Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wawancara

Yohanes Surya: "Pada 2020 Akan Lahir Pemenang Nobel Fisika dari Indonesia"

11 Agustus 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rambutnya tersisir rapi ke samping dengan kacamata minus yang terkadang merosot ke hidung saat ia berbicara—sepintas mirip profil stereotipe para ahli sains berkacamata yang biasa dilukiskan di aneka komik. Tapi Yohanes Surya bukan Profesor Calculus—si genius berkacamata yang linglung gara-gara sains dan kalkulus dalam komik Tin-Tin—walaupun dia mencintai sains. Dan boleh jadi dia juga genius—jika ukurannya adalah ia bisa melahirkan para pemenang medali emas dalam Olimpiade Fisika Internasional. Tapi, yang jelas, Yohanes Surya jauh dari linglung. Dia mengaku hidup dengan kesadaran penuh untuk mencapai target ini: mencetak pemenang Nobel Fisika dari Indonesia. Tiga pekan lalu, tiga anak didiknya seolah meyakinkannya bahwa target itu bukan hal yang mustahil: ketiganya menyabet medali emas dalam Olimpiade Fisika Internasional 2002 di Bali. Olimpiade yang sudah berlangsung selama 33 tahun berturut-turut ini adalah ajang bergengsi untuk mengadu bibit-bibit terbaik di bidang fisika dari seluruh dunia. Indonesia memasuki arena ini sejak 1993. Dan tahun ini Indonesia memanen hasil terbesar dengan tiga medali emas yang dihantarkan anak-anak didik Yohanes Surya. Mereka adalah Peter Sanggahamu (siswa SMUN 78 Jakarta), Widagdo Setiawan (siswa SMUN I Denpasar), dan Fajar Ardian (siswa SMU Insan Cendekia, Serpong). Melahirkan para jawara fisika adalah obsesi Yohanes Surya. Dia rela melepas pekerjaannya di sebuah instalasi fisika nuklir di Virginia, Amerika Serikat. Dia mengaku tidak bahagia walaupun bergaji tinggi. "Selama enam bulan bekerja, saya selalu teringat pada tim fisika," ujarnya. Akhirnya ia nekat pulang ke Indonesia, kendati tanpa bayangan pekerjaan yang jelas. Yohanes memutuskan menangani tim yang kemudian dikenal sebagai Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI). Bagaimana awal pertautan Yohanes dengan bidang yang oleh orang banyak dianggap mudah mengerutkan kening itu? Minatnya mulai tumbuh ketika di SMA ia mendapat seorang guru yang pandai mengajar. Di tangan Handoyo, gurunya itu, fisika menjadi pelajaran yang renyah. "Beliau mahir menjelaskan teori fisika dengan mainan," ujar Yohanes. Saat kuliah di Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, kecintaannya pada fisika kembali redup. Pasalnya, dosen kerap memberi rumus tanpa menjelaskan prosesnya lebih dulu. Ia baru benar-benar jatuh cinta pada fisika ketika kuliah pascasarjana di Virginia, Amerika Serikat. "Di sana saya banyak membaca buku menarik yang membuat saya ingin menjadi fisikawan," ujarnya kepada TEMPO. Kini Yohanes berkonsentrasi pada penerapan ilmu fisika dalam bidang ekonomi (ekonofisika). Ia mengaku terilhami seorang profesor Jepang yang sukses mengamati fluktuasi yen terhadap dolar dengan metode rangkaian listrik. Ia gunakan rangkaian listrik untuk memasukkan data dari yen dan dolar. Dari sana, ia meramalkan fluktuasi yen dan dolar ke depan. "Nah, sekarang saya sedang mencoba metode itu untuk melihat fluktuasi rupiah terhadap dolar," ujar ayah dua orang putri itu. Yohanes juga rajin menulis buku—baik buku pelajaran, buku umum, maupun komik yang berkaitan dengan fisika. Biasanya ia menggunakan contoh kejadian alam sehari-hari seperti aliran air, udara, untuk menguraikan fisika. Ia juga menambahkan banyak gambar kartun serta berbagai eksperimen unik dalam buku pelajaran. Alhasil, fisika praktis menyita seluruh waktunya. Dua pekan lalu, seusai perhelatan fisika di Bali itu, ia menerima wartawan TEMPO, Nugroho Dewanto dan Iwan Setiawan, untuk sebuah wawancara khusus di kantornya di Universitas Pelita Harapan, Lippo Karawaci. Berikut ini nukilannya. -------------------------------------------------------------------------------- Apa target Anda setelah kemenangan tim Indonesia dalam Olimpiade Fisika Internasional di Bali baru-baru ini? Tahun 2002 sampai 2005, kita harus mendapat satu sampai empat emas. Tahun 2006, kita harus mendapat lima emas. Dan tahun 2003 akan merupakan titik balik karena saat itulah awal kami mulai membina siswa-siswa berbakat dari kelas enam SD hingga kelas satu dan dua SMP. Tentang prestasi di Bali, saya puas sekali dan sesuai dengan rencana saya. Mengapa pembinaan itu harus menanti hingga tahun 2003? Saat ini kami baru melakukan uji coba dengan 4-5 orang anak. Dari jumlah itu, dua orang siswa berumur 12 dan 13 tahun berhasil masuk lomba fisika tingkat nasional. Bulan September nanti, kita baru mulai membuka kelas secara resmi di Gading Serpong. Bentuknya seperti kursus, tetapi gratis untuk anak-anak di wilayah Jabotabek. Para siswa yang melamar harus lolos ujian terlebih dahulu. Siswa akan diajar fisika dan matematika dari bahan pelajaran SMA. Kursus ini kelak menjadi sarana seleksi siswa yang akan bertanding di Olimpiade Fisika. Anda yakin cara itu efektif? Soalnya, kita mendapat siswa yang benar-benar bagus. Bandingkan dengan sekarang. Kita mendapat lima siswa, tapi yang bakatnya bagus sekali cuma Peter dan Widagdo. Kebetulan, di Olimpiade Fisika di Bali kemarin, soalnya sedikit mudah sehingga kita bisa mendapat tiga emas. Kalau soalnya sulit sekali, apakah kita tidak punya peluang? Kita tetap bisa memperoleh dua emas lewat Peter dan Widagdo karena kaliber keduanya sudah hebat sekali. Bagaimana cara Anda mengetahui kaliber seorang siswa? Lewat diskusi, saya bisa mengetahui logika dan cara berpikirnya. Kalau ada anak yang merasa berbakat, saya akan mencoba mengajak bicara satu jam, kemudian saya kasih soal. Semua tanpa rumus karena hal itu untuk mengetahui cara berpikirnya saja. Lalu saya lihat kemampuan matematikanya. Setelah itu, baru saya memerlukan data dari tes psikologi untuk mengetahui kansnya menjuarai Olimpiade Fisika. Apa data lain yang Anda perlukan? Bagus kalau siswa ini pernah menjuarai lomba musik. Ada korelasi antara musik dan kepandaian. Orang yang suka musik biasanya punya otak yang lebih berkembang. Anak-anak genius yang saya tangani umumnya suka musik klasik. Mozart, Bach, dan sebagainya. Bagaimana membuat fisika menjadi sajian menarik? Dalam sebuah penataran kepada guru-guru fisika, saya bilang bahwa sebisa mungkin jangan menuliskan rumus di papan ketika mulai mengajar. Banyak siswa menjadi anti-fisika karena bingung dengan rumus yang terlalu banyak. Bisa beri contoh? Misalnya untuk menerangkan jarak. Kita bisa menggunakan contoh bepergian dari Jakarta ke Bandung dengan kecepatan mobil 80 km per jam. Lama perjalanan sekitar 4 jam. Jadi, berapa jaraknya? Hal ini dapat dihitung jika diketahui berapa percepatannya. Yang terpenting adalah menerangkan secara sederhana, dari mana rumus itu diperoleh. Atau, menerangkan tekanan udara kepada anak SD. Ini bisa dilakukan dengan membuat roket dari balon udara. Ketika ikatan balon dilepas, roket bisa terbang karena terdorong oleh tekanan udara yang keluar dari pantat roket. Setelah itu, barulah diterangkan bagaimana menghitung tekanan udara balon. Apakah masyarakat awam juga bisa dipikat untuk menyukai fisika? Ada banyak cara. Misalnya, melalui festival fisika di Taman Impian Jaya Ancol beberapa waktu lalu. Dalam waktu dekat, di Dunia Fantasi akan dipasang informasi yang menjelaskan konsep fisika yang bekerja di setiap wahana di sana. Jadi, baik anak-anak maupun masyarakat awam bisa bermain sekaligus belajar konsep fisika yang sederhana, misalnya Hukum Gravitasi Newton. Bagaimana cara Anda menyaring siswa berbakat? Memang sulit. Kita harus mengadakan seleksi di tingkat kabupaten. Dari sini dapat 2-3 orang, kemudian diadu lagi di tingkat provinsi—demikian seterusnya sampai tingkat nasional. Saya sendiri memilih di tingkat nasional, ketika jumlah siswanya tinggal 90 orang. Saya tidak tahu apakah 90 siswa itu betul-betul yang terbaik. Bagaimana kalau ada KKN? Lo, fisika kok bisa berurusan dengan KKN? Baru-baru ini Pak Wardiman (bekas Menteri Pendidikan) bercerita kepada saya bahwa, di banyak kabupaten, siswa yang terpilih biasanya memiliki hubungan kerabat dengan bupati atau pejabat lokal. Artinya apa? Sembilan puluh orang yang saya pilih belum tentu yang terbaik, kan? Dari jumlah itu, paling hanya 1-2 yang betul-betul berbakat. Makanya, saya tak berani menargetkan berapa emas yang bisa kita rebut setiap tahun. Tapi, kalau kursus yang saya dirikan sudah berjalan di semua daerah, saya berani menargetkan lima emas setiap tahun. Berapa dana yang Anda perlukan untuk latihan setahun itu? Dana untuk latihan "cuma" Rp 300 juta. Khusus untuk Olimpiade Fisika Internasional di Bali, pemerintah bersedia menanggung biaya latihan selama setahun penuh karena kita menjadi tuan rumah. Tetapi, untuk tahun depan, kita harus cari sendiri. Ke mana saja Anda akan mencari? Sekitar Rp 100 juta kita harapkan dari Departemen Pendidikan Nasional. Sisanya bisa saya dapat dari sumbangan anggota Klub Fisika Indonesia yang akan saya bentuk. Jika ada sekitar 200 anggota dan jika setiap anggota bersedia menyumbang Rp 1 juta, dananya akan cukup. Jika masih kurang, bisa kita cari dari beberapa individu atau perusahaan. Apa yang Anda impikan dengan melakukan semua ini? Saya ingin membantu melahirkan pemenang Nobel Fisika dari Indonesia. Nah, cara yang paling mungkin adalah dengan memenangi medali emas Olimpiade Fisika. Medali itu akan menjadi kunci siswa Indonesia untuk belajar fisika di tempat terbaik. Baik universitasnya, sarana pendukung, juga pembimbingnya. Kira-kira kapan si pemenang Nobel Fisika dari Indonesia ini muncul? Jika dalam setiap Olimpiade Fisika kita bisa mendapat medali, pada tahun 2020 Indonesia bakal memiliki sekitar 500 fisikawan dan ilmuwan yang hebat. Saya harapkan salah satu dari mereka bisa memperoleh hadiah Nobel. Ini bukan hal yang mustahil. Sebab, begitu siswa mendapat medali perunggu saja di Olimpiade Fisika, ia bisa memperoleh beasiswa dari universitas yang bagus. Di universitas mana saja? Universitas Leicester di Inggris, misalnya, sudah mengumumkan bahwa peraih medali perunggu Olimpiade Fisika bakal mendapat beasiswa untuk belajar di sana. Jika peraih medali emas seperti Peter Sanggahamu bisa belajar di sekolah yang bagus dan dibimbing langsung oleh peraih Nobel, langkah pertama ke arah Nobel sudah kita pegang. Apa pentingnya meraih Nobel Fisika bagi Indonesia, yang ekonominya sedang krisis dan morat-morat seperti sekarang? Dampaknya besar sekali. Peraih Nobel akan mempercepat penguasaan sains dan teknologi sebuah bangsa. Nobel itu akan merangsang anak-anak Indonesia untuk menyukai sains, dan akhirnya mereka bisa mendapat kesempatan meraih pendidikan tinggi yang lebih baik. Hal ini jelas terlihat di Cina atau Pakistan. Ya, Tsung Dao Lee dari Cina memang meraih Nobel Fisika pada akhir 1960-an. Betul. Setelah mendapat Nobel, dia sukses melobi pemerintah Amerika Serikat agar memberi beasiswa bagi 1.000 siswa Cina terbaik untuk belajar ke AS. Beasiswa ini disebut program Cuspea. Program ini membuat ribuan anak Cina kuliah di berbagai universitas terkemuka di Amerika. Pemerintah AS khawatir dan akhirnya menyetop program ini. Kenapa? Anda bayangkan saja. Saat ini di setiap universitas top di Amerika selalu ada profesor dari Cina. Pakistan memiliki satu peraih Nobel Fisika, Abdus Salam. Walau hanya punya satu pemenang Nobel, Abdus Salam membuat Pakistan berhasil mengembangkan senjata nuklirnya sehingga Pakistan punya posisi tawar-menawar yang kuat terhadap India. Ini contoh betapa besarnya peran seorang pemenang Nobel Fisika bagi bangsanya. Selama ini kunci kemenangan negara-negara maju dalam persaingan global adalah pada penguasaan sains dan teknologi. Lihat saja Amerika, Eropa, dan Jepang. Seberapa penting dukungan pemerintah untuk melahirkan anak-anak "dewa" berotak fisika? Dukungan dari pemerintah tentu penting. Apa yang dialami Lee Yuan Tseh, pemenang Nobel dari Taiwan, menarik disimak. Setelah kemenangannya, pemerintah Taiwan memberi support yang besar kepada Tseh untuk mengembangkan sains dan teknologi sehingga Tseh memimpin sebuah akademi sains yang terkenal di Taiwan. Saat itulah perkembangan sains dan teknologi melejit luar biasa di Taiwan. Terobosan apa yang ia lakukan? Tseh bisa mengundang pemenang Nobel dari berbagai negara ke Taiwan untuk seminar dan bertukar pikiran dengan kalangan sains di sana. Dia juga mengundang ahli sains Taiwan di luar negeri untuk pulang dan mengadakan riset bersama. Setelah tahun 2000, Taiwan dikenal sebagai salah satu produsen laptop paling laku di dunia. Kalau tak salah, sekitar 50 persen laptop yang ada di pasaran dirakit di Taiwan. Artinya, Taiwan bukan lagi sekadar pemakai produk teknologi, melainkan produsen. Kembali ke program pengembangan anak berbakat yang Anda lakukan. Apakah Anda juga mengharapkan bantuan finansial dari pemerintah? Dalam kondisi sekarang, sulit mengharapkan dukungan pemerintah. Saya tahu bujet untuk pendidikan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara kecil. Apakah Anda kecewa dengan metode pengajaran fisika di sekolah-sekolah sehingga membuat program ini? Tidak. Kalau soal metode pengajaran, di Indonesia ataupun Amerika sama saja. Cara guru mengajar membuat siswa takut pada fisika. Siswa menganggap fisika pelajaran yang susah. Karena itu, di Amerika banyak iklan: dicari guru fisika untuk mengajar privat. Mahasiswa-mahasiswa asing biasanya men-cari duit tambahan dari situ, ha-ha-ha…. Apakah Anda melihat kurikulum pelajaran di Indonesia tidak terlalu berat? Misalnya, pada level SMP, murid-murid diberi trigonometri dan mekanika secara bersamaan. Memang. Tapi saya bukan menyalahkan kurikulumnya, melainkan penulis bukunya. Seharusnya, di buku, pelajaran-pelajaran berat itu cukup berupa pengantar sederhana. Misalnya vektor. Untuk apa mengajarkan vektor terlalu dalam? Tidak ada gunanya. Siswa kan bukannya ingin menjadi ahli matematika vektor. Dia cuma perlu tahu pemanfaatan vektor pada gerak dan gaya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus