Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sebuah Instalasi untuk Terumbu Karang

Perupa Teguh Ostenrik membuat karya seni yang berdampak langsung terhadap koral di dasar laut.

5 Januari 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Instalasi yang dibenamkan di dasar laut tersebut bisa mempercepat pertumbuhan terumbu karang. Instalasi itu sekarang sudah mulai dirayapi lumut. Itulah karya Teguh Ostenrik, Domus Sepiae, yang berada di dasar laut, 100 meter dari bibir Pantai Senggigi, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Secara berkala, Teguh meminta penyelam memotret perkembangan instalasinya.

Instalasi 6 x 10 meter berbentuk ubur-ubur itu bagian atasnya terbuat dari lempengan besi berkarat setebal pizza yang dibolong-bolongi. Bagian kaki terbuat dari besi sebesar jari kelingking dengan panjang 85-190 sentimeter.

Butuh dua hari untuk mengangkut instalasi raksasa itu ke dasar laut. Pada Sabtu, 24 Mei 2014, dengan bantuan puluhan relawan, akhirnya Domus terpancang. "Sekarang sudah banyak lumut tumbuh di permukaan besi. Ikan juga berdatangan," ujar Teguh.

Proyek Domus tercetus ketika Teguh sedang menjalani residensi seniman di Hotel Qunci Villas, Senggigi. Hotel itu mengundang seniman untuk menetap selama beberapa pekan buat mengerjakan karya. Nantinya karya itu digunakan sebagai penghias vila. Teguh tak setuju jika karyanya hanya berujung jadi pemanis di lorong-lorong vila. "Saya tak mau karya hanya jadi dekorator," katanya. "Saya ingin berbuat sesuatu bagi Lombok."

Ia lantas mengusulkan ide gila. Berangkat dari keprihatinan atas rusaknya terumbu karang di Lombok, Teguh mengusulkan agar karyanya dibenamkan di laut agar kelak jadi rumah bagi segala hewan di sana. Inilah salah satu hal yang meyakinkan Tempo memilih Domus Sepiae sebagai karya seni rupa pilihan 2014.

Teguh terlihat tak ingin sembarangan. Ia ingin gagasan gilanya itu mesti dieksekusi dengan baik. Ia tak sembarang saja membuat karya di laut. Ia ingin memadukannya dengan teknologi yang bisa mempercepat pertumbuhan koral, yang disebut biorock. Teknologi ini bisa mempercepat pertumbuhan terumbu karang tiga-lima kali dari waktu normal dengan memanfaatkan besi yang dialiri listrik tegangan rendah. Teguh bersedia mengkompromikan bentuk karyanya agar sesuai dengan spesifikasi teknologi biorock.

Selama proses pembuatan karya, yang berlangsung selama satu setengah bulan, Teguh terus berkonsultasi dengan koordinator Gili Eco Trust Delphine Robbe. Robbe memberi daftar hal-hal yang wajib serta yang tak boleh dilakukan Teguh. Misalnya, besi yang digunakan tak boleh terlalu tebal. Jika terlalu tebal, listrik sulit mengaliri seluruh permukaan.

"Biasanya seniman mutung kalau diatur-atur. Saya justru berangkat dari batasan-batasan yang diberikan Robbe," kata Teguh. "Mengembangkan ide dalam batasan-batasan itu malah menantang."

Memindahkan karya 3,2 ton dari darat ke laut jelas butuh perencanaan. Ini yang membuat Teguh tak bisa mengandalkan intuisi semata ketika membuat karya. Cara mengangkut instalasi raksasa itu ke laut juga harus dipikirkan sejak awal. Bagi Teguh, yang pernah melakukan studi di Fine Art Lette Schule dan Hochschule der Künste, Jerman, hal itu bukan perkara besar. Pendidikan Jerman membuatnya betah berlama-lama membahas konsep dan perencanaan. "Delapan puluh persen waktu habis untuk dua hal itu," ujarnya.

Teguh memotong karya menjadi 16 modul selebar 2 x 2 meter. Di setiap modul, ada tiga-empat lubang yang nantinya dipakai untuk memasang sekrup. Teguh bahkan menyediakan panduan untuk menyambung sendi agar penyelam tidak kesusahan di dalam laut. "Karya seperti ini mustahil bisa jadi tanpa perencanaan matang," katanya.

Beruntung pula para pemangku kepentingan di Pantai Senggigi setuju dengan ide Teguh. Lombok Hotel Association bersedia merealisasi dan mendanai proyek. Lembaga swadaya masyarakat Gili Eco Trust, yang bergerak di bidang pelestarian terumbu karang, bergabung untuk memadukan instalasi dengan biorock. Perusahaan swasta Contained Energy turun tangan menyumbang panel tenaga surya untuk memasok kebutuhan listrik biorock.

Butuh waktu 18 jam kerja untuk memindahkan Domus Sepiae dari darat ke laut. Perlu 20 orang untuk mengangkat satu modul instalasi dari pinggir jalan ke bibir pantai. Di bibir pantai, delapan penyelam master siap mengangkat potongan karya, beramai-ramai menyeretnya 100 meter ke tengah laut. Mereka harus bolak-balik 16 kali karena tak bisa membawa dua modul sekaligus. Setelah dua hari, akhirnya Domus terparkir dengan baik lima meter di bawah laut.

Kabar terbaru, Teguh mengirim proposal pembuatan proyek serupa ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ia mendorong agar di tempat lain juga digalakkan upaya pelestarian dan pembuatan terumbu karang. Seniman yang dilibatkan tak mesti Teguh. Bisa siapa saja. "Tapi belum ada balasan," kata Teguh. Ia juga punya ide agar seniman mancanegara dilibatkan dalam membangun terumbu karang buatan di pulau-pulau Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus