Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Berita terpopuler kanal Metro.tempo.co sejak kemarin hingga hari ini, Jumat, 25 Maret 2022 masih seputar perseteruan Haris Azhar dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti menyebut polisi melakukan kesalahan besar jika menolak laporan Haris Azhar soal bisnis tambang di Papua yang diduga menyeret nama Luhut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selanjutnya ada pandangan dari Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia yang menilai sistem e-Budgeting era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama gagal dan diperbaiki oleh Gubernur Anies Baswedan.
Berita lain yang banyak dibaca adalah langkah Haris Azhar menyerahkan dokumen anggaran dasar perusahaan asal Australia ke Polisi.
Berikut tiga berita terpopuler kanal Metro:
1. Polisi Tolak Laporan Haris Azhar, Pakar Hukum Pidana: Kesalahan Besar
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai polisi melakukan kesalahan besar karena menolak laporan koalisi masyarakat sipil dan Haris Azhar terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Sebagai aparat hukum, kata dia, polisi dilarang untuk menolak laporan masyarakat.
"Karena dalam mekanisme hukum acara pidana, polisi sebagai penegak hukum dilarang nenolak laporan masyarakat karena ada mekanisme yang diatur dalam KUHAP yaitu melalui penghentian penyidikan (SP3), yaitu dihentikan karena kurang bukti atau perkara atau laporan itu bukan perkara pidana," ujar Fickar saat dihubungi pada Kamis, 24 Maret 2022.
Fickar menuturkan bahwa semestinya polisi mengerti akan hal ini. Dengan penolakan terhadap laporan dari Direktur Lokataru itu, polisi sudah masuk ke ranah politis. "Menolak sekalipun sebuah laporan harus melalui mekanisme hukum. Tidak boleh asal ditolak,” tuturnya.
Menurut Fickar, polisi seharusnya tidak menolak laporan Haris Azhar karena pentingnya kasus bisnis tambang di Papua yang diduga melibatkan Luhut. Kasus ini juga membuat pejuang HAM, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyati menjadi tersangka atas hasil risetnya.
"Tanya ke polisi, menurut saya polisi tidak boleh menolak. Karena tercantum pada KUHAP SP3 itu pasal 109 ayat 2," kata Fickar.
Baca selengkapnya di sini
2. Sistem E-Budgeting Ahok Disebut Gagal, Lalu Diperbaiki Anies Baswedan
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia membeberkan kelemahan sistem pemantauan anggaran e-budgeting yang diinisiasi bekas Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Sistem tersebut dinilai ide jenius, tapi implementasinya gagal.
"Dalam proses implementasinya secara birokratik, Ahok gagal," kata dia dalam diskusi daring soal evaluasi kinerja di akhir masa jabatan Gubernur Anies Baswedan, Kamis, 24 Maret 2022.
Karena itulah, audit keuangan pemerintah DKI di era kepemimpinan Ahok berulang kali tak mendapatkan predikat wajar tanpa pengecualian (WTP).
Menurut Dedi, sistem e-budgeting ini kemudian diperbaiki Anies. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI Jakarta memberikan predikat WTP atas laporan keuangan DKI selama empat tahun berturut-turut pada 2017-2020.
"Anies Baswedan melakukan modifikasi. Secara prinsip kerja sama, tapi persoalannya adalah Anies punya cara yang lebih baik dalam menyampaikan kepada publik," jelas analis politik itu.
Baca selengkapnya di sini
3. Haris Azhar Serahkan Dokumen Anggaran Dasar Perusahaan Australia ke Polisi
Haris Azhar yang telah menjadi tersangka karena dinilai telah melakukan pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan, menyerahkan bukti dokumen kepada penyidik Polda Metro Jaya.
Haris Azhar mengatakan bukti yang diserahkan bukan hasil riset sembilan organisasi non-pemerintah yang ia singgung dalam video YouTube, yang kemudian dipersoalkan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut.
Dokumen yang diserahkan Haris Azhar itu adalah anggaran dasar dari perusahaan tambang asal Australia yang menyatakan ada pembagian saham terhadap perusahaan-perusahaan yang melibatkan nama Luhut Binsar Pandjaitan.
Haris mengatakan dirinya sudah menjalani pemeriksaan dua kali, ketika menjadi terlapor dan setelah ditetapkan tersangka.
"Tetapi penyidik tidak pernah menanyakan kami detail perusahaan atau bukti yang memberikan keterangan perusahaan tersebut,” kata Haris Azhar di Polda Metro Jaya, Rabu, 23 Maret 2022.
Haris mengatakan, andai laporan anggaran dasar itu dinilai salah atau palsu oleh kepolisian, maka kepolisian harus mempidanakan pihak yang menerbitkan anggaran dasar, yakni Kementerian Hukum dan HAM (Kemenhumkam) karena institusi itu yang menerbitkan anggaran dasar.
Sedangkan, apabila perusahaan memberikan keterangan yang tidak benar maka perusahaan yang beroperasi di tanah Papua itu akan menghadapi konsekuensi hukum. “Saya pastikan dokumen ini adalah sumber resmi dan bukan produksi kami,” terang Haris.
Baca selengkapnya di sini