Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Chaidir mengatakan tak perlu ada tes assessment dalam rotasi pejabat DKI. Hal itu berlaku bila pejabat yang kena rotasi sebelumnya sudah menduduki jabatan struktural, minimal di eselon IV.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Chaidir menjelaskan tes hanya berlaku untuk pejabat yang dipromosikan. Sementara pejabat yang diturunkan posisinya alias demosi, tak perlu menjalani tes. Sebab, mereka sudah mengikuti tes kompetensi sewaktu masih staf untuk naik menjadi eselon IV.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ketika seorang tetap mau dipromosikan perlu dilakukan tes assessment. Tapi ketika, misalnya saya geser nih dulu di Dinas Sosial, (sekarang) saya BKD, tidak perlu dilakukan assessment karena data assessment sudah ada," kata Chaidir saat dihubungi Tempo, Jumat, 15 Maret 2019.
Wakil Ketua Komisi A Bidang Pemerintahan DPRD DKI William Yani sebelumnya menilai ada kejanggalan dalam mutasi 1.125 pejabat yang tanpa lelang itu. William juga mempertanyakan apakah ada tes terhadap 1.125 pejabat sebelum dirotasi. Dia berujar seharusnya ada tes dengan jumlah rotasi sebanyak itu agar menghindari subjektivitas pimpinan.
Menurut Chaidir, tes diwajibkan bagi staf yang dipromosikan menjadi camat (eselon III) atau lurah (eselon IV). Mereka harus mengikuti tes kompetensi terlebih dulu agar memenuhi syarat menjabat sesuai aturan yang berlaku.
Chaidir menyebut ada tiga syarat jabatan, yakni latar belakang manajerial, sosial kultur, dan kemampuan teknis. Adapun hasil tes kompetensi berlaku hingga dua tahun. "Iya (setelah dua tahun) tes ulang kembali," ujarnya.
Karena itulah, 1.125 pejabat DKI yang kena rotasi tak perlu menjalani tes. Sebab, mereka adalah pejabat lama yang sudah mengikuti tes kompetensi sedari dulu. Rotasi 1.125 pejabat mempertimbangkan kinerja masing-masing. "Evaluasinya berdasarkan kinerja," kata Chaidir.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merotasi 1.125 pejabat DKI pada akhir Februari 2019. Chaidir memastikan rotasi berjalan sesuai prosedur yang artinya tak ada kepentingan apapun. Namun, Komisi A DPRD justru menerima laporan adanya dugaan subjektivitas pimpinan dalam perombakan setelah mendengar cerita dari lurah dan camat yang didemosi. Dewan pun memutuskan untuk membentuk panitia khusus atau pansus rotasi pejabat DKI itu.