KABAR baik dari Bina Graha: Ekspor non-minyak cukup
menggembirakan. Data Biro Pusat Statistik yang dibagikan Menteri
Perdagangan dan Koperasi Radius Prawiro sesudah sidang Dewan
itabilisasi minggu lalu menunjukkan kspor non minyak selama
semester I 1979 mencapai US$ 2,8 milyar, melonjak 51% dari
periode yang sama tahun sebelumnya.
Harus diakui sebagian kenaikan nilai ini terjadi karena kenaikan
harga bahan ekspor Indonesia. Yang lebih penting adalah volume
ekspor dalam waktu yang sama naik 17% menjadi 14,7 juta ton.
Kenaikan volume ini menunjukkan barang yang diekspor memang
bertambah, dan ini berarti adanya perkembangan ekonomi di daerah
yang melakukan ekspor.
Kenaikan volume ekspor ini juga menunjukkan sesudah devaluasi
daya saing barang ekspor Indonesia di luar negeri menjadi lebih
kuat. Ekspor non-minyak ini diharapkan akan menghasilkan devisa
US$ 5,5 milyar tahun ini, naik 25% dari tahun sebelumnya.
Dari ekspor di luar minyak ini, perkembangan penting juga
terjadi pada ekspor bahan non-tradisional, yang sebagian besar
merupakan barang setengah jadi maupun barang jadi. Mengekspor
barang jadi merupakan impian Indonesia selama ini. Sekarang
sudah menjadi kenyataan. Kini, Indonesia sudah berhasil menjual
ke luar negeri beberapa barang jadinya seperti tekstil, pupuk,
semen, pakaian jadi, plastik dan bahkan besi beton.
Ekspor tekstil, misalnya, dalam setengah tahun pertama 1979
sudah mencapai US$ 30 juta. Untuk seluruh 1978, baru US$ 10
juta. Ekspor besi beton juga naik keras, sampai pemerintah
terpaksa melakukan pembatasan ekspornya untuk mencegah
kekurangan di dalam negeri.
Ekspor bahan-bahan tersebut yang dalam Laporan Mingguan Bank
Indonesia dikategorikan sebagai ekspor "lain-lain", naik 145%
menjadi US$ 230 juta selama tujuh bulan pertama 1979.
Diperkirakan ekspor bahan-bahan ini akan mencapai US$ 400 juta
pada tahun anggaran sekarang. Kalau berhasil maka untuk pertama
kalinya ekspor bahanbahan jadi merupakan komponen yang penting
dalam ekspor Indonesia.
Di lain pihak ekspor minyak netto dan gas alam cair dengan mudah
akan nelampaui US$ 6 milyar, sesudah adanya beberapa kali
kenaikan harga tahun ini. Indonesia mungkin akan menaikkan harga
minyak lagi seandainya OPEC dalam sidangnya Desember nanti di
Caracas, ibukota Venezuela memutuskan kenaikan harga. Beberapa
negara seperti Kuwait, Veneuela, dan Nigeria sudah menaikkan
harga minyaknya. Tapi Menteri Pertambangan dan Energi Subroto
nlenegaskan baru-baru ini, Indonesia tak kan merobah harga
minyaknya sampai idang OPEC nanti.
Proyeksi IMF
Perkembangan ekspor yang di luar dugaan itu diperkirakan akan
membri surplus pada neraca pembayaran Indonesia sebanyak US$
1,5 milyar san-pai US$ 2 milyar tahun anggaran ini, dibanding
surplus US$ 700 juta pada tahun anggaran yang lalu. Juga
diperkirakan rekening berjalan (current account) akan mengalami
surplus untuk pertama kalinya. Ini disebabkan terutama karena
perkembangan impor agak tertekan dengan devaluasi rupiah
Nopember tahun lalu, sedangkan ekspor melonjak.
Bisa jadi pada Maret 1980 nanti, akhir tahun anggaran sekarang,
cadangan devisa akan mencapai US$ 5 milyar dibanding US$ 3,5
milyar sekarang ini cadangan devisa paling besar yang pernah
dipunyai Indonesia, jika nanti berhasil.
Tapi banyak yang khawatir perkembangan ekspor yang baik ini akan
segera berakhir pada 1980, karena negara industri masih
mengalami resesi, yang akan mengurangi permintaan mereka
terhadap barang negara lain. Proyeksi terakhir Dana Moneter
Internasional (IMF) tentang pertumbuhan ekonomi negara industri
menunjukkan gambaran yang lebih suram dari proyeksi yang dibuat
sebelumnya. Sekalipun demikian pertumbuhan ekonomi Jerman Barat
dan Jepang (dan ini sering untuk Indonesia) masih diproyeksikan
lebih baik dari ekonomi negara industri lainnya.
Apapun yang bakal terjadi di negara industri, Indonesia dengan
US$ 5 milyar di tangan nanti, cukup bisa bernafas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini