Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK telah merilis surat edaran yang salah satunya mengatur pembatasan setiap orang hanya boleh maksimal meminjam tiga platform Pinjol atau pinjaman online. Di sisi lain, industri pembiayaan teknologi finansial alias Fintech lending baru terbentuk mulai 2017. Bisakah kebijakan ini membuat industri ini lesu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Warga asal Jakarta, Pandu (bukan nama sebenarnya), bercerita sempat terjerat Pinjol. Bukan hanya satu dua platform, dia bahkan meminjam tujuh platform, mulai dari SPinjam, Kredit Pintar, Akulaku, Indodana, Maucash, KTA Kilat, hingga Rupiah Cepat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak ayal, utangnya menembus Rp 50 juta. Pinjaman paling besar berasal dari SPinjam alias Shopee Pinjam, yaitu Rp 18 juta dengan bunga hampir Rp 2 juta. "Duitnya buat main, foya-foya, berjudi," ujar Pandu kepada Tempo, Kamis, 16 November 2023.
Kini, dia mengaku sudah bertaubat, tak lagi menggunakan Pinjol. Utang pria berusia 23 tahun ini di tujuh platform pinjaman online tersebut telah lunas sejak awal tahun.
Sementara warga asal Surabaya, Kirana (bukan nama sebenarnya) juga sempat berutang di Pinjol sekitar Rp 2 juta. Dia meminjam uang di dua platform, AdaKami dan Akulaku, untuk membantu perekonomian keluarganya.
Selanjutnya: Menurut Kirana, penggunaan aplikasi kedua platform itu....
Menurut Kirana, penggunaan aplikasi kedua platform itu mudah dipahami. Pencairan dana juga cepat. "Cuma memang pas telat itu sangat mengganggu karena sehari bisa ditelepon 10 kali lebih," ujar perempuan berusia 26 tahun ini.
Lebih lanjut, Kirana sepakat jika OJK membatasi berapa banyak platform Pinjol yang bisa digunakan masyarakat. Senada, Pandu juga menyetujui kebijakan baru Otoritas Jasa Keuangan tersebut. Dia bahkan meminta Pinjol ditutup semua lantaran banyak orang yang menggunakannya untuk kesenangan semata, seperti dirinya dulu.
Dampak Pembatasan Pinjol ke Industri
Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios) Muhammad Andri Perdana mengatakan seringkali penyedia Pinjol memberikan pinjaman tanpa mengecek kesanggupan bayar dari konsumen atau debitur. Ihwalnya, yang dijual adalah dana cepat.
"Namun, itu berbahaya karena orang bisa mengambil Pinjol sampai belasan platform," kata Andri, sapaanya, saat dihubungi Tempo pada Selasa, 14 November 2023.
Ditanya soal pengaruh pembatasan Pinjol terhadap penyaluran pembiayaan, Andri mengatakan mayoritas orang yang meminjam lebih dari tiga peer-to-peer atau P2P lending itu gali lubang tutup lubang.
"Jadi penyaluran kreditnya justru tidak sehat," ucap Andri.
Selanjutnya: Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI)....
Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) Ronald Yusuf Wijaya menyebut ada tiga kategori dalam industri fintech lending di Indonesia, yaitu produktif, konsumtif, dan syariah. Menurut Ronald, pembiayaan produktif maupun syariah tidak terpengaruh kebijakan pembatasan Pinjol ini.
"Justru kalau ambil dari banyak P2P lending produktif jadi pertanyaan juga," tutur Ronald saat dihubungi pada Rabu, 15 November 2023.
Dia mencontohkan, sebuah perusahaan mengambil pinjaman di P2P lending dari tiga platform, masing-masing sebanyak Rp 2 miliar. Jika perusahaan itu ingin mengambil pinjaman dari platform keempat, artinya pinjaman sudah mencapai Rp 8 miliar.
"Kan berarti sudah cukup besar, kenapa tidak ke bank?"
Sementara semua P2P lending syariah di bawah AFSI adalah peer-to-peer lending produktif. Biasanya penerima pinjaman (borrower) meminjam ke satu atau dua platform P2P lending syariah, jarang yang meminjam lebih dari tiga platform.
"Nah, jadi kalau saya bisa simpulkan akan berpengaruh ke Fintech lending konsumtif," ucap Ronald.
Selanjutnya: Namun, Ronald tak menjelaskan seberapa besar pengaruhnya....
Namun, Ronald tak menjelaskan seberapa besar pengaruhnya ke P2P lending konsumtif. Tempo juga telah menghubungi Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) untuk meminta penjelasan, namun asosiasi ini tidak menanggapi hingga berita ini ditulis.
Adapun surat edaran atau SE OJK mengenai pembatasan Pinjol adalah surat nomor 19/SEOJK.06/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). Aturan ini disahkan pada 8 November 2023.
"Penyelenggara (P2P lending) harus memastikan bahwa penerima dana tidak menerima pendanaan melalui lebih dari tiga Penyelenggara, termasuk penyelenggara yang bersangkutan," begitu salah satu poin di dalam surat tersebut.
Dilansir dari dokumen Roadmap Pengembangan dan Penguatan LPBBTI 2023-2028 yang diterbitkan OJK, industri LPBBTI P2P lending melanjutkan tren pertumbuhan positif sejalan dengan pemulihan ekonomi pasca Covid-19.
Jumlah pinjaman yang belum lunas (outstanding loan) yang disalurkan oleh industri ini pada Agustus 2023 tercatat tumbuh sebesar 12,46 persen secara tahunan (yoy) per Agustus 2023.
Selanjutnya: Sebagian besar dari penyaluran pinjaman P2P lending....
Sebagian besar dari penyaluran pinjaman P2P lending ditujukan untuk pembiayaan sektor non-produktif, yaitu 60,95 persen dari total penyaluran pembiayaan pada Agustus 2023. Sementara pembiayaan yang disalurkan LPBBTI kepada UMKM juga terhitung masih relatif rendah, yaitu 36,52 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, mengatakan kebijakan pembatasan Pinjol ini untuk mendukung pengembangan usaha produktif serta UMKM.
Selain itu, kebijakan ini menurut dia, tidak akan membuat industri fintech lending menjadi lesu. Alih-alih loyo, industri akan main berkembang.
"Semakin banyak meminjam dari berbagai platform akan meningkatkan risiko kredit dari industri ini," kata Agusman pada Tempo, Rabu, 15 November 2023.
Selain itu, lanjut dia, kebijakan pembatasan ini juga untuk memitigasi risiko gali lubang tutup lubang dari pinjaman peer-to-peer lending. Dia berharap, para peminjam mempertimbangkan kemampuan membayar kembali pinjamannya.
AMELIA RAHIMA SARI