Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Izin AirAsia Bisa Dicabut

5 Januari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PESAWAT AirAsia QZ8501 yang jatuh di Selat Karimata berangkat dari Bandar Udara Juanda, Surabaya, menuju Singapura, Ahad pekan lalu, menggunakan lintasan penerbangan M-635. Jalur ini berbentuk garis lurus melintas sepanjang Laut Jawa dan Laut Cina Selatan. Menurut Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, jalur ini termasuk lintasan penerbangan yang padat tapi aman dan nyaman.

Dalam dua pekan ini, Jonan akan memeriksa AirAsia, menara pengawas, dan Bandara Juanda tentang prosedur keselamatan yang mungkin dilanggar hingga mengakibatkan tragedi yang menewaskan 162 penumpang dan kru itu. Terutama setelah beredar surat Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika bahwa pilot QZ8501 tak mengantongi data cuaca sebelum terbang. "Ini soal regulasi yang dibuat manusia, bukan alam," kata Jonan di kantornya, Rabu pekan lalu. Ia didampingi enam pejabat yang mengurusi navigasi dan penerbangan.

Apa yang terjadi dalam tragedi AirAsia ini?

Anda tanya ke Airbus dan ke Asuransi Jasa Raharja yang sekarang harus menanggung asuransi besar: "Wajarkah kejadian ini? Kok, kesannya pilot mendadak tahu ada awan di depannya?" Nanti baru diurut dari sana. Masak, pilot kagetan?

Waktu empat menit itu cukup untuk menghindari awan? Mengapa pilot senior tak bisa menghindarinya?

Itu waktu yang lama. Kita tak boleh berasumsi bahwa pilot senior itu pasti tidak salah.

Pernah ada pilot yang bisa lolos dari awan kumulonimbus?

Pilot jet tempur saja pasti tak bisa lolos.

Mengapa pemandu Cengkareng tak memberitahukan awan kumulonimbus sejak awal?

Sampean cek apakah pesawat ini punya radar cuaca. Setahu saya ada. Artinya, sejak awal semestinya dia tahu di depannya ada awan. Radar Airbus bisa disetel hingga 300 mil. Semestinya, 5-10 menit setelah lepas landas, dia sudah tahu ada awan. Kalau radar dia berfungsi baik, mengapa tak berteriak sejak awal?

Jadi, apa penyebab kecelakaan ini?

Ya, enggak tahu. Kan, kotak hitam belum ditemukan. Tapi Anda bisa bertanya ke manajemen AirAsia, apakah ini wajar? Apa pilot tak baca radar cuaca?

Menara pengawas Cengkareng punya radar cuaca?

Di menara, cuaca enggak terbaca. Idealnya memang air traffic control punya radar cuaca. Tapi aturan tak mewajibkan. Setelah ini akan saya sambungkan radar pemantau pesawat dengan radar cuaca di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.

Artinya, pemandu tak memberitahukan sejak awal pesawat itu menuju kumulonimbus?

Begini, saat pilot itu terbang, sudah ada informasi tentang cuaca atau enggak? Seharusnya sudah dapat dari Badan Meteorologi sebagai laporan dalam flight plan. Prosedurnya, jika data cuaca itu ada, semestinya ada briefing sebelum terbang. Apakah AirAsia ada rapat soal itu sebelum terbang?

Artinya, ada indikasi penyelewengan prosedur di AirAsia?

Akan kami cek. Pertama, mengapa tak semua pesawat di jalur itu celaka. Kedua, apakah AirAsia sudah melakukan semua prosedur penerbangan. Setelah prosedur dicek dan ternyata tak sesuai, izin rute bisa dicabut, suspend, atau batalkan izin terbangnya. Jika prosedur bagus, tetap dicek pelaksanaannya. Pasti ketahuan. Jika pilot menganggap pesawat rusak, semestinya dia menolak terbang.

Anda tak melihat kesalahan juga ada di menara pemandu?

Tidak. Radar cuaca ternyata rekomendasi saja, tidak harus ada. Artinya, tidak ada radar cuaca tak jadi masalah. Kalau salah di ATC, mengapa pesawat lain tak jatuh?

Selain maskapai, ATC akan diperiksa?

Semua. Kalau salah, kena juga mereka. Masak, dari puluhan airline tak ada yang kena? Berarti yang memeriksa goblok.

Apakah petugas pemandu bisa melarang pesawat lepas landas jika cuaca buruk?

Pengawas bisa melarang kalau pesawat masih di darat, jika di bandara cuacanya jelek. Kalau untuk lepas landas tak ada masalah, ya, tak dilarang. Bandar udara kasih tahu kalau cuaca buruk. Misalnya hujan lebat enggak boleh lepas landas atau tak boleh mendarat.

AirAsia yang celaka ini memajukan jadwal terbang. Apakah boleh?

Boleh. Pengajuannya itu lewat Direktorat Angkutan Udara Kementerian Perhubungan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus