Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi B DPRD DKI Abdul Aziz mengatakan gedung DPRD saat ini belum bisa digunakan untuk menggelar rapat anggaran dengan peserta yang banyak. Walhasil, para anggota dewan sepakat memilih lokasi lain di luar gedung Kebon Sirih untuk menggelar rapat Kebijakan Umum Perubahan Anggaran-Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUPA-PPAS) Perubahan APBD DKI tahun 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
DPRD DKI memilih hotel Grand Cempaka, Puncak, Kabupaten Bogor untuk menggelar rapat sejak Selasa hingga Rabu, 20-21 Oktober 2020. Pemilihan lokasi rapat hotel di Puncak itu untuk mencegah penularan Covid-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"DPRD tidak layak karena seluruh ruangan tertutup full AC," kata Abdul saat dihubungi, Kamis, 22 Oktober 2020.
Menurut Abdul, rapat anggaran perubahan kemarin melibatkan peserta sekitar 800 orang dari satuan kerja perangkat daerah hingga badan usaha milik daerah DKI. Jika rapat dilakukan di gedung DPRD, dia khawatir risiko penularan Covid-19 meningkat karena ada ratusan orang dalam satu ruangan tertutup.
Baca juga: 4 Fakta DPRD DKI Rapat Anggaran di Puncak, Tuai Kritik dan Kecurigaan Fitra
Abdul mengatakan hotel yang digunakan untuk rapat anggaran perubahan tersebut cukup memadai fasilitasnya. Hotel milik PT Jakarta Tourisindo itu pun memiliki ruang rapat yang ventilasinya terbuka untuk meminimalisir penularan Covid-19.
"Di Bogor ini juga fasilitas pemda DKI, BUMD Jaktour digunakan karena di Jaya Raya (Grand Cempaka) tempatnya terbuka, ventilasinya baik sehingga bisa meminimalisir penularan Covid-19."
Namun keputusan DPRD menggelar rapat anggaran di Hotel di Puncak itu menuai kritik. Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah Hasan, khawatir terjadi penyelewengan dalam rapat pembahasan anggaran yang dilakukan DPRD DKI di luar Jakarta.
"Kalau pembahasannya masih sembunyi-sembunyi, saya yakin kualitas dan akuntabilitas APBD DKI menjadi rendah," kata Misbah melalui keterangan tertulisnya, Rabu, 21 Oktober 2020.
Misbah melihat indikasi APBD DKI yang dibahas di luar kota secara tertutup bagi publik berpotensi tidak baik bagi publik. Pertama pembahasan anggaran secara tertutup itu bisa terindikasi agar terlihat serapan anggaran tahun ini cukup tinggi, karena ada konsekuensi biaya perjalanan dinas, penginapan, dan akomodasi telah digunakan.
Baca juga: Fitra Kritik Rapat Anggaran DPRD DKI di Puncak: Sembunyi-sembunyi
Selain itu, lokasi rapat anggaran yang di luar kebiasaan tersebut dikhawatirkan terjadi kesepakatan-kesepakatan titipan atau anggaran janggal. Rapat di luar gedung DPRD DKI juga bisa menciderai prinsip transparansi dan akuntabilitas penyusunan anggaran. "Yang dikhawatirkan ada kesepakatan gelap atau anggaran-anggaran siluman yang ingin disisipkan di komponen kegiatan atau program," ujarnya.