Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) menyerahkan surat kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam demo yang digelar di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis, 22 Oktober 2020. Surat itu diterima langsung oleh perwakilan dari Kantor Staf Kepresidenan dengan pengawalan TNI-Polri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Isi suratnya adalah permintaan kepada Presiden untuk membatalkan Undang-Undang Cipta Kerja melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perpu," ujar Ketua Umum DPP FSP LEM SPSI, Arif Minardi setelah menyerahkan surat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arif menuturkan bahwa alasan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja layak dicabut di antaranya karena cacat prosedural sehingga substansi isinya menjadi salah. Salah satu buktinya kata dia, dari berubah-ubahnya halaman draf Undang-Undang Cipta Kerja. Selain itu, Arif juga menilai bahwa saat ini, pemerintah harus fokus untuk mengatasi masalah pandemi Covid-19.
"Pandemi ini juga harusnya mereka bersama-sama dulu mengatasi pandemi ini. Kan ada PHK ini, bukan membuat (undang-undang) yang kontroversial," kata dia.
Walau sudah diterima KSP, Arif mengaku belum puas. Dia menginginkan berjumpa langsung dengan Presiden Jokowi. Namun menurut dia, hal yang terpenting saat ini adalah bahwa aspirasi buruh didengarkan.
Sementara itu, juru bicara GEBRAK dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Nining Elitos mengatakan pihaknya enggan bertemu dengan pihak Istana jika tak ada perubahan sikap terkait Omnibus Law - Undang-Undang Cipta Kerja. Pernyataan itu disampaikan setelah polisi menawarkan demonstran untuk mediasi dengan Kantor Staf Kepresidenan.
"Apakah ada perubahan sikap dari pemerintah atau hanya sekadar menampung. Kalau hanya sekadar menampung, sudah cukup," kata Nining di sela-sela unjuk rasa di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat pada Kamis, 22 Oktober 2020.
Menurut Nining, para demonstran dari kalangan buruh akan tetap meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perpu. Permintaan ini disebut akan terus disuarakan oleh para buruh.
"Sejak Januari sampai sekarang kita masih lakukan perjuangan mendesak Presiden membatalkan Undang-Undang cipta kerja, artinya bisa mengeluarkan Perpu. Karena apa? Dari sebelum lahir saja undang-undang ini sudah cacat hukum, cacat prosedural," kata dia.
Terkait Perpu, Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebelumnya mengatakan, Presiden Jokowi tampaknya tak akan mengeluarkannya.
"Presiden juga menegaskan sikap dan pandangan terkait banyaknya kritik dari masyarakat. Terhadap kritik tersebut Presiden menegaskan posisinya yang tidak akan menerbitkan Perpu, tetapi membuka diri terhadap masukan dari berbagai pihak, termasuk kemungkinan merevisi materi UU Cipta Kerja yang bermasalah," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam keterangan tertulis setelah bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan pada Rabu, 21 Oktober 2020.