ANDHRA Pradesh, di bagian tengah India, merupakan negara bagian
yang unik. Terutama di ibu kotanya, Hyderabad, orang akan
melihat bertemunya suasana kehidupan Hindu yang dominan dengan
sisa kejayaan Islam masa lampau. Di tengah begitu banyak kuil
dan upacara agama Hindu, berdiri megah masjid-masjid dan segala
bangunan kuno lainnya peninggalan raja-raja Islam yang jaya.
Jika tiba waktu salat, terdengar sayup suara azan - membuat
seorang muslim Indonesia tidak merasa dirinya seperti berada di
India.
Tapi belakangan ini, keadaan itu seakan jadi sumber bencana.
Hyderabad, seperti banyak tempat lain di India, menjadi ajang
bentrokan antaragama - dan di sini antara umat Hindu dan Islam.
Amarnath K. Menon, dalam majalah India Today, 15 Oktober lalu,
malah menyatakan bahwa kerusuhan antar golongan itu dengan
segera menjadi ciri tetap Hyderabad. Pertumpahan darah terakhir
- September - merupakan peristiwa paling buruk yang pernah
disaksikan kota itu. Tak kurang dari 43 orang tewas selama 18
hari berturut-turut ketika berlangsung perayaan tahunan Hindu,
Ganesh Chaturthi. Umumnya, mereka dibunuh para penjahat
bersenjata tajam yang mengintai orang yang sedang sendirian di
jalan dan gang sempit di bagian Kota Lama.
Polisi berusaha keras melerai kedua golongan yang bersengketa.
Mereka sampai mendatangkan bala bantuan dari negara-negara
bagian yang bertetangga. Pada 20 September dikerahkan 10.000
orang dari Pasukan Cadangan Kepolisian Pusat, Pasukan Keamanan
Perbatasan, Polisi Khusus Tamil Nadu, di samping pasukan
setempat. Hampir 400 orang ditangkap ketika kerusuhan terus
berlangsung. Di antara mereka bahkan terdapat anggota DPR yang
galak dari Partai Bharatiya Janata (BJP), A. Narendra. Juga
Sultan Salauddin Owaisi dari Majelis Ittihadul Muslimin (MIM)
dan dua anggota DPR lain dari MIM pula.
Pameran kekuatan oleh alat negara itu, sayangnya, belum cukup
memadai. Yang aneh, Ketua Menteri N.T. Rama Rao berusaha
mencegah diberlakukannya jam malam, meski arak-arakan Ganesh
Chaturthi Hindu itu, 21 September, sudah ditempeli bentrokan
hebat yang menewaskan satu orang dan melukai 32 orang.
Barulah pada 25 September, ketika empat orang ditikam dalam
kejadian terpisah di kota, Rama Rao memutuskan jam malam tak
dapat dihindarkan lagi. Ia mengambil keputusan ini segera
sesudah seorang perwira senior dari Biro Inteligen datang dari
New Dehi, dan perdana menteri India Ny. Indira Gandhi menulis
surat kepadanya, dari Paris, yang menyatakan kekhawatirannya.
Keengganan Ketua Menteri Rao memberlakukan jam malam merupakan
sebab timbulnya kecaman luas. Ada dugaan, ia menganggapnya
masalah prestise - dan harian terkemuka India, The Hindu,
mengecam sikap itu sebagai tidak bijaksana. Memang seorang
penjual buah-buahan, misalnya, mengeluh tak bisa cari uang
gara-gara jam malam. Sekadar jalan-jalan ke luar rumah saja
sudah merupakan tindakan penuh bahaya.
Keadaan kacau ini dimulai awal September, ketika sebuah kuil
Hindu, Bhagyalakshmi, di Charmimar bagian kota Hyderabad -
diserang. Menurut si penulis, pelakunya seorang gila. Ia
melempari patung dewa-dewa dengan batu sehingga rusak berat.
Sebagai pembalasan, sekelompok pegawai perusahaan Allwyn yang
beragama Hindu memasang potret seorang dewa mereka di musala
'Ibrahimi' dalam lingkungan halaman perusahaan itu sendiri.
Malah mereka juga bersembahyang cara Hindu di sana.
Musala itu hingga belakangan ini memang jadi bahan sengketa
orang-orang Muslim setempat dengan perusahaan tersebut. Lalu,
keputusan yang kemudian dikeluarkan mahkamah agung dianggap
menguntungkan pihak Muslim. Orang-orang Hindu pun tersinggung.
Untuk menenteramkan keadaan, Rama Rao segera meminta campur
tangan Menteri Urusan Wakaf Mohammad Shakir dan anggota DPR
Narendra dari BJP yang kebetulan juga ketua Serikat Buruh
Allwyn.
Jika saja reaksi orang Muslim pada apa yang disebut 'penajisan'
usala itu tidak terlalu keras, Rama Rao mungkin akan berhasil
menjaga ketertiban di negara bagian yang dipimpinnya, demikian
India Today. Tapi sebaliknyalah sikap yang diperlihatkan.
Sekelompok organisasi Islam, termasuk MIM, Liga Muslimin,
Tamire-Millat, Jamat-e-lslami, Amarat Millat Islamia, dan para
pemimpin agama Hamimuddin Aquil Hussaini serta Habib Umar
Hussaini, mengadakan pertemuan - 8 September, malam Jumat. Dan
itu adalah malam ketika esoknya orang Hindu akan memulai
perayaan Ganesh Chaturthi mereka. Hasil pertemuan di rumah Said
Vicaruddin, ketua Liga Persahabatan India-Arab itu, justru
menyerukan agar bandh diadakan pada hari Jumat untuk mengimbangi
kegiatan umat Hindu.
Seperti provokasi, bukan? Tapi, menurut Menon, si penulis,
keputusan seperti itu sebenarnya tidak mengherankan. Khususnya
sudah dalam beberapa tahun belakangan ini kerukunan antarumat
yang pernah begitu mantap di Hyderabad mengalami kemerosotan
yang mengejutkan. Ini dimulai bulan Maret 1981, segera setelah
terjadi apa yang disebut 'episode Rameza Bee'. Hampir tiap tahun
sesudah itu selalu terjadi pergolakan. Tahun ini, Januari,
anggota keluarga seorang penyair Telugu - bahasa yang digunakan
mayoritas penduduk Hyderabad Ghulam Yasin namanya, tewas
dibunuh. Bulan Mei terjadi pula pembunuhan atas Mangalghat,
ketika suatu arak-arakan perayaan Hindu bentrok dengan orang
Islam.
Tapi yang jauh lebih mengerikan ialah tindak kekerasan sekarang
ini, terutama serangan pisau oleh gangguan penjahat di
tempat-tempat sepi, sulit dikuasai. Kegiatan mereka, yang oleh
Menon tak disebut dari pihak mana, menunjukkan pula hasil kerja
dengan perencanaan rapi dan perhitungan tanpa perasaan. Kata
Waheeduddin Khan, di rektur Pusat Pengkajian Ekonomi dan Sosial,
"Yang terjadi kini sudah berupa perang untuk menghabiskan tenaga
musuh, dan tidak mudah dilacak. Siapa saja bisa ditikam di mana
saja. Tindak kekerasan itu merupakan hasil kerja orang-orang
yang terorganisir dan terlatih."
Celakanya, partai politik dan organisasi agama di kalangan kedua
golongan memanfaatkan keadaan yang tidak aman untuk mencapai
tujuan politik mereka sendiri. Di pihak Muslim, MIM dan
Jamaat-e-lslami sangat aktif. Di pihak Hindu, Arya Samaj dan BJP
memperbesar kekuatan mereka.
Kata Anwar Moazzan, mahaguru dan kepala Studi Islam di
Universitras Osmania, Hyderabad, "Ketegangan antar umat beragama
dikobarkan para aktivis MIM, Arya Samaj, dan belakangan ini oleh
BJP, demi kepentingan politik mereka. Apa yang terjadi bukanlah
keinginan rata-rata umat Hindu atau Muslim." Seorang penulis
terkemuka India, M.T. Khan, mengatakan pula bahwa sejarah
bentrokan antargolongan di Hyderabad sebenarnya seiring dengan
pertumbuhan MIM serta iklim politik buruk yang diciptakan
Rhashtriya Swyamsevak Sangh untuk cari nama. Semua partai
politik tampaknya memang harus memikul tanggung jawab atas
perkembangan buruk yang terjadi. Para ketua menteri terdahulu,
seperti K. Brahmananda Reddy, J. Vengala Rao, M. Channa Reddy,
dan T. Anijah, nyatanya gagal menindak tegas
organisasi-organisasi golongan itu.
Organisasi keagamaan sendiri, di kedua pihak, selama
bertahun-tahun mengubah upacara perayaan agama menjadi alat
pamer kekuatan. Terutama perayaan Ganesh Chaturthi dan Durga
Navarathri-- arak-arakan patung-patung Ganesha dan Durga di
pihak Hindu. Ganesh Chaturthi dewasa ini merupakan iringan
manusia dalam jumlah amat besar, yang seperti dengan sengaja
memacetkan semua kegiatan kerja di Hyderabad.
Yang aneh, arak-arakan besar ini sebagian merupakan hasil kerja
Channa Reddy, muslim, yang pada 1979 mengadakan semacam
perjanjian dengan orang-orang Hindu. Berdasarkan perjanjian itu
orang Hindu boleh menyelenggarakan satu arak-arakan besar jika
sebagai imbalannya mereka memperbolehkan arak-arakan Muharam,
tahun baru Hijri, lewat di daerah kediaman Hindu di Kota Lama.
Maka sejak 1980 Arya Samaj, BJP, dan lain-lainnya
menyelenggarakan arak-arakan besar itu. Kata ketua Samiti,
Vandemataram Ramachandra Rao, "Kami menggabungnya menjadi satu
untuk mencegah gangguan orang-orang jahat. Jika arak-arakan itu
diselenggarakan terpisah, dan dalam jumlah kecil, ia mudah
diganggu" Tapi Owaisi, pemimpin MIM, mempertanyakan dasar
penyelenggaraan arak-arakan itu.
Malah sukses besar Ganesh Chaturthi memancing Owaisi untuk
menyelenggarakan arak-arakan sendiri di pihak Islam. Tahun lalu
ia menjadi dalang diperkenalkannya arak-arakan baru yang
bersifat keagamaan, yang disebut pankah. Dalam arak-arakan ini,
pankah simbol yang melambangkan keislaman - diarak dengan becak
atau kendaraan lain yang berhias. Tahun ini pankah
diselenggarakan 14 September, seminggu mendahului Ganesh
Chaturthi. Tapi para ulama sendiri mengecam keras upacara yang
dibuat-buat ini . "Tak ada urusannya dengan Islam," kata mereka.
Jor-joran arak-arakan itu memang mencerminkan persaingan tak
sehat antara kedua umat beragama. Tapi motif lebih dalam
sebenarnya dapat dilihat pada sebab-sebab ekonomis. Berdasarkan
sejarah, kaum muslimin Hyderabad selalu dikaitkan dengan rezim
otokratis di kota itu.
Hyderabad sendiri sebenarnya sebuah kota Islam. Ia didirikan di
tahun 1591 oleh para sultan Qutb Shahi dari Golconda, dan pada
1685 direbut Aurangzeb dari Kesultanan Mughal. Pada 1724, wakil
Mughal di situ, Asaf Jah Nizamul Mulk, memproklamasikan
kemerdekaan dan Hyderabad menjadi ibu kota Kepangeranan
Hyderabad yang terdiri dari (sekarang) Negara Bagian Andra
Pradesh, Mysore, dan Madya Pradesh.
Ini sebuah kota yang sekali pernah disebut 'kota kebun-kebun':
bangunan-bangunan indah, jalan-jalan lurus, dan perencanaan kota
yang baik yang meliputi daerah-daerah permukiman, tempat-tempat
perbelanjaan, rumah-rumah sakit, istana-istana, dan taman-taman.
Charminar, misalnya, sebuah komposisi arsitektur agung dalam
gaya Indo-Arab, dinilai sebagai peninggalan periode Qutb Shahi
yang sangat penting. Juga Masjid Makkah memang begitu namanya -
yang memuat 10.000 jemaah. Dan Universitas Osmania, baru berdiri
pada 1918, yang antara lain terdiri dari fakultas-fakultas
kedokteran, hukum, dan teknik mesin.
Daerah kepangeranan yang para kepala pemerintahannya kemudian
disebut nizamini (dunia misalnya mengenal 'Intan Nizam
Hyderabad') dalam sejarah dicatat sebagai wilayah mayoritas
Hindu yang dikuasai minoritas muslim - dan setidak-tidaknya
sampai saat pembagian Anak Benua India (1947) hidup rukun.
Penduduk Hindu itu sama sekali tak pernah berusaha menggulingkan
penguasa mereka - dan itu merupakan kehormatan bagi pemerintahan
para nizan, kata Encyclopaedia Britannica.
Tapi itu dulu. Kaitan para muslimin dengan sejarah lama itu toh,
sekarang ini, tidak membawa manfaat ekonomis bagi mereka. Malah
tahun-tahun belakangan ini mereka mengalami "kemunduran
psikologis," kata ketua Komisi Minoritas Andhra Pradesh, Asif
Pasha.
Padatnya penduduk di Kota Lama Hyderabad juga menambah
kesulitan. Dapat dikatakan kepadatan jumlah manusia di bagian
ini sangat tinggi. Tiap satu acredihuni 60 jiwa, sementara di
bagian lain angka itu hanya 41. Dari 25 lakh (2,5 juta) jiwa
jumlah penduduk Hyderabad, 700.000 tinggal di Kota Lama, di
selatan Sungai Musi. Dari data kependudukan diketahui, dua dari
lima penduduk seluruh kota beragama Islam, dan paling sedikit
tiga dari tiap lima orang muslim tinggal di Kota Lama. Jadi,
"masalah Utara-Selatan" terdapat pula dalam skala kecil di
Hyderabad. Bagian Kota Lama, yang di selatan, justru terbelakang
dan miskin.
Masalahnya di Hyderabad, sebagaimana khususnya di bagian lama di
kota mana pun, ialah perkembangan yang serampangan dan kemacetan
segala jenis fasilitas umum. Dan di Hyderabad keadaan ini sudah
melampaui batas. Baik Owaisi maupun Narendra tak jemu-jemunya
meminta perhatian tentang ini dan meminta dukungan masyarakat.
Owaisi mencari sponsordi kalangan pengusaha angkutan, termasuk
sopir truk dan bajaj, berikut pemiliknya. Sedang Narendra pergi
ke kalangan pengusaha, terutama golongan Marwar.
Selama bentrokan antar golongan tahun 1981, ketua menteri ketika
itu, Anijah, membentuk Badan Pengembangan Kota Quli Qutb Shah.
Ini dilakukannya untuk menenteramkan orang muslim. Badan itu
harus bertanggung jawab atas rencana pertumbuhan sebuah wilayah
seluas 25,5 mil persegi dari wilayah ibu kota seluas 65,3 mil
persegi, termasuk seluruh Kota Lama, wilayah Karwan dan Golconda
di utara Sungai Musi. Namun, selama dua tahun berdiri sejak
Agustus 1981- badan itu hanya bersidang tiga kali.
Sesungguhnyalah, menurut si penulis, pemerintah Negara Bagian
Andhra Pradesh yang terdahulu pun memperlihatkan sikap tak acuh
yang sama terhadap pembangunan Kota Lama. Seorang pejabat badan
itu malah mengatakan, tugas mereka hanya menampung dana untuk
perbaikan jaringan listrik dan air bersih .
Saran Komisi Minoritas agar mengadakan survei sosial-ekonomis di
sana pun ditolak. Kata Asif Pasha, "Pemerintah menolak
mentah-mentah usul itu, meski biayanya hanya 200.000 rupee. Ini
menunjukkan sikap tidak menghargai pengumpulan data yang amat
penting bagi rencana pembangunan jangka panjang. Bahkan laporan
Komisi Minoritas tiga di antaranya sudah disampaikan kepada
pemerintah - masih belum diajukan ke DPRD. Laporan keempat untuk
tahun 1982 akan selesai bulan November. "
Persoalan lain yang timbul belakangan ini menyangkut pengiriman
uang dari luar negeri. Asif Pasha mengatakan, orang Hyderabad
yang bekerja di negara-negara Asia Barat - Arab, maksudnya
mengirimkan banyak uang ke rumah mereka. Tapi hanya segelintir
yang menanamkan uang itu sebagai modal. Kebanyakan hanya
disimpan di bank, atau dibelikan tanah atau rumah. Diperkirakan,
kini terdapat dana 650 juta rupee di bank-bank Hyderabad hasil
jerih payah orang-orang Hyderabad di Timur Tengah.
Bulan September dibuka biro bimbingan penanaman modal yang
berusaha memanfaatkan modal mati itu. Sekretaris biro itu,
Mazhar-ulHuq, mengecam para pengirim uang itu sebagai
"orang-orang kaya baru yang tak menyadari betapa investasi bisa
dilakukan dalam bidang industri atau bisnis, yang sekaligus
berarti menciptakan lapangan kerja lebih banyak."
Padahal, jika dimanfaatkan sebagaimana layaknya, modal itu akan
membantu orang muslim mendapat kedudukan baru di kalangan
bisnis. Pada gilirannya, ini akan melahirkan kepercayaan diri
yang baru bagi mereka. Tapi masih banyak yang harus dilakukan
untuk mencapai keadaan itu. Lebih-lebih, jika tindak kekerasan
sekarang ini tak juga bisa ditumpas, hubungan antargolongan akan
tetap suram.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini