Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Karat mulai menggerogoti puluhan motor yang berjejer di halaman belakang Rupbasan (Rumah Penitipan Barang Sitaan) Jakarta Selatan. Sebagian di antaranya sudah menyerupai besi tua. Enam mobil yang terparkir di halaman depan kantor tersebut punya nasib yang sama, beberapa nyaris menjadi barang rongsokan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seluruh kendaraan itu merupakan barang bukti kejahatan yang perkaranya tengah dalam proses hukum. Rupbasan Jakarta Selatan adalah satu dari lima lokasi yang dijadikan tempat penyimpanan barang sitaan di Jakarta. Lembaga di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM ini bertanggung jawab merawat barang bukti titipan Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tugas utama Rupbasan hanya merawat. Batas waktunya sampai ada perubahan status, yaitu setelah adanya putusan hukum tetap (inkracht) atas perkara terkait dengan barang sitaan. Dari sinilah barang sitaan bisa menjadi aset negara untuk dijual melalui proses lelang. Tapi tak banyak yang bisa diharapkan jika kondisi barang rampasan rusak akibat minimnya proses perawatan.
Kepala Rupbasan Jakarta Selatan, Viverdi Anggoro, mengatakan standar perawatan memang menjadi persoalan, terutama menyangkut anggaran. Ada barang bukti yang hampir sepuluh tahun berada di Rupbasan. Salah satunya Toyota Kijang B-679-GN. “Mobil itu dititipkan sejak 2008,” kata dia.
Viverdi mengaku kantor Rupbasan memiliki lahan parkir yang sempit. Saat ini menerima titipan 73 mobil dan 33 motor. “Luas kantor kami hanya 500 meter persegi,” ujarnya sembari menambahkan, sebagian barang sitaan terpaksa dititipkan ke gudang Kementerian Hukum.
Agar kendaraan tetap dalam kondisi baik dan berfungsi, kata Viverdi, mesin harus dipanaskan setiap hari. Masalahnya, Viverdi mengakui, perawatan terhadap barang sitaan tak maksimal karena masalah anggaran. Dana operasional hanya Rp 20 juta per tahun. Jumlah itu baru separuhnya yang diajukan.. “Bangunan yang kami pakai ini statusnya masih sewa,” kata dia.
Kondisi Rupbasan yang serba terbatas direspons KPK dengan merawat sendiri barang sitaan. Pelaksana Tugas Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi KPK, Irene Putri, mengatakan perawatan secara mandiri ditujukan agar nilai aset barang sitaan tak mengalami penyusutan. Apalagi, kendaraan yang disita umumnya kelas premium. KPK tengah mendorong regulasi yang memungkinkan barang sitaan dilelang sejak awal. “Sejauh ini hanya bisa dilakukan atas persetujuan tersangka,” ujarnya.
Saat lelang kendaraan dan barang berharga pada dua pekan lalu, kata Irene, KPK membukukan untuk kas negara Rp 3,5 miliar. Beberapa kendaraan seperti Honda Jazz dalam perkara suap Ahmad Fathonah, terjual di atas harga minimum. Dengan hasil lelang terakhir, total aset Negara yang dikembalikan KPK ke negara mencapai sekitar Rp 2,3 triliun.
Direktur Rupbasan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Wahidin, membenarkan kantor Rupbasan memang tidak memadai untuk penyimpanan barang sitaan dalam jumlah besar. Tak mungkin semua barang sitaan dititipkan ke kantor Rupbasan. Misalnya barang sitaan kayu hasil penebangan liar, terpaksa dibiarkan teronggok di tengah hutan. “Petugas tak bisa memindahkan barang itu karena volumenya yang besar. Karena tak terawatt, kondisinya rusak parah.”
Kendala perawatan barang sitaan tengah diupayakan pemerintah dengan membangun fasilitas penyimpanan yang layak seperti kantor Rupbasan Jakarta Barat dan Tangerang. Sebuah aula besar kini tercagak laiknya sebuah hanggar. Peremajaan bangunan tersebut dilakukan pada 2015.
Menurut Wahidin, pemerintah memiliki 63 kantor Rupbasan di seluruh Tanah Air. Saat ini terdapat ratusan ribu barang bukti dari 9.661 kasus kejahatan. “Itu belum semua. Banyak barang buti yang belum diserahterimakan,” kata dia.
Puluhan mobil dan motor di halaman kantor Kejaksaan Negeri Depok, Jawa Barat, misalnya. Benda tersebut merupakan barang bukti kasus investasi bodong Pandawa yang disita Polda Metro Jaya. Proses hukum atas kasus itu tengah memasuki tahap tuntutan di Pengadilan Depok.
Kepala Kejaksaan Negeri Depok, Sufari, mengatakan seluruh kendaraan barang bukti kasus Pandawa berada di bawah pengawasan Kejaksaan. Menurut Sufari, Kejaksaan dapat menyimpan sendiri barang sitaan selama proses hukum tanpa harus berhubungan Rupbasan. Sebab, aturan yang dijadikan landasan hukum hanya menggunakan istilah dapat disimpan di Rupbasan. “Artinya, tak ada keharusan,” ujarnya.
Barang sitaan rusak dan hilang seperti bukan hal baru di Rupbasan. Seorang pimpinan Rupbasan di Bangka Belitung, JS, diduga menggelapkan sekitar 1,5 ton timah batangan bernilai miliaran rupiah titipan Kejaksaan setempat. “Berkas penyidikan bakal kami limpahkan dalam waktu dekat,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung, Roy Alrand.
Kasus di atas terendus dua bulan lalu saat Kejaksaan Negeri Pangkal Pinang hendak melelang timah hasil penyelundupan iyu. Saat pengecekan, petugas mendeteksi adanya kejanggalan. Timah batangan tak lagi miliki standar SNI. Bentuknya berbeda dengan yang asli.
JS diketahui pernah mengeluarkan dan memasukkan barang bukti timah batangan pada suatu malam. Modus ini terlacak penyidik Kejaksaan dan terbongkar bahwa JS diduiga kuat menukar timah asli dengan yang palsu. Harga timah dijual dengan harga Rp 400 juta. “Penadah timah masih buron,” ujar Roy.
Wahidin membenarkan penangkapan terhadap JS. Ia mengaku telah menindak tegas bawahannya yang terbukti berulah. Selain harus menghadapi sanksi pidana, seluruh pegawai yang bersalah harus menerima hukuman administratif. “Kami tidak ingin ada lagi yang bermain-main. Sudah ada beberapa petugas yang kami pecat.”
Ini bukan kali pertamanya kasus penyalahgunaan barang bukti di Rupbasan. Kantor Rupbasan Pekanbaru sebelumnya juga mengungkapkan hilangnya 97 dari 198 karton minuman keras titipan Direktorat Jenderal Bea Cukai. Polres Pekanbaru mensinyalir keterlibatan orang dalam lantaran tak ada pintu gudang penyimpanan yang rusak.