Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Dua duta besar mendapat instruksi khusus mencari alat pendeteksi Chovid-19.
Sebagian alat uji virus corona yang dibeli tak sesuai dengan standar Badan Kesehatan Dunia.
Pemerintah memilih detektor yang diproduksi perusahaan asal Swiss.
DIPIMPIN Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi, rapat telekonferensi dengan para perwakilan Indonesia di luar negeri digelar pada Rabu, 18 Maret lalu. Retno meminta setiap kantor perwakilan menyiapkan protokol dan bersiap jika ada warga Indonesia terpapar Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19. Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, membenarkan adanya konferensi video tersebut.
Di luar agenda utama itu, Retno menyisipkan permintaan kepada perwakilan di Cina dan Swiss agar mencari perangkat tes Covid-19 dari berbagai perusahaan. Duta Besar Indonesia untuk Swiss, Muliaman Hadad, membenarkan adanya instruksi tersebut. “Ibu Menteri menekankan perlunya pengadaan alat tes corona secepatnya karena kebutuhan mendesak,” kata Muliaman melalui pesan WhatsApp, Jumat, 20 Maret lalu. Adapun Duta Besar Indonesia untuk Cina, Djauhari Oratmangun, tak membantah atau membenarkan kabar tentang permintaan pencarian perangkat tes corona. “Ada persoalan urgen,” ujarnya.
Instruksi mencari alat pendeteksi itu dilakukan sehari sebelum Presiden Joko Widodo mengumumkan secara resmi bakal melaksanakan rapid test atau tes cepat corona secara besar-besaran di Jakarta dan daerah lain. Bertujuan mendeteksi dini seseorang yang terpapar corona, tes ini bakal melibatkan rumah sakit milik pemerintah dan swasta serta lembaga riset yang mendapat rekomendasi Kementerian Kesehatan.
Kebutuhan melakukan tes massal juga disampaikan sejumlah pemerintah daerah, seperti Jawa Barat. Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat Berli Hamdani mengatakan bakal mendatangkan 20 ribu unit peralatan tes. “Sedang diupayakan. Tapi perlu waktu dan proses,” ujarnya.
Anggota staf khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara, Arya Sinulingga, mengatakan PT Rajawali Nusantara Indonesia, perusahaan pelat merah di bidang agroindustri serta farmasi dan alat kesehatan, telah mendapat izin dari Kementerian Kesehatan untuk mengimpor 500 ribu alat rapid test secara bertahap. Menurut dia, alat tersebut bisa menunjukkan hasil pengujian dalam 15 menit hingga 3 jam. Tak menjelaskan merek dan negara produsen peralatan itu, Arya menyebutkan alat ini bakal dijual perusahaan pelat merah tersebut kepada rumah sakit yang membutuhkannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Magnapure 96 keluaran Roche International. lifescience.roche.com
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seorang pejabat yang mengetahui proses pengadaan alat pendeteksi corona mengatakan ada banyak makelar yang mencoba menawarkan barang itu ke sejumlah kementerian yang bisa mengimpor. Tapi beberapa alat tes itu tak sesuai dengan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO). Pemerintah memilih tetap mengimpor peralatan rapid test.
Namun rapid test pun sebenarnya tak mendapat rekomendasi dari WHO. Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia menyebutkan berbagai rapid test saat ini belum diketahui validitas serta kepastian hasilnya. Anis Karuniawati, peneliti di Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, meminta pemerintah tak menggunakan metode rapid test. “Pengujian lewat rapid test mungkin bisa dilakukan jika sudah terdapat angka akurasinya,” ujar Anis.
Juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan rapid test memiliki sensitivitas berbeda. Sebab, metode itu hanya memeriksa darah. Tapi Yurianto mengatakan rapid test menjadi seleksi awal bagi mereka yang sempat berinteraksi dengan pasien positif corona.
Menyadari rapid test ditolak sebagian komunitas kesehatan, Kementerian BUMN mengupayakan alat uji lain. Seorang pejabat yang mengetahui proses pengadaan itu bercerita, Kementerian BUMN telah mengumpulkan sejumlah guru besar dan ahli kesehatan di Rumah Sakit Pertamina Jaya. Kesimpulannya, pemerintah perlu menggunakan alat tes dari Roche International, perusahaan alat kesehatan yang berbasis di Swiss.
Roche International juga menjadi penyedia alat tes untuk Amerika Serikat. Sejak 13 Maret lalu, Roche telah mengirim 400 ribu unit peralatan itu ke berbagai rumah sakit di Negara Abang Sam. Kementerian BUMN telah bersurat ke Ahmed Hassan, Country Manager PT Roche Indonesia, pada 17 Maret lalu. Indonesia telah memesan 10 unit Magna Pure 96 dan 18 unit LightCycler 480. Pembelian alat tes Covid-19 ini bakal dilakukan PT Pertamina Bina Medika.
Pada Rabu, 25 Maret 2020, Ahmed Hassan membenarkan perusahaannya bekerja sama dengan Kementerian BUMN, Kementerian Kesehatan, laboratorium, serta rumah sakit yang ditunjuk untuk mendeteksi Covid-19. Menurut Ahmed, Roche akan memastikan tes tersebut tersedia di tempat yang paling membutuhkan. "Kami memprioritaskan pelanggan dan laboratorium yang paling siap untuk melakukan pengujian secara rutin, dikombinasikan dengan tingkat kebutuhan," ujarnya.
Menurut pejabat yang mengetahui proses pengadaan tersebut, pemerintah juga melobi langsung petinggi Roche di Swiss melalui berbagai jalur. Salah satunya melalui seorang konglomerat Indonesia yang juga pengusaha rumah sakit yang dekat dengan bos Roche International. Kementerian BUMN juga mendekati Kementerian Luar Negeri, termasuk meminta Duta Besar Indonesia untuk Swiss, Muliaman Hadad, melobi perusahaan ini.
LightCycler 480. ebay
Muliaman membenarkan info bahwa ia menghubungi Chief Executive Officer Roche, Severin Schwan, di Basel, Swiss. Menurut Muliaman, Schwan memberikan respons positif. “Dia menyatakan telah menindaklanjuti permintaan pemerintah dengan menghubungi timnya di Jakarta dan Singapura,” tutur Muliaman. “Permintaan kita akan menjadi prioritas.”
Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan sudah membicarakan rencana pembelian alat dari Swiss ini dengan Presiden dalam rapat terbatas pada Jumat, 20 Maret lalu. Ada dua jenis alat yang dibeli, yakni alat yang mampu mendeteksi corona lewat air liur dan lewat darah. Soal alasan memilih perusahaan Swiss, “Ini untuk menjaga kualitas,” ujar Erick.
Selain melalui transaksi bisnis, alat tes datang berupa bantuan dari negara lain. Direktur Asia Timur dan Pasifik Kementerian Luar Negeri Santo Darmosumarto mengatakan tawaran itu datang dari dua negara, yaitu Singapura dan Cina. Pemerintah masih mendiskusikan kebutuhan Indonesia dan kemampuan negara pemberi bantuan. “Kita lakukan asesmen,” ujarnya.
Pada Rabu, 18 Maret lalu, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bersurat kepada Panglima Tentara Nasional Indonesia Marsekal Hadi Tjahjanto mengenai pengambilan alat kesehatan dari Shanghai, Cina. Dalam suratnya, Prabowo meminta Panglima menyediakan pesawat guna mengangkut berbagai masker dan alat pelindung diri untuk digunakan tim medis Kementerian Pertahanan dan TNI. Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI Mayor Jenderal Sisriadi mengatakan pesawat dijadwalkan berangkat pada Sabtu, 21 Maret 2020.
Pendiri Alibaba, Jack Ma, juga menyumbangkan masker, alat pelindung, serta alat tes untuk penanganan Covid-19 di Indonesia. Duta Besar Indonesia untuk Cina, Djauhari Oratmangun, mengatakan bantuan itu akan dikirim langsung Alibaba ke Indonesia. “Sedang kami diskusikan aspek teknisnya,” ujar Djauhari.
WAYAN AGUS PURNOMO, BUDIARTI UTAMI, EKO WAHYUDI, AMINUDDIN (BANDUNG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo