Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Sejumlah wali kota di DKI Jakarta telah meminta lurah di daerahnya masing-masing agar menerbitkan edaran untuk mencegah praktik pungutan liar atau pungli sertifikat tanah dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Wali Kota Jakarta Utara Ali Maulana Hakim memastikan para lurah di jajarannya telah menerbitkan edaran tersebut. Ia mencontohkan di Kelurahan Rorotan, Cilincing, surat edaran untuk mencegah pungli pengurusan sertifikat terbit sejak Agustus lalu dan telah disebarkan kepada ketua-ketua RT dan RW hingga kelompok masyarakat (pokmas) PTSL.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski begitu, menurut dia, ada saja anggota kelompok masyarakat yang menjadi calo pengurusan sertifikat. “Padahal pokmas ini dibentuk hanya untuk pendataan peserta program PTSL,” ujarnya ketika dihubungi Tempo pada Ahad, 10 Februari 2019.
Tempo mendapatkan surat edaran yang dibuat Lurah Rorotan, Yuyun Wahyudi, tertanggal 20 Agustus 2018. Dalam surat itu, dsiebutkan bahwa dalam mendukung program PTSL, Kelurahan Rorotan tidak memungut biaya pelayanan pembuatan surat pengantar, surat keterangan riwayat tanah, dan dokumen pelengkap administrasi lainnya.
Dugaan pungli terungkap setelah sejumlah warga Ibu Kota mengaku dimintai uang oleh kelompok masyarakat yang sebagian terjadi di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Padahal program PTSL tersebut gratis, kecuali ada biaya yang menjadi tanggung jawab pemohon sertifikat, seperti meterai, tanda batas yang dianggap perlu, kelengkapan dokumen, serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) atau pajak penghasilan.
Salah satu yang mengalami pungli adalah Naneh, 60 tahun, warga RT 02 RW 05 Kelurahan Grogol Utara, Jakarta Selatan. Ia dimintai uang Rp 3 juta oleh pengurus RW 05 yang juga Ketua RT 10, Mastur. Naneh dijanjikan mendapatkan sertifikatnya pada Desember lalu setelah biaya itu dilunasi. Namun sampai pekan lalu, sertifikat tanahnya belum di tangan.
Wali Kota Jakarta Selatan Marullah Matali menjelaskan bahwa kelompok masyarakat dibentuk oleh lurah untuk hanya mendata warga setempat yang akan mengikuti program PTSL alias sertifikat gratis. Dia telah meminta lurah membuat edaran serupa yang telah ditempel di kantor kelurahan.
Ia pun mempersilakan warga yang dikenai pungli untuk melapor ke polisi. Marullah juga meminta warga agar tidak menjebak kelompok masyarakat melakukan pungutan dengan meminta mereka mengurusi sertifikat. “Jangan jebak orang lain juga,” kata dia.
Kepala Bagian Humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Horison Mocodompis, memastikan tak ada pungutan biaya dalam penerbitan sertifikat gratis tersebut. Menurut dia, tak ada peraturan yang mengatur pungutan hingga jutaan rupiah tersebut. “Uang lelah itu dasar hukumnya apa?”
Berdasarkan peraturan Kementerian Agraria, warga yang mengikuti program sertifikat tanah PTSL hanya perlu membayar beberapa kewajiban, di antaranya dokumen penyediaan surat tanah bagi yang belum ada, pembuatan dan pemasangan tanda batas (patok), serta (BPHTB) jika terkena. Keperluan lainnya adalah biaya meterai, fotokopi, Letter C, dan saksi. Dengan demikian, Horison melanjutkan, Kementerian tak bertanggung jawab atas pungutan uang lelah terhadap warga pemilik tanah.