Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Arifsyah Nasution, menilai pemerintah gagal menangani pencemaran limbah timbal alias logam di perairan Teluk Jakarta meski sudah menjalankan proyek reklamasi. Menurut Arifsyah, reklamasi justru menambah tingkat pencemaran di wilayah pesisir Teluk Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Reklamasi hanya menambah beban Teluk Jakarta dan membuktikan bahwa ada kegagalan dalam penanganan lingkungan hidup baik di kawasan teluk maupun pesisir di Teluk Jakarta," kata Arifsyah saat dihubungi, Senin, 4 November 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia memaparkan, mulanya pemerintah beralasan menjalani proyek reklamasi guna memulihkan lingkungan hidup di pesisir Jakarta. Akan tetapi, pencemaran tetap berlangsung. Bahkan, papar Arif, ada atau tidaknya pulau reklamasi tetap berpotensi mencemari lingkungan.
Salah satunya di Kepulauan Seribu. Dia khawatir apabila tak ada pulau reklamasi, maka limbah mengalir ke wilayah Taman Nasional Kepulauan Seribu dan merusak terumbu karang. Namun dengan adanya pulau buatan pun, limbah bakal tersumbat di sekitaran pulau.
Arif berujar pencemaran limbah sudah berlangsung sedari dulu. Pencemaran di Teluk Jakarta, lanjut dia, merupakan isu lama yang tak kunjung diselesaikan pemerintah. Karena itu, menurut dia, pemerintah daerah maupun pemerintah pusat seharusnya mengendalikan pembuangan limbah dari hulu.
"Misalnya di Jakarta Utara ada beberapa kawasan. Ada juga beberapa perbatasan antara Bekasi-Jakarta, antara Jakarta-Tangerang harus dicek.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal Ahmad Safrudin menyebut, pihaknya menemukan kandungan timbal pada mengambang di atas perairan Teluk Jakarta. Limbah ini tampak di sisi timur Pulau D reklamasi. Padahal, dia berujar, limbah yang sudah menyatu dengan air biasanya bakal mengendap ke bawah atau disebut proses sedimentasi.