoknya harus ada kerja sama yang baiklah antara Departemen Energi, Departemen Keuangan, Kementerian BUMN, dan Pertamina. Paling lambat, Agustus minggu pertama, dana sudah harus turun.

Tiap tanggal berapa dana itu harus turun?

Setiap minggu pertama, sekitar tanggal 10.

Jadi, kelangkaan BBM kemarin hanya karena enggak ada duit saja?

Sudahlah. Enggak usah ngomongin lagi soal itu. You dari tadi ngubernya itu melulu. Pokoknya, sekarang bagaimana kita menatap ke depannya. Semuanya sudah proaktif, kok. Menteri Keuangan sudah proaktif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri BUMN, juga sudah oke. Menteri Keuangan juga sudah bicara kalau cadangan keuangan sudah ada. Kami juga akan menyampaikan secepatnya kebutuhan setiap akhir bulan. Di kantor ini, tim dari satuan kerja BBM bersama Depkeu juga sudah menghitung, kok.

Banyak yang komplain, duit telah diturunkan, kok antrean belum juga berkurang?

Ari H. Soemarno: Sekarang begini. Duit turun habis sidang kabinet, 24 Juni. Saat itu juga ada kapal membawa 2 juta barel menunggu bayar dan bongkar di perairan Indonesia. Tapi merealisasi pembayaran itu kan perlu waktu. L/C perlu dikonfirm, dolar harus dibeli, lalu bayar dan barang dibongkar. Itu pun tak bisa langsung dikirim ke daerah-daerah dan masuk pom bensin. Masih harus ke terminal transfer, baru dikirim ke Kupang, Maumere, Sibolga, Nias. Jadi, enggak bisa dilihat sesederhana itu.

Bagaimana caranya agar kelangkaan BBM tidak terulang?

Kami tak ingin menyalahkan siapa pun. Tapi, ke depan, subsidi harus dibayar tepat waktu. Karena itu, kami akan melaporkan semua rencana impor itu ke Presiden, Wakil Presiden, Menko Perekonomian, Menteri ESDM, Menteri BUMN, Menteri Keuangan. Berapa besar impornya, besar biaya, dan berapa yang harus diberikan kepada Pertamina. Insya Allah, kalau semua berjalan baik, tidak akan ada kelangkaan. Saya jamin.

Sebenarnya total kebutuhan pasokan BBM sendiri berapa?

Kalau normal, sesuai dengan kuota dalam satu hari, sekitar 171 ribu kiloliter untuk seluruh Indonesia. Nah, dengan kasus kemarin, kita mau gerojokin (minyak) sampai 180 ribu kiloliter. Ada margin, kan. Jadi, sudah over beberapa persen.

Ada peningkatan permintaan?

Anda tahu kendaraan bermotor meningkat. Tahun ini mobil penumpang hampir 400 ribu. Mobil dan truk 200 ribu. Sepeda motor 4,7 juta. Motor memang lebih banyak karena dengan duit Rp 100 ribu sudah bisa beli motor. Kami senang, ekonomi membaik. Daya beli rakyat tinggi. Tapi, akibatnya, subsidi BBM bengkak terus. Coba bayangin, harga minyak terus naik. Dari US$ 50, kemarin menjadi US$ 60. Dengan harga US$ 60, subsidinya hampir Rp 131 triliun-135 triliun.

Betulkah permintaan meningkat karena penyelundupan?

Semuanya murni karena soal transportasi. Premium susah diselundupkan. Yang sering diselundupkan solar dan minyak tanah karena enggak terlalu berbahaya. Premium susah karena angka oktannya berbeda. Di luar negeri, mana ada yang mau terima.

Sebenarnya berapa kuota BBM tahun ini?

Tiap tahun meningkat 5-6 persen. Tahun 2004, realisasi 62,3 juta kiloliter. Nah, prediksi kuota 2005, 59,6 juta kiloliter. Pemakaian BBM per Juni, dari 59,6 juta kiloliter, sudah terpakai 30,6 juta kiloliter untuk semua jenis BBM. Khusus premium, dari total 15,1 juta kiloliter, tercatat sudah 9,4 juta kiloliter. Bayangkan, setengah tahun saja sudah 9,4 juta kiloliter. Bagaimana kalau setahun? Kalau mengikuti kuota, ya, emang enggak cukup. Jadinya harus diirit. Karena diirit, lihat risikonya jadi begini (kelangkaan BBM). Sekarang kami kembalikan ke normal lagi saja: masyarakat butuh berapa, ya, kami kasih.

Konsekuensinya?

Kuota over, subsidinya meningkat. Padahal kami ingin menekan konsumsi BBM untuk menekan subsidi.

Bagaimana dengan kuota untuk pembangkit listrik?

Kuota untuk PLN 8 juta kiloliter. Itu yang subsidi. Di atas itu, mereka bayar sendiri.

Sebenarnya bagaimana kondisi keuangan Pertamina?

Cash flow kami belum baik. Tapi jangan salah, Pertamina termasuk perusahaan nomor satu yang paling untung di republik ini. Sekitar Rp 9 triliun untungnya. Dari non-BBM, hampir Rp 1 triliun.

Ada upaya lain mengatasi kelangkaan BBM ini?

Ada, dengan mengembangkan minyak jarak. Saya mau minta bantuan ke Presiden supaya ada instruksi agar seluruh rakyat Indonesia menanam jarak. Soal ini, kami sudah kerja sama dengan ITB dan mereka sudah siap. Nanti kami beli bijinya. Teknologinya sudah ready. Ini bagus untuk mengganti solar. Selain itu, kami akan bangun kilang untuk pengolahannya. Sudah beberapa tahun kami enggak pernah bangun kilang.

Sekarang kilang Pertamina ada berapa?

Tujuh dan itu enggak cukup. Presiden memang meminta penambahan kilang baru. Kami rencanakan di Tuban. Di situ, selain kilang juga dibangun storage. Ini penting karena storage kita selama ini hanya cukup menampung 22 hari. Jadi, kalau tangki pertamina di seluruh Indonesia penuh, ketahanan stok kita cuma bisa menampung 22 hari. Ketahanan stok itu perlu supaya jika ada yang kesulitan stok segera bisa diantisipasi.

Banyak kritik, dalam kondisi yang seperti ini, kilang Pertamina tak efisien?

Kilang Pertamina itu paling efisien di dunia. Catat itu. Sekarang, kalau Anda bilang tidak efisien, Anda kasih tahu saya, di mana? Anda boleh tunjuk, di mana kilang kami yang enggak efisien?

Menghadapi liberalisasi distribusi BBM, bagaimana persiapan Pertamina?

Mau kompetisi sama siapa saja, kami siap. Mau nanti ada Shell, Petronas, kita siap. Malah kita senang, sama-sama kompetisi.

Anda katakan siap, dengan alasan?

Lho, kita punya pengalaman yang begitu hebat.

Jangan-jangan nanti enggak ada yang jualan BBM karena harga masih diatur pemerintah?

(Semua teriak) Woo…, enggak. Mustiko Saleh (Deputi Direktur Utama): Meski harga diatur pun, kita masih bisa menjadi price leader. Kalau mau diatur pemerintah, pola pengaturannya harus berbeda, enggak kayak sekarang. Harus didasarkan pada harga pasar. Sekarang kan semua diatur pemerintah. Pengeluaran kita pun harus diaudit. Kita nyerah. Itu tak akan menarik investasi.

Maksudnya?

Ari H. Soemarno: Misalnya soal kilang, harga lepas dari kilang harusnya mengikuti saja harga dari Singapura, harga pasar, harga MOPS (Middle Oil Plats Singapore). Toh, kita sudah impor 35-40 persen. Jadi, dengan harga sesuai dengan MOPS, orang mau investasi sudah tahu harga di sini sesuai dengan MOPS.

Tapi, untuk menyetarakan harga BBM di dalam dan luar negeri, kan perlu subsidi?

Ari H. Soemarno: Malaysia saja masih ada subsidi untuk premium, solar, dan elpiji. Subsidi enggak masalah kalau negaranya kaya. Di Malaysia, ada tujuh pemain dan mereka berkompetisi. Tapi itu tadi, subsidi tetap. Jadi bukan subsidi tidak menghambat pemain masuk. Yang penting, pemain lain mendapat kompensasi sesuai dengan harga pasar dan sesuai dengan margin yang perlu ia dapatkan. Sekarang, yang jadi masalah, pemerintah enggak mau begitu. Akibatnya apa, fee atau margin yang diperoleh untuk mengembangkan infrastruktur enggak cukup. Gimana mau mengembangkan infrastruktur? Mau minta duit ke pemerintah, duitnya lagi seret. Inilah masalah fundamental yang kita hadapi.

Ada pengaruh dari Undang-Undang Migas?

Mustiko Saleh: Undang-undang itu hanya mengatur hulu dan hilir. Hilir dibebaskan. Siapa saja boleh masuk. Jadi, bukan cuma Pertamina yang main. Di hilir sekarang, kan, kalau harganya diatur, jadi siapa yang mau masuk?

Ari H. Soemarno: Sebenarnya Pertamina minta juga untuk dipahami agar tempat bertanding (dengan perusahaan luar) sama. Sekarang pasar Pertamina 60 persen di Jawa. Jangan nanti Pertamina di Jawa disuruh kompetisi, tapi di Indonesia timur disuruh melayani.

Bagaimana Pertamina mengatasi penyelundupan? Saat BBM langka kemarin, di Cilacap kabarnya ada kapal penyelundup?

Ari H. Soemarno: Kapal yang di Cilacap itu bukan milik pertamina. Mereka juga bukan agen kami. Kapal itu sudah beberapa kali ditangkap di Tanjung Priok. Soal tindakan hukumnya, kita enggak tahu. Mereka semua itu pemain lama yang pindah ke Cilacap karena di Tanjung Priok banyak operasi keamanan. Eh, di Cilacap mereka kena juga.

Selama ini, ada orang Pertamina yang terlibat?

Ada, dan sekarang lagi dihukum. Kita kerja sama dengan aparat. Kalau dari kita, enggak ada ampun. Kita pecat dan tuntut di pengadilan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 soal Migas. Sanksinya berat, penjara 5 tahun dan denda Rp 60 miliar.

Apa saja yang diselundupkan?

Ari H. Soemarno: Macam-macam. Di sini banyak truk kencing (truk BBM yang isinya dikeluarkan di tengah jalan untuk diselundupkan—Red). Biasanya yang diselundupkan, kalau enggak minyak tanah, pasti solar karena paling mudah di-handle dibanding premium. Premium mudah terbakar dan mudah meledak. Dan lagi, tak semua kapal mau memuat premium. Kalau minyak tanah sama solar, semua orang mau.

Banyak orang Pertamina yang terlibat?

Kecil. Umumnya enggak ada yang berani. Yang banyak itu justru karyawan kontraktor. Jadi kontrakan, kecil-kecil di level bawah.

Bagaimana kalau premium dioplos dengan pertamax?

Ada juga. Tapi banyak pengguna yang oplos sendiri. Kita mau bilang apa? Ada juga pom bensin yang melakukan dan itu sudah kita tangkap.

Dalam soal impor BBM, katanya banyak trader yang bermain?

Ari H. Soemarno: Impor BBM itu ada petunjuk juklaknya, SK 118 Dirut Pertamina. Isinya sangat jelas. Tiap tahun pun kami diaudit Badan Pemeriksa Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan. Tender minyak mentah pun sangat transparan. Memang ada perusahaan tertentu yang sering menang. Tapi kalau dia berani hedging (lindung nilai—Red) di luar, kita mau apa? Dari segi harga, dia paling murah. Masa, kita mau pilih yang mahal.

Ada enggak titipan, misalnya dari menteri ini-itu?

Wah, enggak ada. Hari gini mau nitip, mending kita diberhentiin aja deh. Sekarang ini ada tim antikorupsi, polisi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Soal pengadaan barang seperti AC, komputer, kabarnya Pertamina pakai calo?

Enggak ada. Kalau ada yang berani, namanya gila. Kalaupun ada, sudah saya pecat, enggak pakai tanya-tanya lagi. Kalau soal beli barang, saya meminta anak buah saya beli di mal saja. Di Carrefour atau Makro. Supaya jelas.

Soal gerakan penghematan energi, ada pengaruhnya?

Belum bisa dinilai, wong baru beberapa hari.

Kenapa baru dilakukan sekarang?

Sebenarnya konservasi ini sudah lama, sejak tahun 1988. Tapi tidak jalan karena masyarakat masih suka pakai minyak dan premium. Padahal banyak alternatifnya, misalnya briket batu bara.

Ngomong-ngomong, enak mana di Pertamina atau Indosat?

Sama saja. Di sini saya belajar banyak karena saya dibantu ahli. Tugas saya hanya how to manage more than before. Saya hanya ingin Pertamina menjadi the leader.

Apa masalah utama Pertamina selama Anda pimpin?

Cash flow dan laporan keuangan. Ngurus minyak itu ternyata enggak gampang. Dulu saya pikir beli dan distribusi minyak gampang. Ternyata enggak

Adakah kelangkaan BBM ini menjadi pintu masuk untuk mengganti Anda?

Enggaklah. Itu terlalu kecil.

Isu pergantian Anda kan ramai sekali?

Saya sih ikhlas saja, wong jabatan itu amanah dan karunia. Karena itu, kita serahkan saja sama yang menilai. Kalau menilai saya tidak pantas, ya, silakan. Kalau mau dicopot, ya, dicopot saja.


Widya Purnama

Lahir:

  • Parepare, Sulawesi Selatan, 26 Juli 1954
Pendidikan:
  • Teknik Elektro ITS
  • Magister Management ITB
Karier:
  • Staf Teknik PT Indosat 1983-1985
  • Asisten Manajer Operasi Medan Area PT Indosat (1985-1987)
  • Manajer Teknik dan Operasi PT Indosat Wilayah Medan (1988-1991)
  • HRD PT Indosat (1991-1992)
  • Manajer Bisnis PT Indosat (1993-1995)
  • Presiden Direktur PT EDI Indonesia (1995-2002)
  • Direktur Utama PT Indosat (Juni 2002-Agustus 2004)
  • Direktur Utama PT Pertamina (Persero) (Agustus 2004-sekarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus