Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Yayasan Konsumen Lembaga Indonesia atau YLKI meminta manajemen Taman Impian Ancol meningkatkan pelayanan pasca Tahun Baru 2020.
YLKI mengkritik Ancol karena masih melihat ada sejumlah aspek yang harus ditingkatkan setelah melihat pelayanan Ancol selama pelaksanaan malam Tahun Baru 2020 pada Selasa, 31 Desember 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Secara keseluruhan kualitas pelayanan Ancol kepada wisatawan sudah baik dan profesional. Namun ada beberapa aspek yang perlu diperaiki ditingkatkan," kata Ketua YLKI Tulus Abadi melalui keterangan tertulisnya, Rabu, 8 Januari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Tulus, infrastruktur dan fasilitas di Ancol sudah semakin baik. Hal tersebut bakal menambah daya tarik warga atau wisatawan untuk mendatangi destinasi wisata unggulan di ibu kota.
Salah satu fasilitas yang menurut Tulus, telah baik adalah pengelolaan parkir. Parkir telah dikelola tanpa direcoki preman dan adanya pungutan liar. "Di berbagai lokasi ditulis parkir gratis."
Selain itu, fasilitas toilet juga sudah baik dan bersih. Namun, untuk toilet perempuan masih terjadi antrian yang mengular. Menurut dia, diperlukan toilet tambahan khusus perempuan.
Tulus juga menilai fasilitas bus yang wira wiri di sana secara umum baik, walau penandaan adanya halte bus wira wiri kurang jelas. "Keberadaan angkutan khusus untuk difabel, juga patut diapresiasi," ujarnya.
Adapun beberapa hal mendasar yang harus diperbaiki dan ditingkatkan, antara lain:
1. Dalam suasana peak session seperti perayaan tahun baru, petunjuk arah kedatangan dan arah keluar kendaraan tampak kurang jelas/kurang terarah, sehingga banyak pengguna kendaraan pribadi mengalami kebingungan, dan akibatnya kemacetan yang terjadi. Bahkan waktu itu petugas pun nampak bingung dengan kepadatan lalu lintas yang kian _crowded_.
2. Sistem ticketing yang masih konvensional, konsumen harus bayar secara _cash_. Bahkan YLKI mendapati konsumen yang tidak bawa uang _cash_ dan mau bayar pakai non cash tidak bisa. Petugas memerintahkan konsumen untuk ambil uang ke ATM. Seharusnya sekelas Ancol sudah harus pakai tiket elektronik, jangan kalah dengan bonbin Ragunan, yang notabene harga tiket masuknya jauh lebih murah. Bahkan idealnya tiket masuk Ancol sudah bisa terintegrasi dengan tiket Transjakarta. Dengan sistem ticketing yang masih konvensional itu, maka pendapatan finansial Ancol dari tiket patut diduga tidak akuntabel dan transparan;
3. Kapal wisata yang beroperasi di area Ancol tidak mempunyai standar keamanan dan keselamatan yang jelas, karena: tidak mempunyai life jacket yang cukup, dan tidak menggunakan tiket untuk pembayaran, sebesar Rp 20.000 per pax. Kalau terjadi _accident_ siapa yang bertanggungjawab? Bahkan ada konsumen penumpang perahu yang merokok di dekat mesin perahu. tapi ditegur marah marah; kalau perahu terbakar karena rokok bagaimana?
4. Tiket masuk Ancol juga tidak menyebutkan adanya asuransi bagi konsumen. Entah konsumen Ancol dijamin asuransi atau tidak. Seharusnya ada asuransi bagi konsumen, dan disebutkan secara jelas di dalam tiket tersebut;
5. Masih banyak sampah plastik berserakan di sekitar pantai di Ancol, bahkan termasuk di pantai di dekat restoran ternama: Bandar Jakarta! Dengan demikian, pantai di Ancol berkontribusi terhadap pencemaran di laut oleh sampah plastik, yang kini kian parah;
6. Ancol juga belum bebas dari asap rokok. seharusnya sebagai tempat wisata yang digandrungi anak anak dan remaja, maka seharusnya Ancol adalah Kawasan Tanpa Rokok (KTR), apalagi secara regulasi Ancol adalah sebagai area KTR. Ironisnya, tim YLKI menemukan lapak kaki lima yang berjualan vape atau rokok elektronik di area Ancol.