Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 67 persen perusahaan di Indonesia kerap mendapatkan ancaman serangan siber. Survei yang dilakukan oleh Cisco, perusahaan keamanan telekomunikasi global, itu dilakukan di 11 negara, termasuk Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Threat-nya semakin besar, dari data statistik kami, lebih dari 53 persen menerima ancaman ada 10 ribu, tapi yang ditindaklanjuti itu hanya 50 persen juga," ujar Managing Director Cisco Indonesia, Marina Kacaribu di Permata Room, JW Marriot Hotel, Mega Kuningan, Jakarta, Rabu, 29 Jakarta 2018. Tentunya, menurut dia, hal itu menjadi tantangan bagi perusahaan di Indonesia dalam menjaga keamanan siber.
Berdasarkam studi dari Asia Pasific Security Capabilities Benhmark Cisco 2018, perusahaan di Indonesia tidak menindaklanjuti lebih dari setengah peringatan ancaman siber yang mereka terima. Hasil studi tersebut menjelaskan bahwa rata-rata 47 persen dari peringatan yang diterima akhirnya diselidiki.
Dari peringatan yang diselidiki itu, kata Marina, terdapat 38 persen yang benar-benar ancaman serius. Namun, hanya 43 persen yang menindaklanjuti dan memperbaikinya. "Hal itu diperlukan usaha yang lebih banyak untuk membantu perusahaan dan profesional di bidang keamanan siber untuk mengatasi ancaman dunia maya," lanjut dia.
Cisco melakukan survei terhadap berbagai macam perusahaan misalnya finansial, contruction dan education. Hasil penelitian juga menggambarkan besarnya masalah keamanan yang dihadapi perusahaan, terdapat 96 persen responden perusahaan menyatakan pernah mengalami masalah keamanan siber sepanjang 2017.
"Serangan siber memiliki dampak keuangan yang signifikan. Sebanyak 66 persen perusahaan yang terkena serangan siber dalam satu tahun terakhir mengatakan telah mengeluarkan biaya sebesar US$ 500 ribu atau lebih untuk keamanan digital," tambah Marina. "Sementara 13 persen biaya yang dikeluarkan sebesar US$ 5 juta atau lebih. Angka tersebut sudah termasuk pendapatan yang hilang, kehilangan pelanggan dan biaya lainnya."
Serangan siber terus berkembang, dari yang hanya menargetkan infrastruktur teknologi informasi hingga mulai menyerang infrastruktur operasional. Hal tersebut menjadi tantangan yang lebih besar bagi perusahaan. Survei itu juga mendapati 40 persen responden mengakui bahwa mereka mendapati infrastruktur operasionalnya menjadi sasaran serangan siber.
Selain itu, 40 persen dari responden juga memperkirakan serangan serupa akan terjadi pada mereka dalam satu tahun ke depan. Dan terdapat 71 persen responden mengatakan bahwa akan terjadi peningkatan tuntutan keamanan siber dari sisi pelanggan. Masalah tersebut dikhawatirkan dapat menghambat penjualan produk perusahaan.
"Tujuannya adalah bagaimana kita melihat siber sekuriti yang akhirnya membuka tantangan kepada paerusahaan untuk lebih memperhatikan keamanan siber. Setiap ancaman ada implikasi karena finansial impactnya cukup signifikan. Operasional cukup terganggu, termasuk oportunity juga," lanjut Marina.
Simak artikel menarik lainnya tentang serangan siber hanya di kanal Tekno Tempo.co.