Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ahli hukum tata negara, Refly Harun, enggan menanggapi pidato perdana Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menyinggung masalah pribumi. "Saya tidak begitu tertarik mengkritik kata-kata,” kata Refly ketika dihubungi, Selasa, 17 Oktober 2017. “Yang penting kebijakan dan tindakannya nanti, karena itu yang langsung berpengaruh kepada warga Jakarta."
Menurut Refly, tidak ada sesuatu yang istimewa dalam pidato Anies, kemarin. Bahkan, ia menilai, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu belum memiliki mental pemenang pilkada. "Karena pidato kemarin masih kental nuansa kampanye," ujarnya.
Dalam masa kampanye, kata Refly, semua hal bisa dieksploitasi untuk memenangi sebuah pemilihan. Namun, jika gubernur sudah terpilih, para pendukung dan yang kontra harus melupakan masa-masa kampanye itu. "Yang pro dan kontra menjadi partner kritis dan konstruktif untuk melihat sejauh mana tindakan dan kebijakan gubernur baru betul-betul bisa memenuhi janjinya," tuturnya.
Menurut Refly, sekarang adalah waktu yang tepat bagi Anies memenuhi janji-janjinya semasa kampanye. Dia juga harus membuktikan mampu menjalani pemerintahan yang baik dan bersih sehingga membuat warga Jakarta bahagia.
Baca:
Siapa Pribumi Asli Indonesia? Penelitian Eijkman Menjawabnya
Di sisi lain, kata Refly, para pengkritik Anies juga harus bisa melupakan perseteruan di masa kampanye. Energi yang mereka miliki sebaiknya digunakan untuk mengkritik program kerja Anies sebagai gubernur.
Setelah dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Anies Baswedan dan pasangannya, Sandiaga Uno, bergegas ke Balai Kota. Di sana mereka telah ditunggu para pendukungnya.
Dalam kesempatan itulah Anies menyampaikan pidato perdana sebagai gubernur dan menyinggung nasib pribumi. Belakangan, pidato Anies ini ramai diperbincangkan di dunia maya dan menjadi kontroversi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini