DI sela-sela kesibukannya, Menteri Keuangan J.B. Sumarlin meluangkan waktu menerima wartawan TEMPO Linda Djalil di kantornya, Sabtu sore pekan lalu, untuk bicara lebih jauh tentang kemelut Bank Summa. Petikannya: Mengapa Anda selalu menyebut kesalahan Summa sebagai kesalahan struktural? Apa yang dimaksud dengan kesalahan struktural yang terjadi di Summa itu? Kasus Summa betul-betul kesalahan struktural dan tidak perlu dikaitkan secara politis. Summa telah menyalurkan kredit secara tidak wajar. Kredit kepada nasabah untuk beli sesuatu tidak ada collateralnya. Kalau pun punya collateral, surat pun tidak lengkap. Kemudian juga ada nasabah yang meminjam tapi tidak ada faktanya. Mengapa sebelumnya Summa dibantu Pemerintah? Pemerintah tidak pernah menolong Summa sebelumnya, kecuali dengan SBPU. Itu pun bantuan dalam rangka kesalahan manajemen saja. Keadaannya dulu belum parah. Karena salah manajemen itu, mereka butuh dana, dan melalui mekanisme yang ada, BI (Bank Indonesia) mengeluarkan SBPU. Waktu itu, sebenarnya sudah ada lampu kuning dari BI yang menyatakan Summa supaya tambah modal. Modal memang ditambah, tetapi action plan tidak dipenuhi Willem dan keluarga, sehingga lubangnya makin gede. Makin lama tambah gede lagi, ya tidak tahan, sehingga kalah kliring. Coba kalau didiamkan saja, tentu lubangnya makin lebih besar lagi. Jadi, untuk sementara Summa tidak akan dibantu Pemerintah? Membantu dalam bentuk injeksi dana dari BI tentu tidak. Soalnya, kasus Summa adalah masalah struktural. Bagaimana nasib dana bankbank lain, seperti Bapindo dan Exim, yang dipakai untuk membantu Summa? Sampai saat ini aman. Mereka pegang collateral -- pegang 100 juta saham Astra International. Kalau jaminan 100 juta saham itu dijual Rp 10.000 saja, misalnya, kan sudah Rp 1 trilyun. Sedangkan mereka cuma meminjamkan dana Rp 500 milyar. Tentu bisa terbayar. Pokoknya, kalau harga saham di atas Rp 5.000 saja, masih bisa teratasi. Mengapa Bapindo memberikan pinjaman? Atas instruksi Menteri Keuangan? Perhitungan Bapindo dan Exim memberikan pinjaman adalah perhitungan komersial biasa. Tidak ada instruksi atau persetujuan saya. Dan jangan lupa, saham-saham yang digadaikan, saham Astra yang jadi saham unggulan. Buat bank, kan ini untung. Utang-utang mana yang diutamakan untuk dibayar Summa? Ini tentunya harus dilihat bagaimana perjanjiannya. Kalau dalam likuidasi, yang diutamakan adalah hak negara. Tapi, dalam masalah perdata seperti ini, tergantung pemilik dan nasabah-nasabah lain. Dalam undang-undang kita memang tidak ada urutan prioritas, kecuali likuidasi. Jadi, mungkin bergantung pada tersedianya uang. Kalau memang Prajogo kelak yang mengambil alih, apa dia mampu? Dari mana duitnya? Terus terang saja, kalau ditanya bagaimana kualitas Prajogo, saya tidak tahu. Apakah punya uang sebegitu besar atau tidak, dan dari mana uangnya, saya tidak tahu. Yang jelas, dia tidak akan boleh ambil uang dari bank. Saya selalu mengingatkan, bank-bank tidak boleh memberikan kredit untuk pembelian saham. Ada dugaan, Prajogo akan dibantu dengan uang BUMN atau dana cadangan. Betulkah? Tidak akan! Saya betul-betul tidak tahu Prajogo nantinya mendapat uang dari mana. Yang pasti, Pemerintah juga tidak akan menuntut untuk izin PKLN kalau dia mencari sindikasi baru maupun investor baru. Ada yang menuduh seolah-olah Summa dibiarkan ke pinggir jurang, lalu setelah terperosok didiamkan saja. Ini bagaimana? Itu tidak betul. Pemerintah sudah memberikan peringatan sejak tahun lalu. Ketika Edward (Soeryadjaya) mau membangun jembatan Surabaya-Madura, sudah saya ingatkan, apakah dananya ada. Sebaiknya hati-hati. Jadi tidak betul Pemerintah mendiamkan saja. Bikin jembatan itu kan sudah pertanda tidak sehat. Benarkah Willem menawarkan sahamnya kepada Prajogo tanpa menyebut harga, dan nantinya bisa dibeli lagi? Saya juga tidak tahu apa benar ada upaya Willem menawarkan sahamnya kepada Prajogo tanpa harga dan upaya dia untuk membeli lagi saham itu di kemudian hari. Kalau dia mau beli lagi, kan sebenarnya mudah saja, dia bisa lewat pasar modal. Apakah Willem bisa selamat sebelum batas waktu? Sampai sekarang saya belum tahu apakah Willem bisa memenuhi deadline pertengahan Desember ini. Apakah selama ini pengawasan dari BI dianggap cukup efektif? Sebenarnya pengawasan ini memang menjadi masalah. Adanya Pakto, maka banyak bank, sehingga pengawasan harus makin ditingkatkan. Peningkatan ini perlu waktu. Sekarang ini BI sudah punya 600 tenaga pengawas. Beban yang diawasi memang makin banyak. Memerlukan kemampuan, tapi BI juga sudah berusaha. Bagaimana tanggapan Anda terhadap omongan Sri Bintang Pamungkas (anggota Fraksi Persatuan Pembangunan) di DPR, yang tampaknya menuduh Pemerintah yang salah dalam kasus Summa? Saya heran sama orang itu. Sampai saya bilang, Anda rasanya dulu penasihat Summa International. Tapi kepercayaan Saudara kok begini? Saya kecewa! Saya bilang begitu ke dia. Secara langsung tak langsung penasihatnya kan dia. Apakah tragedi Summa bisa dianggap tragedi perbankan nasional? Ada memang yang menganggap kasus Bank Summa mencerminkan kemerosotan bank-bank di Indonesia, saya sama sekali tidak setuju dengan anggapan seperti itu. Jangan disamaratakan. Sebab, kasus Summa ini memang kasus yang sangat khusus, dan yang fatal kesalahan besar ini dibuat oleh mereka sendiri. Jadi, bukan cerminan bank-bank di Indonesia pada umumnya. Sebab itu, Presiden minta Pak Domo (Menko Polkam Sudomo) meredam isu yang tidak-tidak tentang Bank Subentra dan lain-lain. Saya juga tidak mengerti mengapa isu itu berkembang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini