Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JARUM jam telah bergeser dari angka 20.30 WIB, tapi antrean wawancara di President Suite lantai 18 Hotel Borobudur, Jakarta, belum usai. Hampir empat jam Datuk Seri Syed Hamid Albar diwawancarai berbagai media Indonesia, Kamis malam lalu. Beberapa kali ia menjawab pertanyaan dengan tajam, namun lelaki tinggi besar itu sama sekali tak kehilangan kontrol. Jabat erat, tepukan mantap di bahu, serta senyum bersahabat masih saja tersungging di bibir Menteri Luar Negeri Malaysia itu. "Kasihan, Datuk belum makan malam," kata Wakil Duta Besar Malaysia, Adnan Haji Othman, mengingatkan.
Tapi Albar tak mempedulikan perutnya yang keroncongan. Ia memang diutus Perdana Menteri Abdullah Badawi untuk menjabarkan posisi Malaysia kepada khalayak di Indonesia. Ia harus menunjukkan kepiawaiannya berdiplomasi.
Persahabatan dua negeri serumpun tengah terancam gara-gara sengketa perairan Ambalat. Kedua pihak saling klaim dan unjuk taring. Gelar pasukan dilakukan di perairan yang terletak di dagu kepala Pulau Kalimantan itu.
Di Indonesia, sentimen nasionalisme mulai berkobar. Yel-yel ganyang Malaysia kembali terdengar. Beberapa kelompok masyarakat menggelar pendaftaran untuk menjadi sukarelawan "konfrontasi". Sebagian pendemo membakar bendera negeri itu. Dalam sekejap, isu kenaikan harga bahan bakar minyak pun terlupakan.
Namun, upaya diplomatik terus dilakukan. Pekan lalu Albar bertemu dengan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda membicarakan masalah sengketa ini. Pernyataan bersama untuk menyelesaikan masalah Ambalat dengan damai juga telah dilakukan. Esok harinya, pria kelahiran Kampong Melayu, Air Itam, Pulau Pinang, 15 Januari 1944, itu diterima Presiden. "Kami berbincang mesra," ujarnya kepada wartawan Tempo Hanibal W.Y. Wijayanta, Faisal Assegaf, dan fotografer Bernard Chaniago, yang menemuinya di Hotel Borobudur.
Apa hasil pertemuan Anda dengan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda?
Saya berjumpa Menteri Luar Negeri saja, tidak dengan pejabat lain. Ini memudahkan kami berbicara secara transparan, terus terang. Dia menceritakan kedudukan Indonesia dan mengapa kasus ini menjadi sensitif. Saya juga menceritakan bagaimana masalah ini menjadi sensitif bagi orang Malaysia. Tapi pemerintah Malaysia mengontrol supaya mereka tidak mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang membingungkan, menggusarkan, ataupun meruncingkan keadaan.
Bagaimana situasi di Malaysia?
Tenang. Rakyat tidak paham masalah ini, jadi kami tidak memanas-manasi. Kalau ini dilakukan, akan timbul suasana yang sulit diselesaikan.
Dalam perspektif Anda, bagaimana duduk soal kasus Ambalat?
Orang Indonesia selalu mengembalikan masalah Ambalat ke tahun 1961. Saat itu Malaysia belum ada. Sabah dan Sarawak belum masuk ke Malaysia. (Tahun 2002) kami mendapatkan Sipadan dan Ligitan. Memang ada wilayah perbatasan yang perlu diputuskan. Tapi, untuk menyelesaikan masalah ini, kita perlu tenang, wajar, bijaksana. Kalau kita membawa emosi, keadaan sulit ditangani.
Bagaimana posisi Malaysia dalam masalah ini?
Masalah sebenarnya bukan pada Ambalatnya, melainkan soal Laut Sulawesi. Dalam wilayah Ambalat, ada bagian yang tidak kami pertikaikan karena itu hak Indonesia. Tapi ada pula yang menjadi wilayah Malaysia. Mari kita lihat petanya. (Albar meminta peta Ambalat kepada stafnya.) Indonesia menghitung berdasarkan ZEE (zona ekonomi eksklusif) dari Pulau Sebatik ke selatan sampai Laut Sulawesi. Malaysia menghitung berdasarkan landas kontinen. Di Mahkamah Internasional, pemerintah Indonesia mengklaim Sipadan-Ligitan berdasarkan perhitungan ZEE. Tapi Mahkamah Internasional menolak.
Bagian mana yang diklaim Malaysia?
Ini milik Malaysia: blok 6 dan 7. Perairan Ambalat Selatan, bagian Indonesia, tidak kami pertikaikan. Yang masuk wilayah Malaysia yang kami pertikaikan. Antara Malaysia dan Indonesia memang belum ada perjanjian perbatasan maritim. Maka, terjadi pertikaian. Jika terjadi tumpang tindih kemudian kita berkonfrontasi, ini tentu tidak sejajar dengan pendekatan ASEAN. Kami berupaya melakukan pendekatan, tapi saya lihat di televisi Indonesia ada yang membangkitkan semangat, mengerahkan sukarelawan untuk perang. Untuk apa?
Jadi, klaim Malaysia terhadap perairan Ambalat Utara, di blok 6 dan 7, setelah kasus Sipadan-Ligitan?
Setelah klaim kami terhadap Sipadan-Ligitan diterima Mahkamah Internasional, (Ambalat) menjadi wilayah kami. Karena klaimnya baru, wilayah ini tidak statis.
Mengapa Malaysia memakai peta 1979 sebagai dasar, bukan peta baru?
Kebetulan itu peta terbaru kami. Kami kan harus menggunakan peta sendiri. Peta yang paling baru belum kami buat. Indonesia pun memakai peta ZEE, meskipun telah keluar Dekrit 2002 (tentang Sipadan-Ligitan). Jadi, masing-masing harus menyesuaikan.
Berapa jarak yang dipakai Malaysia untuk menentukan garis batas wilayah jika memakai acuan landas kontinen?
Sama dengan Indonesia memakai ZEE, 200 mil laut. Anda bisa ambil perkiraan suatu wilayah, apakah mengikuti ZEE atau landas kontinen. Jika terjadi overlapping, maka itu dirundingkan. Kadang kita bisa memakai dua garis. Satu pakai pendekatan ZEE, dan dua pendekatan landas kontinen. Bila dipakai dua pendekatan dalam kawasan yang tidak luas, mereka menggunakan satu garis. ZEE dan landas kontinen sama garisnya.
Tapi Malaysia terlambat mengantisipasi masalah ini. Malaysia memakai peta 1979, sementara tahun 2002 telah mendapatkan Sipadan-Ligitan?
Peta boleh lama, tapi kenyataannya kan seperti itu. Ini perkara map saja.
Jika Malaysia memakai peta 1979 sebagai dasar, bukankah otomatis tidak berlaku karena pada 2002 ada perkembangan baru berkaitan dengan Sipadan-Ligitan?
Klaim Indonesia untuk menentukan wilayah juga memakai peta buatan Belanda. Peta memang panduan untuk menunjukkan hak atas wilayah. Tapi cobalah lihat, masa Indonesia mengatakan Sipadan-Ligitan hak dia dengan menggunakan perjanjian Belanda tahun 1700-an.
Ada pula dasar klaim Indonesia karena Ambalat dulu milik Kesultanan Bulungan, yang bergabung dengan Indonesia.?
Anda tentu ingat, tuntutan Indonesia atas Sipadan-Ligitan dengan dasar sejarah itu ditolak Mahkamah Internasional. Mereka tidak melihat adanya hubungan sejarah dengan klaim atas wilayah. Yang paling penting, kita mau mencari pendekatan kesepakatan. Ini bukan hal mudah. Ini perkara kompleks. Pendekatan mesti berdasarkan cara-cara yang benar.
Jujur saja, bukankah masalah Ambalat ini terkait dengan soal minyak? Shell, yang mendapat konsesi dari Indonesia, gagal mendapat minyak di Ambalat. Ketika diambil alih perusahaan lain, nyatanya minyak itu ada. Shell lalu pindah ke Malaysia untuk mendapatkan kembali konsesi itu?
Perusahaan-perusahaan minyak biasa mencari temuan baru di sebuah kawasan. Bila berdasarkan studi mereka tak menemukan sumber minyak, perusahaan itu akan mencari lokasi lain. Di sini dia melihat kawasan di wilayah Malaysia kemungkinan ada kandungan minyaknya. Sebab, kawasan yang berdekatan dengan wilayah yang dulu mereka give up ternyata ada. Jadi, itu mendorong dia mencari kawasan-kawasan baru.
Shell menggandeng Petronas agar Malaysia mengklaim Ambalat?
Lho, klaim atas suatu wilayah itu dibuat oleh negara, bukan oleh perusahaan minyak.
Ada lobi dari Shell kepada pemerintah Malaysia?
Tidak pernah wilayah maritim ditentukan melalui lobi perusahaan minyak. Itu bisa berbahaya, karena menyangkut kedaulatan, integritas wilayah, hak, dan sebagainya.
Walaupun beberapa pejabat dan bekas pejabat Malaysia memiliki saham di Petronas?
Dalam undang-undang Malaysia, Petronas mempunyai hak mutlak atas kawasan-kawasan minyak. Dia berhak membagikan kawasan itu dan, bila ada perundingan antara Shell dan Petronas, Shell harus siap menghadapi segala kemungkinan.
Mengapa Malaysia tidak memprotes saat Indonesia memberikan konsesi minyak kepada Shell-Ambalat BV pada 1999?
Kami senantiasa protes. Bila Sipadan-Ligitan menjadi bagian dari Malaysia, perkiraan kami tentu tidak timbul masalah baru lagi. Itu sudah menjadi wilayah Malaysia, termasuk garis wilayah di sekitarnya. Karena itu, kami memiliki kepentingan terhadap Ambalat sejak Sipadan-Ligitan diputuskan Mahkamah Internasional menjadi wilayah kami.
Malaysia takut terhadap intervensi Amerika setelah Indonesia memberikan konsesi kepada Unocal (perusahaan minyak AS) pada 2004?
Tidak. Kami membuat keputusan berasaskan komersial. Kami tidak akan memberikan konsesi tanpa sebab. Kami pikir itu wilayah kami, maka kami berikan konsesi.
Anda yakin Malaysia akan memenangi klaim atas wilayah Ambalat bila dibawa ke Mahkamah Internasional?
Saat ini belum waktunya. Saya lebih suka mencari jalan keluar dengan dialog antara dua negara. Bila tiba masanya, saya menggunakan pendekatan "I will cross the bridge when I come to". Sebelum itu, saya tidak usah bercerita bagaimana jembatan itu ada. Jika sudah tiba waktunya membuat keputusan, mari kita buat. Yang penting saat ini kita berupaya mengendurkan ketegangan. Saya harap kesepakatan dalam joint statement terlaksana.
Apa tanggapan Anda atas protes rakyat Indonesia?
Apakah Malaysia dipandang sebagai musuh? Malaysia adalah negara kecil dibandingkan dengan Indonesia. Indonesia negara besar dan negara terpenting di ASEAN. Salah satu prinsip piagam ASEAN adalah prinsip aman dan damai. Apakah membangkitkan semangat rakyat untuk memusuhi dan membenci Malaysia menguntungkan Indonesia? Tidak.
Bendera Malaysia dibakar oleh demonstran Indonesia. Komentar Anda?
Malaysia digambarkan seolah jahat dan rakus. Tidak. Kalau negara kami diberi Tuhan kekayaan, kami ajak orang Indonesia bekerja di Malaysia. Kami tidak mencemburui wilayah negara lain. Tapi kalau ada perbedaan, kami akan menegakkan hak wilayah kami.
Ribuan orang siap menjadi relawan untuk memerangi Malaysia. Anda tersinggung?
Relawan untuk apa? Apakah kita akan kembali ke zaman lalu? Siapa yang untung? Kalau orang takut terhadap negara kita, rantau kita, investasi dan pemulihan ekonomi pun tak akan terwujud. Ini bukan soal saya merasa tersinggung. Dalam prinsip hubungan internasional, bendera negara mana pun tidak boleh dibakar. Kebebasan itu bagus, tapi harus dilakukan dengan bertanggung jawab.
Malaysia sudah mengirimkan nota protes?
Saya masih suruh selidiki. Kami tak melakukan hal itu di Malaysia. Walaupun ada banyak TKI ilegal di Malaysia, kami juga tidak lakukan itu. Ada rizki, mari kita berkongsi rizki. Ada kekayaan, kita cari kekayaan bersama. Bukan cara kita untuk saling memusuhi.
Malaysia berani memprovokasi lebih dulu karena yakin pada kekuatan militernya?
Faktanya, Indonesia yang lebih dulu mengirimkan kapal perang ke wilayah kami. Kami patroli di dalam wilayah kami, baru kami lihat ada kapal-kapal Indonesia di kawasan kami. Tentara Indonesia dan Malaysia sebenarnya punya hubungan yang baik, selalu latihan bersama. Mengapa tidak bisa diteruskan? Kita lebih baik bersahabat daripada bermusuhan. Malaysia tak pernah menganggap Indonesia sebagai musuh atau ancaman. Tapi kami berhak mempertahankan wilayah.
Malaysia siap berperang dengan Indonesia?
Siap berperang? Tidak pernah terlintas perkataan perang pun dalam kamus Malaysia. Yang bercakap tentang perang adalah media di Indonesia. Televisi Indonesia bercakap ganyang Malaysia. Saya pikir itu harus diperhalus. Kita ini bangsa Timur yang punya kesopanan, adat-istiadat. Mengapa kita biarkan orang lain menyebabkan hubungan kita menjadi renggang?
Syed Hamid bin Syed Jaafar Albar
Lahir:
- Kampong Melayu, Air Itam, Pulau Pinang, 15 Januari 1944
Pendidikan:
- Geelong Grammar School di Victoria, Australia
- Barrister at Law di Middle Temple, Inggris
Karier Politik:
- Anggota Parlemen Kota Tinggi
- Menteri di jabatan Perdana Menteri dan Menteri Undang-Undang 1990 - 1995
- Menteri Pertahanan 1995 - 1998
- Menteri Luar Negeri 1999 - sekarang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo