Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Majalah kawanku yang lahir th 1970,kini bekerja sama dengan kelompok kompas gramedia berganti wajah,dengan nama kawanku stil. beroplah 90 ribu,dengan harga rp 1000/eks. majalah ini membatasi karya impor.

18 Agustus 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIMPANLAH sapu tanganmu, Sobat. Majalah Kawanku kini "tidak ingusan lagi". Tak percaya? Tengoklah majalah anak-anak yang baru saja berganti wajah itu. Sampulnya ramai banget. Ada lukisan wajah Presiden AS George Bush. Ada foto rocker Nicky Astria. Ada wajah tampan John Stamos. Ada cerita si Lupus. Lantas ada pula tokoh top yang sekarang sedang digandrungi anak-anak: Kura-Kura Ninja. Ini semua adalah hasil olahan Arswendo Atmowiloto. Itu penulis cerita anak-anak -- dulu sering menulis di majalah Kawanku versi lama -- yang kini lebih dikenal sebagai "pakar tabloid". Lalu, ke mana majalah Kawanku yang lama? "Kawanku bekerja sama dengan kami," ujar Arswendo bersemangat. "Kami" maksudnya adalah KKG (Kelompok Kompas Gramedia). Lahir pada 1970, majalah Kawanku tumbuh dari idealisme sekumpulan mahasiswa yang juga dikenal sebagai penulis anak-anak, di antaranya Toha Mohtar (pemimpin redaksi), Julius Sijaranamual, Trim Sutidja, Fadli Rasyid, dan Susiolomurti. "Waktu itu, istilahnya betul-betul modal dengkul dan saingan kami hanya Si Kuncung," kata Asmara Nababan, yang menjabat sebagai pemimpin umum. Di bawah Yayasan Kawanku, majalah ini melejit menjadi satu-satunya majalah anak-anak setelah Si Kuncung mati. Pada 1975 oplah Kawanku mencapai 60.000 -- sebuah sukses pada zaman itu. Tentu bukan hanya karena majalah Si Kuncung saingannya sudah mati. Isi majalah Kawanku yang setebal 32 halaman itu memang menarik dan orisinil. Salah satu keistimewaannya, majalah ini sangat membatasi "karya impor". Tentu ada satu atau dua cerita saduran, dan itu pun berbentuk novel sastra yang disederhanakan, misalnya Kisah Dr. Jekyl dan Tuan Hyde karya R.L. Stevenson, yang berselingan dengan pemuatan cerita rakyat macam Joko Tingkir. Selain itu, Kawanku biasa menyajikan karya asli penulis dan ilustrator Indonesia macam Djokolelono, Arswendo Atmowiloto, atau Surasono. Dari sinilah pembacanya mengenal serial petualangan Saba cs (karya C.M. Nas), Tunggadewi (Satmowie Atmowiloto), dan cergam Si Tomat atau Angsa Kumal yang kaya akan imajinasi. Kelebihan Kawanku yang lain adalah ia mengabdikan enam halaman untuk memuat karya anak-anak seperti puisi, laporan buku (resensi anak-anak), dan kegiatan sekolah. Sekali-sekali, Kawanku memberikan sisipan berbentuk cerita anak-anak atau latihan ujian dari Pak Trim Sutidja. Tapi itu semua tinggal kenangan. "Dunia persilatan majalah kini tak memungkinkan kami untuk terlalu idealis," ucap Nababan dengan nada prihatin. Ditambah lagi, munculnya majalah Bobo memberikan alternatif baru. Majalah yang diprakarsai oleh P.K. Ojong dan Adisubrata ini mengambil ide Bobo terbitan Belanda. Ternyata Bobo sukses di pasaran, hingga konon oplahnya mencapai 200 ribu lebih. Tak ayal, oplah Kawanku anjlok sekitar 30 persen. Tak heran jika kerja sama antara Yayasan Kawanku dan KKG melahirkan wajah baru yang diberi nama Kawanku STIL. "STIL ini singkatan dari Saya Tidak Ingusan Lagi," ucap Arswendo, yang menjadi wakil pimpinan umum sementara Nababan tetap menjabat pimpinan umum. "Dulu Kawanku bacaan untuk anak-anak SD hingga kelas 2 SMP. Sekarang untuk anak-anak pra-akil balig, atau istilahnya remaja tanggung? Dan Arswendo, 42 tahun, menerjemahkan konsumennya ini sebagai pembaca yang doyan Madonna, New Kids on the Block, Anggun C. Sasmi, rubrik Mode, Kura-Kura Ninja, dan tanya jawab dengan Nicky. Astria. Nyatanya, dengan bentuk "ngepop" tadi, oplah Kawanku yang harganya Rp 1.000 itu melejit menjadi 90 ribu. "Saya tak ingin mengatakan ini sebagai sebuah tragedi, tapi kenyataannya idiom anak-anak sekarang memang begitu. Mereka lebih suka baca Lupus yang 'ngepop' atau kehebatan Kura-Kura Ninja," tutur Arswendo. Ia mengaku lebih menyukai isi Kawanku versi lama, karena "cerita-ceritanya lebih murni, kreatif, dan menumbuhkan bakat penulis-penulis Indonesia." Dengan menyodorkan kemasan baru, ia mengharap bisa menarik pembaca dahulu dan nantinya "kami giring mereka kepada isi yang lebih bermutu". Tapi haruskah selalu menampilkan tokoh-tokoh impor macam Kura-Kura Ninja dan Batman? Kenyataan ini tak dibantah oleh Titisari, yang sudah mengelola majalah Ananda selama 12 tahun. Majalah anak-anak yang bermuara dari kelompok Kartini itu juga tak ketinggalan memuat ketenaran si Kura-Kura Ninja dan Robocop. "Nggak mungkin lagi kita hanya menampilkan cerita macam Ande-Ande Lumut. Media elektronik itu sangat berpengaruh. Mau tak mau kami harus mengikuti keinginan anak-anak," kilahnya. "Sekarang kami menampilkan hal-hal yang heroik, misalnya Batman atau Ninja. Tapi itu hanya 20 persen dari isi Ananda." Sebuah majalah lain, Siswa, termasuk yang mencoba memberikan porsi terbesar untuk ceritera domestik. Majalah yang dikelola Laras Group dan baru berumur tiga tahun itu memang mencoba membujuk hati pembacanya dengan kuis-kuis berhadiah. "Tapi isi majalah kami sangat menekankan kreativitas anak-anak," ucap Adreati Kusuma, pengelola Siswa. Contohnya adalah rubrik Bagaimana Kalau, yang menampilkan beberapa gambar tanpa teks. Melalui rubrik ini, pembaca dirangsang untuk menulis deskripsi dari gambar tersebut. Ternyata jawabannya menarik. Misalnya kuis Bagaimana Kalau Aku di Bulan? dijawab oleh Riska Fiati dari Bogor: "Akan kubangun dunia baru yang damai. Sebab di duniaku sekarang banyak perang." Selain dengan kuis tersebut, majalah Siswa berusaha tidak latah memuat Kura-Kura Ninja atau sebangsanya. Darl setelah tiga tahun, redaksi Siswa mengaku sudah meringkus 75 ribu. Jadi, "duel" antara Kura-Kura Ninja dan Joko Tingkir tidak selalu diakhiri dengan kemenangan karya impor, kan? Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus