Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Perusahaan gas negara rugi Rp 100 juta akibat penipuan terhadap PT Jarut, penyalur batu baranya. Bahan baku minyak tanah tidak disukai langganan. Bermaksud menyalurkan gas alam pertamina.

16 Juli 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERUSAHAAN Gas Negara di Jakarta menurut keluhan banyak langganannya, mengeluarkan angin melulu dan jelaga (sulang asap). Akibatnya, jumlah langganannya di DKI kini merosot ke 5000, dibanding 7000 beberapa bulan lalu. "Ambyar deh PGN," RP Parwoto anggota direksi PGN, berkata kepada Eddy Henvanto dari TEMPO. Ini garagara PGN memakai minyak tanah, sebagai bahan bakar pengganti coking coal (sejenis batubara) untuk membuat gas. Panas yang ditimbulkan minyak tanah hanya 3200 kalori, sedang coking coal mencapai 4000 kalori. Tentu saja banyak konsumen karenanya mengeluh hingga, kata Parwoto lagi, mereka beralih ke LPG. PGN mulai memakai minyak tanah pada semester kedua tahun lalu berhubung persediaan coking coal menipis di gudang. Batubara itu biasanya khusus didatangkan dari Amerika dan lembah Ruhr, Jerman Barat. Sejak '72 PGN bekerjasama dengan PT Mashur untuk mengimpornya sampai 15.000 metrik ton setahun. Awal tahun lalu, PGN menghentikan kerjasama dengan PT Mashur karena tertarik pada penawaran dari perusahaan lain bernama PT Jasa Rimba Utama (Jarut). Tapi ternyata PT Jarut itu, karena ditipu partnernya (lihat rubrik Kriminalitas - red.), tidak berhasil mengimpor bahan batubara itu sampai sekarang. Dengan bahan batubara itu, PGN juga telah memperoleh produk sampingan berupa cokes yang dijualnya kepada pabrik-pabrik gula. Sekarang bukan hanya langganan gasnya, tapi juga pabrik-pabrik gula dikecewakannya. Patat Cerek Pabrik-pabrik gula masih akan bisa mengimpor cokes dari sumber lain. Namun, sebagai akibat penipuan tadi, PGN sudah mengalami kerugian hampir Rp 100 juta. "Kami sudah ditegur Menteri," kata Parwoto. Selain di Jakarta, PGN mempunyai tanur pembakaran coking coal di Medan (dihentikan '72), Bogor, Bandung, Cirebon, Semarang, Surabaya dan Ujung Pandang. Semua tanur itu mengalami kekurangan bahan bakar. Tapi tanur yang paling merana ialah di Jakarta. Guna melayani langganan di Jakarta, PGN bermaksud bekerjasama dengan Pertamina, yang diharapkan mulai mengalirkan gas alam ke DKI pada awal '78. Gas alam mempunyai derajat panas setinggi 8000 kalori. Menurut Parwoto, akan dialirkan sampai 90.000 meter kubik gas alam sehari ke Jakarta dalam tahap pertama. "Mudah-mudahan dengan gas alam ini, semburan pipa PGN nanti ke para konsumen tidak lagi menghanguskan pantat cerek," katanya. Di Jakarta, tanur pembakaran PGN selama ini berada di Ketapang yang, menurut ketentuan Gubernur DKI, harus dipindahkan ke Pulo Gadung. PGN, kata Parwoto,"tak punya biaya" untuk memindahkannya. Lantas mau dijadikan besi tua? Nampaknya gas alam dari Pertamina nanti akan mengurangi sakit kepala PGN.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus