Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Masih banyak perempuan Indonesia yang menikah dan melahirkan di usia sangat muda. Hal itu jelas menimbulkan berbagai masalah susulan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Analisis Dampak Kependudukan, BKKBN Pusat, Hitima Wardhani, mengatakan, dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) sebanyak 36 per 1.000 kelahiran menikah pada usia dini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dari sisi sebaran pernikahan dini secara nasional terjadi di semua provinsi, termasuk di Sulawesi Utara," kata Wardhani.
Apabila terjadi kasus pernikahan usia dini, maka yang sangat terdampak adalah kaum perempuan. Wanita yang menikah di usia dini dari sisi kesehatan bisa saja subur secara biologis akan tetapi belum matang sehingga rentan terkena kehamilan dengan komplikasi tinggi.
Tak hanya itu, anak yang dilahirkan dari ibu yang menikah usia dini kerentanannya 1,5 kali bila dibandingkan dengan ibu yang berusia 20-30 tahun. Bahkan, dari sisi ekonomi sangat berpengaruh karena bagaimana mungkin berpartisipasi dalam dunia kerja tetapi harus mengurus anak.
"Padahal ada yang namanya bonus demografi, dan syaratnya selain sumber daya manusia berkualitas juga harus ditunjang dengan partisipasi perempuan dalam dunia kerja," jelasnya.
Wardhani mengatakan batasan usia pernikahan bervariasi. Misalkan secara global 18 tahun, sementara dari sisi undang-undang perkawinan 16 tahun. Akan tetapi idealnya adalah perempuan 21 tahun dan laki-laki 25 tahun.
Ia menambahkan, upaya yang dilakukan untuk mencegah pernikahan di usia dini adalah dengan menunda usia perkawinan serta program generasi berencana.