Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Warga atau nelayan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, demonstrasi menghentikan pengeboran laut yang akan mendirikan vila terapung di kawasan perairan tersebut. Mereka menyebut pengeboran sudah sudah mencapai kedalaman 30 meter saat dihentikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Stop merampas darat dan laut kami" kata Wahyu, Ketua RT 02 Pulau Pari dalam keterangan tertulis yang dibagikannya, Rabu 6 Maret 2019.
Pengeboran disebut sudah berlangsung sebulan terakhir di beberapa titik yaitu di Pulau Burung, Pulau Kongsi, dan Pulau Tikus, yang masih satu gugusan dengan Pulau Pari. Pelakunya adalah PT. Pratama Widya.
Menurut Wahyu, perusahaan itu tak mampu menunjukkan izin pengeboran saat didatangi perwakilan warga Pulau Pari pada pekan lalu. Pengakuan dari satu pekerja PT. Pratama Widya, Teni Muharam, mereka masih meneliti tanah dan topografi yang nantinya akan dibangun vila terapung.
Vila terapung tersebut rencananya dibangun di atas kawasan 200 hektare kawasan laut dan 9 Ha daratan Pulau Kongsi. Namun Teni bungkam saat ditanya pemilik pembangunan vila terapung tersebut.
Ketua RT 01 Pulau Pari, Edy Mulyono, menambahkan bahwa pembangunan vila terapung mungkin saja akan merusak lingkungan. Selain juga akan merampas hak hidup warga Pulau Pari, "Karena di wilayah itulah kami menangkap ikan."
Demonstrasi dilakukan di tengah konflik nelayan dengan perusahaan pengembang lain, PT. Bumi Pari Asri. Masyarakat berusaha bertahan dari klaim perusahaan sebagai pemilik hampir seluruh daratan Pulau Pari seluas 41 hektare.
Warga Pulau Pari menduga rencana perampasan daratan itu masih berhubungan dengan rencana pembangunan villa mewah di laut Pulau Pari. "Kami warga Pulau Pari akan tetap berjuang untuk darat dan laut kami, karena darat dan laut adalah hidup kami," kata Wahyu.