Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Pembakaran ITF Sunter Disebut Perburuk Pencemaran Udara Jakarta

Penggunaan insinerator tidak memusnahkan sampah sepenuhnya karena akan meninggalkan residu yang bisa memperburuk pencemaran udara di Jakarta.

10 Januari 2020 | 15.14 WIB

Desain maket pembangunan ITF Sunter. (Diskominfotik Pemprov DKI Jakarta)
Perbesar
Desain maket pembangunan ITF Sunter. (Diskominfotik Pemprov DKI Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nur Hidayati menyatakan pembangunan insinerator atau disebut Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) berbasis termal tak bisa menangani permasalah sampah, bahkan bisa mempengaruhi pencemaran udara.

Menurut Nur, penggunaan insinerator tidak memusnahkan sampah sepenuhnya karena akan meninggalkan residu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Jadi insinerator bukannya akan tambah baik udara di Jakarta. Justru akan memperburuk pencemaran udara dengan polutan-polutan yang sebenarnya juga untuk saat ini tidak bisa diukur pemerintah karena ketiadaan alat," kata Nur saat tanya jawab dengan media di kantornya, Jalan Tegal Parang Utara, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Jumat, 10 Januari 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Insinerator merupakan teknologi pembakaran termal. Konsep pembakaran inilah yang diadopsi dalam proyek pengolahan sampah terpadu alias Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter, Jakarta Utara.

Nur menganggap, selama ini pemerintah berargumen seolah-olah insinerator bakal memusnahkan sampah 100 persen. Padahal, pembakaran insinerator justru akan menghasilkan partikel polutan baru. Residu hasil pembakaran termal berbentuk gas dan debu (partikel).

Aktivis sekaligus pakar Zero Waste, Paul Connett, menambahkan pembakaran termal memerlukan tiga kotak. Kotak pertama digunakan sebagai tempat pembakaran sampah. Kotak kedua untuk menaruh alat pengendali pencemaran udara yang berfungsi menangkap partikel nano. Kotak ketiga adalah tempat pembuangan akhir (TPA) guna membuang residu insinerator.

Paul mengatakan insinerator akan mengeluarkan triliunan partikel nano apabil kotak kedua tak bekerja dengan baik. Partikel ini, menurut dia, berbahaya jika terhirup manusia.

"Bisa masuk paru-paru dan mengganggu kesehatan. Studi akhir tahun kemarin menunjukkan terdapat hubungan antara masuknya partikel itu dengan kanker otak dan itu berbahaya," jelas Paul.

"Sekarang sudah ada jutaan orang sakit karena polusi udara. Akan lebih banyak orang yang sakit atau mati karena partikel dari insinerator."

Pemerintah DKI melakukan peletakan batu pertama ITF Sunter pada Desember 2018. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menunjuk PT Jakarta Propertindo (Jakpro) untuk mengerjakan proyek itu.

ITF disebut mampu mengolah 2.200 ton sampah per hari. Jenis teknologi yang diterapkan adalah waste to energy dengan kapasitas menghasilkan listrik mencapai 35 MWh dan mampu mereduksi 80-90 persen dari bobot sampah yang masuk.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Andono Warih sebelumnya Andono menjamin emisi gas buang ITF Sunter tidak berbahaya karena akan dilengkapi teknologi Flue Gas Treatment (FGT) yang berfungsi memfilter partikel berbahaya dan menekan gas buang dari hasil pembakaran sampah, yang artinya ikut menekan pencemaran udara.

Lani Diana

Lani Diana

Menjadi wartawan Tempo sejak 2017 dan meliput isu perkotaan hingga kriminalitas. Alumni Universitas Multimedia Nusantara (UMN) bidang jurnalistik. Mengikuti program Executive Leadership Program yang diselenggarakan Asian American Journalists Association (AAJA) Asia pada 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus