Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ratusan sopir truk yang tergabung dalam Seguyub Rukun Sopir Indonesia mempersoalkan kebijakan pelarangan truk ODOL.
Mereka menggelar demonstrasi di Kantor DPRD dan Kantor Bupati Kudus, Jawa Tengah, pada Selasa, 22 Februari 2022. Para sopir truk menuntut kebijakan Zero ODOL yang digencarkan Kementerian Perhubungan dan Polri.
Para sopir angkutan barang dan logistik menyatakan membawa truk muatan berlebih alias truk ODOL bukanlah kemauan mereka. Mereka mengakui risiko mengoperasikan truk ODOL memang besar. Namun, itu harus dilakukan dengan alasan mengurangi biaya operasional yang tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Biaya operasional mengalami kenaikan, harga sparepart naik, biaya kebutuhan hidup semakin tinggi, tetapi biaya ongkos kirim barang segitu-gitu saja alias tidak ada kenaikan bahkan cenderung hancur," tulis perwakilan sopir truk di akun Instagram @romansasopirtruck, sebagaimana dikutip Tempo hari ini Rabu, 23 Februari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para sopir dan pengusaha angkutan barang mengaku harus memutar otak untuk mencari solusi dari tingginya biaya operasional pengiriman barang. Salah satunya adalah dengan mengoperasikan truk ODOL.
Dalam unggahannya, para sopir truk ODOL memberikan contoh membawa hasil tani berupa jagung dari Lampung Tengah ke Balaraja, Tangerang, memakan ongkos kirim per ton Rp 190.000.
Apabila muatan truk harus sesuai ketentuan, untuk truk besar roda 6 muatan yang bisa dibawa hanya 7.500 kg atau 7,5 ton. Ongkosnya menjadi Rp 1.475.000.
Biaya tarif tol dari Gerbang Tol Terbanggi Besar ke Balaraja sekitar Rp 290 ribu, ditambah biaya BBM solar Rp 500 ribu, dan tarif kapal dari Bakauheni ke Merak Rp 1.130.000. Kemudian uang makan sopir Rp 300 ribu.
Maka total biaya operasional yang harus dikeluarkan untuk sekali pengiriman menggunakan sebesar Rp 2.220.000.
"Mari kita hitung pendapatan Rp 1.475.000 dikurang pengeluaran Rp 2.220.000 menjadi minus Rp 745,000," ujarnya.
Dia menerangkan biaya pengeluaran tersebut belum termasuk pungutan baik resmi maupun liar di jalan. Ini juga belum termasuk gaji/upah driver, upah kernet, dan lain sebagainya.
"Jadi setiap mobil kami jalan, kami harus mengalami kerugian sekitar Rp 745.000."
Para sopir truk memohon Dinas Perhubungan dan dinas terkait lainnya agar mengkaji aturan pelarangan truk ODOL atau Zero ODOL. Aturan ini dinilai merugikan para sopir truk dan perusahaan angkutan, serta tidak ada solusi dari dinas terkait atas penerapan Zero ODOL tersebut.
Tidak hanya di Kudus, demonstrasi mengkritik pelarangan truk ODOL juga terjadi di sekitar Terminal Madureso, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Para sopir truk di Temanggung memarkirkan truk mereka di sekitar Terminal Bus Madureso, mulai dari pinggir jalan lingkar, sebelah selatan terminal, dan jalan arah masuk Kota Temanggung.
Gabungan sopir truk Temanggung mengungkapkan bahwa mereka tidak menolak kebijakan Zero ODOL. Namun mereka menuntut solusi untuk mereka dari kebijakan pelaksanaan kebijakan pelarangan truk ODOL.
Baca: Larangan Truk ODOL, Polres Tangsel Datangi Pool PengusahaTruk
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram GoOto.