Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Puncak peringatan Hari Guru Nasional 2023 telah gelar di Indonesia Arena Senayan, Jakarta Pusat pada Sabtu, 25 November 2023. Ratusan guru dari berbagai provinsi di Indonesia ikut meramaikan acara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo menanyakan alasan kepada beberapa peserta guru yang hadir tentang pengalamannya selama mengajar. Inayah misalnya, ia merupakan guru yang mengajar di sekolah Kalimantan Utara sejak 2001. Perempuan yang saat ini berusia 51 tahun itu bercerita pernah mengalami masa sulit menjadi guru honorer.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sekitar 5 tahun saya menjadi guru honorer. Saat itu, saya mengajar di 4 sekolah (SD dan MA), dan kalau digabung gajinya dari 4 sekolah itu hanya Rp 250 ribu,” ujar Inayah saat ditemui langsung di lokasi Peringatan Hari Guru Nasional Tahun 2023.
Lokasi mengajar yang ia tempuh juga cukup sulit karena sekolah tersebut berada di daerah terpencil.
Saat itu merupakan masa berat bagi Inayah, karena di samping mengajar 4 sekolah ia mencoba bertahan hidup dengan membuka UMKM. “Tapi memang dimulai dengan dari nol jadi belum ada apa-apa,” kata dia.
Kesempatan akhirnya datang ketika ada pendaftaran untuk CPNS dan PPPK guru pada 2006. Mulanya, ia sempat ragu untuk mendaftar karena tak yakin akan lolos.
Namun, dorongan dari keluarga dan kecintaannya dengan profesi guru membuat dia termotivasi. Ia pun melakukan tes dua kali di Kementerian Agama RI dan dua kali juga di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Inayah menuturkan, salah satu hal yang membuatnya ia bisa bertahan karena guru adalah pekerjaan yang mulia. “Paling tidak saya memang punya keinginan mengajar untuk mengabdi. Tentunya dengan transfer ilmu yang saya berikan, dan itu saya anggap itu adalah amal jariyah,” ucap Inayah.
Alasan sama juga diungkapkan oleh Lilis, 44 tahun. Kini, ia telah mengabdi selama 10 tahun di SD Islam Terpadu Insan Kamil Depok. Sebagai guru swasta ia mengaku penghasilan yang didapat guru memang kecil tapi masih cukup untuk memenuhi kebutuhan biaya hidupnya.
“Cukup itu relatif, gimana kitanya mengatur kebutuhan hidup kita sehari-hari dan bagaimana kita mensyukurinya atas rejeki yang Allah berikan untuk saya,” ucap Lilis.
Selain mendapatkan gaji dari Yayasan, ia juga menerima tunjangan dari pemerintah. Namun, ia enggan menyebutkan nominalnya.
Bagi Lilis, mengajar termasuk sebagai penyembuhannya untuk mengelola stres. Saat ada tekanan di rumah, Lilis merasa kelucuan dan kepolosan dari anak-anak menjadi dukungan tersendiri untuk dirinya.
“Guru itu menyenangkan, jadi setiap hari ketemu dengan murid setiap hari ada aja cerita yang baru, setiap hari ada pengalaman baru dan ada perasaan baru,” ujarnya.
Dibanding tahun-tahun sebelumnya, Lilis menganggap upaya pemerintah saat ini sudah banyak memberikan perubahan-perubahan untuk kesejahteraan guru.
“Apalagi dengan adanya guru penggerak, Alhamdulillah adanya pelatihan-pelatihan juga menambah ilmu demi kesejahteraan guru,” kata dia.