Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEPALA Staf Angkatan Darat Jenderal Ryamizard Ryacudu kembali disorot media massa beberapa waktu belakangan ini. Sikapnya yang "lugas" dalam kasus pembahasan Rancangan Undang-Undang TNI sangat menarik perhatian banyak kalangan. Pernyataannya tentang "pasal kudeta" dalam rancangan itu membuatnya menjadi headline berhari-hari di berbagai media. "Kalau ingin berontak, sekarang saja berontak, mengapa harus menunggu undang-undang dulu," ujarnya selepas upacara serah-terima jabatan Panglima Kodam Jaya, pekan lalu.
Gaya bicaranya yang spontan, ceplas-ceplos, membuat jenderal lulusan Akabri 1973 ini dianggap benar-benar seorang "tentara". Apalagi ia memang tak pernah jauh dari barak, bedil, dan lapangan. Bekas Komandan Korem Sriwijaya, Panglima Divisi II Kostrad, Kepala Staf Kostrad, Panglima Kodam Brawijaya, Panglima Kostrad ini adalah petinggi militer yang, "tak pernah omong politik," seperti yang diungkapkannya sendiri dalam berbagai kesempatan.
Pekan lalu, bersama juru warta lain, wartawan Tempo News Room Diah Chandraningrum mewawancarai Ryamizard dalam dua kesempatan berbeda. Kutipannya:
Benarkah Pasal 19 dalam draf RUU TNI itu memungkinkan TNI melakukan kudeta?
Kita justru menjaga bangsa dan negara ini, kok malah (disebut mau) kudeta? Nggak. Kita nggak mau kudeta-kudetaan. Yang kita pikirkan saat ini adalah bangsa ini. Sekarang ini kan ada yang memproklamasikan Irian Merdeka, Aceh Merdeka, kok kita diam saja? Padahal, menurut undang-undang, itu nggak benar. Melanggar hukum dan berat hukumannya. Lalu, ketika tentara (bermaksud) menjaga bangsa ini, kok malah disudutkan? Nggak ada kudeta. Titik!
Bukankah Pasal 19 itu bisa saja disalahgunakan....
Saya bilang kalau mau berontak, sekarang saja berontak. Mengapa perlu menunggu-nunggu. Nggak mungkin. Hanya orang berwatak bejat yang mau melakukan kudeta.
Benarkah TNI AD yang ngotot memaksakan masuknya Pasal 19 ini?
Tidak tahu. Saya nggak mengerti itu.
Apakah pembuatan RUU ini karena merebaknya separatisme?
Sudah tugas kita menjaga bangsa ini. Menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemberontak itulah lawan kita. Gerakan Aceh Merdeka, Organisasi Papua Merdeka itu bukan musuh TNI. Mereka itu musuh negara, termasuk musuh wartawan. Mengapa mereka kadang suka dibela? Nggak benar itu. Kita negara yang benci pemberontak.
Siapa yang menyusun draf tersebut?
Dibuat bersama-sama, termasuk bersama orang-orang sipil. Kita ini satu tim. Ada dari Angkatan Darat, Laut, Udara, Markas Besar TNI, Departemen Pertahanan, juga beberapa pengamat yang mewakili kalangan sipil.
Lalu bagaimana bisa ada bagian kontroversial seperti Pasal 19 itu?
Setelah jadi, ada yang ribut, nyeletuk. Sudahlah, kalau memang tidak pas, diubah saja. Kok, pakai ribut segala, kayak kita mau kudeta. Itu pikiran kampungan. Kalau nggak suka, ya sudah, tapi jangan bilang kudeta. Kudeta itu binatang apa, sih? Saya juga nggak mengerti.
Pasal 19 itu usulan TNI AD?
Usulan? Saya juga baru ngerti, kok. Saya, prajurit, berpikir bagaimana negara ini utuh dan 220 juta jiwa rakyat ini tenang. Jangan sampai ada segelintir orang yang memecah belah bangsa ini. Bikin kacau. Kasihan rakyat.
Apakah RUU TNI ini memang disiapkan untuk Pemilu 2004?
Tidak. RUU ini sudah lama. Kita ini jernih. Membuatnya saja pakai "bismillah" dulu. Kami tidak berniat kotor, jangan dipolitisasi. Apa jadinya negara ini kalau semua hal dipolitisasi?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo