Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Sengketa Lahan di Tangerang, Satu Keluarga Dikurung Tembok Kawat Berduri

Camat Ciledug mengatakan masalah sengketa lahan tersebut sudah pernah menempuh jalur mediasi, namun tidak mencapai titik temu.

15 Maret 2021 | 01.34 WIB

Begini aktivitas keluar masuk rumah keluarga nenek Hadianti, 60 tahun  di Tajur Ciledug  dengan  tangga papan kayu  melewati pagar durakon berkawat duri setinggi 2 meter, Ahad, 14 Maret 2021. TEMPO/AYU CIPTA
Perbesar
Begini aktivitas keluar masuk rumah keluarga nenek Hadianti, 60 tahun di Tajur Ciledug dengan tangga papan kayu melewati pagar durakon berkawat duri setinggi 2 meter, Ahad, 14 Maret 2021. TEMPO/AYU CIPTA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Tangerang - Sengketa lahan yang berkepanjangan membuat Hadianti dan anak cucunya kini hidup terkurung pagar kawat duri setinggi dua meter. Dua lapis pagar durakon menghalangi akses keluar masuk rumah Hadianti.    

Masalah ini muncul tak lama setelah suaminya, H. Al-Munir Muchtar meninggal. Hadianti mengatakan tidak tahu alasan kenapa akses rumahnya dipagari karena tidak tahu pembicaraan almarhum dengan pemilik lama.

"Saya bersedih suami belum seratus hari meninggal, cucu pernah jatuh naik bangku kayu keluar pagar," kata Hadianti ditemui Tempo di rumahnya jalan Akasia Kampung Brebes Kelurahan Tajur Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang, Ahad 14 Maret 2021.

Hadianti mengatakan suaminya mengatakan masalah itu sudah beres karena jalan masuk ke rumah mereka sudah dihibahkan oleh pemilik lama.    

"Bapak bilang jalan sudah dihibahkan. Tapi kata orang itu, Bapak cuma beli bangunan dan kolam renang tapi tidak beli jalan,"ujar Hadianti.

Kronologi sengketa tanah ini berawal saat Munir menang lelang aset dari Bank Danamon berupa komplek kolam renang dan bangunan dua tingkat untuk gym, aerobik serta fitnes. Keluarga Munir lantas menempati bangunan tersebut sejak 10 tahun silam. 

"Kolam renang pernah beroperasi dalam hitungan bulan, tapi fitnes dan aerobik sampai sekarang berjalan. Justru dari usaha itu kami hidup," kata Hadianti.

Pada saat ini, Hadianti tinggal bersama anak perempuan, Ana Melinda dan dua cucu perempuannya, Apriliani (5) dan Dinda (2). Sedangkan anak lelakinya, Acep Munir dan keluarganya hanya sesekali bertandang pada akhir pekan.

Menurut Hadianti, pemagaran durakon itu dilakukan pria bernama Ruli pada 2019. Namun saat itu, Munir dan keluarganya masih bisa keluar masuk rumah dengan mudah karena masih diberikan akses yang cukup untuk sepeda motor dan orang.

Begini aktivitas keluar masuk rumah keluarga nenek Hadianti, 60 tahun di Tajur Ciledug dengan tangga papan kayu melewati pagar durakon berkawat duri setinggi 2 meter, Ahad, 14 Maret 2021. TEMPO/AYU CIPTA

Masalah muncul pada Februari 2021, ketika banjir besar melanda kawasan tersebut. Rumah Hadianti kebanjiran hingga hampir dua meter karena letaknya yang berada di bawah jalan. Arus air lantas menjebol pagar yang retak karena pernah tertabrak mobil dari seberang jalan.

"Besoknya orang itu datang, saya ditodong golok. Saya syok, untung saya masih diberikan kesempatan hidup. Saya penderita jantung, kaget trauma hingga saat ini," kata Hadianti.

Ruli marah karena menduga keluarga Hadianti sengaja merobohkan pagar tersebut. Ruli kemudian menutup akses jalan itu sehingga keluarga Hadianti tak bisa keluar masuk rumah, kecuali dengan melompati pagar setinggi 2 meter.    

Selama akses jalan mati, Hadianti baru sekali keluar rumah menaiki papan kayu yang disusun menjadi tangga.

"Saya dipapah memanjat tembok itu untuk berobat ke dokter, itu sesekali ya saya keluar rumah,"kata Hadianti.

Anak Hadianti, Acep Munir mengatakan sudah menunjuk kuasa hukum dan telah melaporkan masalah ini ke pihak berwajib. "Kami sifatnya menunggu proses hukum. Semoga ada jalan keluar terbaik,"kata Acep.

Baca juga: Satu Keluarga di Ciledug Terkurung di Rumah Sendiri oleh Pagar Tembok, Kok Bisa?

Camat Ciledug Syarifuddin mengatakan masalah sengketa lahan ini sudah pernah dimediasikan antara kedua belah pihak, keluarga Munir dan Ruli. Namun belum menemukan titik temu.

AYU CIPTA







Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Ayu Cipta

Ayu Cipta

Bergabung dengan Tempo sejak 2001, Ayu Cipta bertugas di wilayah Tangerang dan sekitarnya. Lulusan Sastra Indonesia dari Universitas Diponegoro ini juga menulis dan mementaskan pembacaan puisi. Sejumlah puisinya dibukukan dalam antologi bersama penyair Indonesia "Puisi Menolak Korupsi" dan "Peradaban Baru Corona 99 Puisi Wartawan Penyair Indonesia".

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus