Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Presiden Joko Widodo menginstruksikan peremajaan alat utama sistem persenjataan setelah Nanggala-402 karam.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto meminta bujet pertahanan minimal 0,8 persen dari produk domestik bruto.
Sejak awal menjabat menteri, Prabowo menggeber agenda pembelian alutsista.
MENGUNDANG sejumlah menteri, Presiden Joko Widodo menggelar rapat tertutup pada Rabu, 28 April lalu, di Istana Negara, Jakarta. Agendanya adalah membahas pembenahan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Pertemuan tersebut digelar seminggu setelah Kapal Perang Republik Indonesia Nanggala-402—kapal selam berumur 40 tahun—karam di perairan Bali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa bercerita, Presiden Jokowi meminta jajarannya segera mengeksekusi rencana peremajaan alutsista sesuai dengan master plan. “Modernisasi peralatan itu juga harus ikut mendorong kemajuan industri pertahanan di dalam negeri,” ujar Suharso ketika dihubungi Tempo pada Jumat, 30 April lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Forum itu antara lain mendiskusikan pembiayaan belanja peralatan pertahanan. Tahun ini anggaran Kementerian Pertahanan mencapai Rp 137 triliun—terbesar dalam sepuluh tahun terakhir. Meski demikian, alokasi belanja pertahanan itu dinilai masih sangat terbatas jika dibandingkan dengan negara lain.
Suharso mengusulkan skema spending to invest. Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan itu menyebutkan model belanja tersebut memungkinkan pemerintah membeli peralatan baru sekaligus menyerap teknologi dari produsen. “Misalnya, kalau beli alat sepuluh, lima di antaranya harus transfer teknologi ke Indonesia,” katanya.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, yang juga hadir dalam rapat itu, meminta pemerintah konsisten mengalokasikan besaran anggaran pertahanan selama 25 tahun. Mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus itu menyarankan plafon bujet pertahanan minimal 0,8 persen dari produk domestik bruto. Juru bicara Menteri Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengatakan anggaran pertahanan itu akan dibagi antara kebutuhan belanja rutin dan modernisasi alutsista, masing-masing sebesar 50 persen. “Dengan skema itu, Pak Prabowo berharap peremajaan peralatan sudah mulai terlihat hasilnya dalam lima tahun mendatang,” ucap Dahnil.
Menjabat Menteri Pertahanan sejak 2019, Prabowo berkali-kali menggaungkan proyek modernisasi alat utama sistem persenjataan. Saat memberikan keterangan pers perihal hilangnya Nanggala-402 di Bandar Udara I Gusti Ngurah Rai, Bali, pada Kamis, 22 April lalu, dia mengatakan Kementerian Pertahanan dan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia sedang mengerjakan modernisasi peralatan seefisien mungkin. Prabowo mengakui belanja pertahanan membutuhkan bujet yang besar.
Rencana belanja peralatan pertahanan Prabowo itu tercantum dalam dokumen Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran 2021. Dalam risalah itu, Kementerian Pertahanan menganggarkan sekitar Rp 9,3 triliun untuk pembelian alutsista. Selain itu, ada program modernisasi dan perawatan alat di tiga matra—Angkatan Darat, Laut, dan Udara—yang totalnya mencapai lebih dari Rp 20 triliun. Anggaran itu antara lain dipakai untuk membeli 14 unit kapal di Angkatan Laut, 12 kendaraan tempur, dan 4 jet tempur Angkatan Udara.
Sejumlah model alutsista incaran Prabowo terkuak ketika rapat pimpinan TNI pada Februari lalu. Dalam sambutan Menteri Pertahanan tercantum daftar pendek merek dan jenis pesawat yang akan dibeli pemerintah Indonesia, seperti Dassault Rafale dan Airbus A330 Multi-Role Tanker Transport dari Prancis. Ada juga Boeing F-15EX Advanced Eagle dan Lockheed Martin C-130J Super Hercules dari Amerika Serikat. Sebagian dari pesawat itu disebut-sebut akan mendarat di Indonesia paling lambat pada 2022.
Menjajaki peluang pembelian sejumlah alat utama sistem persenjataan tersebut, Prabowo bersafari ke sejumlah negara, antara lain Prancis—dikunjungi dua kali pada 2020—dan Amerika Serikat. Di Negeri Abang Sam, purnawirawan letnan jenderal tersebut berjumpa dengan Mark T. Esper, yang waktu itu menjabat Menteri Pertahanan di kabinet Donald Trump.
Muhammad Lutfi, yang waktu itu menjabat Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat, menyebutkan agenda pertemuan Prabowo dengan Esper adalah membicarakan rencana pembelian alutsista buatan Negeri Abang Sam. Salah satunya pesawat tempur F-35 buatan Lockheed Martin. Dalam keterangan resminya, Pentagon—markas Departemen Pertahanan Amerika—mengaku mendukung program modernisasi alutsista yang dilakukan Prabowo. Tapi Indonesia belum bisa mendapatkan pesawat itu karena protokol yang panjang.
Presiden Joko Widodo bertemu dengan keluarga awak KRI Nanggala-402 di pangkalan TNI Angkatan Laut di Sidoarjo, Jawa Timur, 29 April 2021. Biro Setpers via REUTERS/Laily Rachev
Menurut Dahnil Anzar Simanjuntak, Prabowo memang berfokus meremajakan alat utama sistem persenjataan sejak menjabat Menteri Pertahanan. Rapat perdana Prabowo beragenda meninjau semua kondisi alutsista bersama pimpinan Mabes TNI dan tiga matra. Setelah itu, Ketua Umum Partai Gerindra tersebut berkunjung ke berbagai negara untuk menjajaki peluang peremajaan alutsista sambil mempertimbangkan aspek geopolitik. “Sebagian besar alat pertahanan kita usianya sudah belasan sampai puluhan tahun,” kata Dahnil.
Umur alat utama sistem persenjataan yang sudah uzur dikonfirmasi Asisten Perencanaan dan Penganggaran Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Muda Muhammad Ali. Dia mengatakan sekitar 60 persen kondisi alutsista Angkatan Laut sudah tua. Ia mencontohkan kapal eks Jerman Timur dan Amerika Serikat masih ada yang beroperasi. “Kami berharap segera ada pembelian sehingga alat yang umurnya 40 tahun bisa mulai diganti,” ujar Ali.
Pada 22 Maret lalu, tim Panitia Kerja Alutsista Komisi I, yang membidangi masalah pertahanan, membahas prioritas belanja dengan pejabat tinggi Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI. Anggota Komisi Pertahanan, Dave Laksono, yang hadir dalam rapat itu, menyoroti pemerintah agar tak membeli barang bekas. Sebab, sempat terbongkar surat Prabowo kepada Menteri Pertahanan Austria Klaudia Tanner pada Juli 2020 yang menyatakan minatnya membeli 15 jet Eurofighter Typhoon bekas. “Beli baru memang lebih mahal, tapi kemampuannya lebih optimal,” tutur politikus Partai Golkar itu.
Adapun anggota Komisi Pertahanan dari Fraksi PPP, Syaifullah Tamliha, menyatakan rencana modernisasi alat utama sistem persenjataan selalu terganjal oleh cekaknya anggaran. Dia menilai alokasi bujet pertahanan Indonesia masih terlalu kecil dibandingkan dengan negara di kawasan. Idealnya anggaran pertahanan bisa mencapai 2 persen dari PDB atau sedikitnya Rp 300 triliun per tahun.
Menurut Tamliha, minimnya anggaran pertahanan membuat pemerintah harus mencari skema alternatif untuk memperkuat alutsista. Pembelian pesawat tempur Sukhoi dari Rusia, misalnya, menggunakan model imbal dagang dengan komoditas seperti minyak sawit, kopi, dan tembakau. “Akhirnya kita jadi sulit belanja dan militer kita menjadi generasi pemelihara peralatan saja,” ujarnya.
RAYMUNDUS RIKANG
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo