Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Dilansir dari laman indonesia.go.id, nama Batavia paling dikenal sebagai nama DKI Jakarta dahulu dibandingkan nama lain seperti Sunda Kelapa (397-1527) dan Jayakarta (1527-1619). Setelah tiga abad lebih, yaitu dari tahun 1619-1942, nama Batavia diganti menjadi Djakarta yang merupakan akronim dari Djajakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini sejalan dengan kebijakan de-Nederlandisasi oleh Pemerintah Jejpang, nama kota sengaja diganti dengan bahasa Indonesia atau Jepang. Menurut Lasmidjah Hardi dalam bukunya berjudul “Jakartaku, Jakartamu, Jakarta Kita” yang diterbitkan oleh Yayasan Pecinta Sejarah dan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota pada tahun 1987, pergantian nama itu bertepatan dengan perayaan Hari Perang Asia Timur Raya pada 8 Desember 1942. Nama lengkap kota itu ialah “Jakarta Tokubetsu Shi”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II, Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 dan nama Jakarta tetap lazim dipakai orang Indonesia dengan meninggalkan nama Jepang-nya. Memasuki zaman Indonesia merdeka, Menteri Penerangan RIS (Republik Indonesia Serikat) saat itu, yaitu Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu, menegaskan bahwa sejak 30 Desember 1949 tidak ada lagi sebutan Batavia bagi Jakarta.
Sejak saat itu, nama Ibu Kota Republik Indonesia adalah Jakarta. Pemberian nama Jakarta ini dikukuhkan pada 22 Juni 1956 oleh Wali Kota Jakarta Sudiro (1953-1960). Penetapan tanggal 22 Juni sengaja didasarkan pada momen peristiwa kemenangan Fatahillah mengusir Portugis dari Sunda Kelapa pada 22 Juni 1527.
Sebagai informasi, untuk memperingati momen itu nama Sunda Kelapa kemudian diubah menjadi Jayakarta. Hingga kini, tanggal 22 Juni diperingati sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) Ibu Kota Republik Indonesia.
Dion P. Sihotang dalam bukunya berjudul “Sejarah Singkat Kota Jakarta” yang diterbitkan oleh Lestari Kiranatama pada tahun 2011 menulis bahwa sebelum tahun 1959, Jakarta merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1959, status Kota Jakarta mengalami perubahan dari sebuah kotapraja di bawah walikota ditingkatkan menjadi daerah tingkat satu atau Dati I yang dipimpin oleh gubernur.
Gubernur pertama adalah Soemarno Sosroatmodjo, seorang dokter tentara. Pengangkatan Gubernur DKI waktu itu dilakukan langsung oleh Presiden Soekarno. Pada tahun 1961, status Jakarta diubah dari Daerah Tingkat Satu menjadi Daerah Khusus Ibukota (DKI) dan gubernurnya tetap dijabat oleh Soemarno.
Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota NKRI sebagai pusat pemerintahan dan daerah otonom memiliki karakteristik permasalahan yang sangat kompleks dan berbeda dengan provinsi lain. Karena itu, Pemerintah Pusat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Provinsi DKI Jakarta yang berperan sebagai Ibukota NKRI memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing serta pusat atau perwakilan lembaga internasional.
NAUFAL RIDHWAN ALY